17

11.2K 943 14
                                    

Dua tahun dua bulan berlalu sejak aku tinggal di Niri. Ranran sudah menginjak usia 18 bulan, jalan 19. Gerald masih tinggal di Niri, bertetangga denganku, juga Yuzi dan Miro. Setiap hari, ia akan datang untuk bermain dengan Ranran selagi aku bekerja.

Rumah makan yang kubuka ternyata memang ramai di musim semi dan musim panas. Banyak pengunjung lokal dan mancanegara mendatangi rumah makanku. Berkat Miro yang memperkenalkan rumah makanku pada pelanggan tokonya, rumah makan yang kukelola kini cukup dikenal di kalangan anak muda.

Aku kini berusia 26 tahun, mengalami sedikit perubahan pada tubuhku sejak melahirkan Ranran. Tubuhku tidak seramping dulu. Stretchmark menyebar di sekitar perut dan pahaku. Aku juga merasa wajahku kelihatan menua karena melahirkan. Akan tetapi, perubahan itu tak berarti apa-apa bagiku. Kebahagiaan yang kudapat selagi merawat Ranran membayar semua itu.

Ranran tumbuh menjadi anak yang sehat. Ia berkembang dengan baik, layaknya bayi-bayi pada umumnya. Semakin ia tumbuh besar, aku melihat semakin banyak gen Arsen diwariskan kepadanya. Wajah Ranran kelihatan begitu mirip dengan Arsen. Rambut hitam tebalnya, manik cokelat yang berbinar-binar indah penuh rasa ingin tahu, juga senyum manisnya, semuanya benar-benar mirip dengan Arsen.

Gerald juga sering mengomentari penampilan Ranran yang semakin hari, semakin mirip dengan Arsen. Bahkan, lelaki tua itu sering berkata padaku bahwa ia merasa seperti sedang menggendong Arsen kecil. Aku tidak pernah mengatakan apa-apa soal hal itu, memilih diam karena tidak tahu bagaimana caraku harus merespon. Gerald juga tak pernah menanyakan padaku lagi tentang apakah aku mau menikah atau tidak.

Kehadiran Ranran sudah cukup bagiku. Ia menyembuhkan luka hatiku, membuatku sedikit rasa rindu yang kumiliki untuk Arsen berkurang. Berkat Ranran, aku tidak terlalu memikirkan Arsen seperti dulu, karena aku sibuk mengurus dan memperhatikannya. Ranran bagai keajaiban bagiku.

"Bu! Ah! Bu!"

"Ibu. Bilang, Ibu aku pulang."

"Bu! Pulang! Pulang!"

Aku yang baru selesai membereskan dapur menolehkan kepalaku, menatap Gerald yang menggendong Ranran sambil melangkah mendekat kepadaku. Kulihat Ranran menunjukku dengan mata berbinar polos. Tak seperti saat ia pergi tadi, ia kini mengenakan sebuah jumpsuit bayi dengan tudung beruang. Jumpsuit itu tampak hangat dan lembut, juga kelihatan sangat cocok sekali digunakan oleh Ranran.

Senyumku terkembang lebar saat melihat wajah Ranran. Aku mendekat, membuka tanganku untuk menyambut Ranran yang meminta digendong.

"Bu!" katanya lagi dengan suara lucu.

"Iya, Ranran?"

Dengan tangan mungilnya, ia menunjuk jumpsuit yang ia kenakan saat sudah berada dalam gendonganku. Aku tertawa gemas, mengecup pipinya yang gembul dengan penuh kasih sayang. Ranran baru bisa mengatakan kurang lebih sepuluh kata. Ada beberapa kata yang kurang fasih ia ucapkan, tetapi aku tidak pernah lelah mengajarinya bicara. Ia juga mulai bisa memamerkan benda-benda yang ia suka, atau benda-benda yang baru ia terima kepadaku.

"Paman membelikannya pakaian lagi?" tanyaku kepada Gerald yang memasang wajah seakan tak acuh.

Sejak ia menetap di sini, rasa canggung di antara kami berkurang. Aku juga mulai memanggilnya dengan sebutan paman. Aku tidak ingat sejak kapan, tetapi lelaki tua itu mengomel padaku saat aku masih memanggilnya dengan panggilan pak.

"Kakek beli! Kakek beli!" Ranran berujar lagi, seakan ingin menimbrung percakapanku dan Gerald.

Kulihat Gerald tersenyum hangat melihat tingkah lucu Ranran. Sementara aku mengusap pipi Ranran gemas.

"Pakaian itu kelihatan cocok untuknya. Lagi pula, di luar dingin." Gerald menggumam. "Salahmu kenapa hanya memberikan jaket tipis untuknya. Orang tua ini jadi khawatir!"

Gerald mengajak Ranran pergi ke pusat kota Niri untuk melihat kuncup bunga sakura yang belum mekar. Katanya, ia sekalian ingin memperlihatkan angsa di kolam yang ada di sana. Aku agak ragu apakah sudah ada angsa berkeliaran di kolam saat cuaca masih agak dingin begini. Kubekali mereka dengan telur gulung dan nasi. Juga, jaket yang tak terlalu tebal untuk Ranran karena anakku itu mudah kepanasan.

Namun, sifat over protektif Gerald pada putraku masih tidak berubah. Ia sampai membelikan jumpsuit yang kuyakin harganya pasti cukup mahal untuk ukuran baju anak-anak. Aku menarik napas, menatap Gerald sejenak dan tersenyum tipis.

"Karena sudah di sini, bagaimana kalau Paman sekalian makan malam bersama dengan kami? Yuzi dan Miro akan segera datang," tawarku.

"Kalau kau memaksa, aku tak punya pilihan."

Aku diam-diam menertawai Gerald. Lelaki tua itu anti sekali menunjukkan perasaan yang ia miliki sebenar-benarnya. Ia lebih sering bersembunyi di balik sikap dinginnya yang sempat membuatku terintimidasi dahulu. Kini, aku pelan-pelan sadar bahwa Gerald hanyalah seorang lelaki tua kesepian yang ingin menikmati kebersamaan bersama dengan keluarganya, tetapi terlalu gengsi untuk menunjukkan hal itu.

Gerald tinggal di rumahku lebih lama, bermain dengan Ranran, makan malam bersama dengan kami, lalu kembali saat Ranran tertidur. Setelah semuanya kembali ke rumah masing-masing, aku bersiap untuk tidur. Aku merebahkan tubuhku di ranjang dengan hati-hati agar tak membuat suara karena Ranran tidur di kamar yang sama denganku. Malam itu, aku belum bisa langsung tertidur karena belum begitu merasa lelah.

Kuputuskan untuk membuka ponselku, melihat-lihat isi sosmedku yang sudah lama tak pernah kubuka sejak sibuk mengurus Ranran dan juga mengurus rumah makan. Isi sosmedku kini dipenuhi dengan berbagai tips cara merawat anak, resep-resep masakan dan video-video bayi yang imut. Sudah lama aku tidak melihat akun berita muncul di laman sosmedku.

Namun, malam itu, tanpa sengaja aku menemukan sebuah akun berita yang memasang foto Helena Baldwin dengan seorang lelaki berwajah hangat yang kelihatannya seperti lelaki baik-baik. Dari foto yang diunggah, keduanya tampak berpose mesra. Terdapat keterangan juga di bawah foto itu, yang menyatakan bahwa lelaki itu adalah kekasih baru Helena Baldwin usai bercerai dari Arsen.

"Cerai..."

Aku membuka bibirku, lalu menutupnya lagi. Arsen dan Helena Baldwin... bercerai? Tapi, kenapa? Tanpa bisa menghentikan rasa ingin tahu, aku kembali berselancar di internet, mencari berita-berita mengenai perceraian keduanya. Dan ternyata benar, keduanya sudah bercerai sejak musim dingin lalu, sebelum Hari Natal tiba. Yang berarti perceraiannya terjadi tiga bulan lalu.

Jika itu tiga bulan lalu, bukankah Gerald seharusnya sudah tahu? Aku menutup bibir dengan satu tangan, mencoba mengingat-ingat bagaimana tingkah Gerald selama tiga bulan terakhir. Sejauh yang kuingat, lelaki tua itu bereaksi normal. Ia sama sekali tidak mengatakan apa pun, juga sama sekali tidak tampak kesal. Apakah ia sudah tahu bahwa keduanya akan bercerai jauh sebelumnya?

Aku sedikit merasa kasihan padanya, juga pada Arsen. Namun, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku memutuskan untuk berhenti melihat sosmed, dan segera tidur. Aku mengkhawatirkan Arsen, berharap jika ia baik-baik saja dan selalu sehat di mana pun ia berada. Juga, aku selalu berharap ia akan bahagia, apa pun pilihannya. Karena di sini, aku sudah cukup merasa bahagia dengan Ranran.

Fault in LoveWhere stories live. Discover now