33

2.4K 140 0
                                    

Gabriel menenggak wine di dalam gelas hingga tandas. Namun itu tak dapat mengurangi rasa sesak di hatinya. Rasa sakit kian menyebar seiring dengan rintik hujan yang kian deras. Ini bukan sakit fisik tetapi batinnya lah yang sakit.

Ia memukul dada kirinya berharap rasa sesak dan sakitnya mereda, namun yang ada justru semakin sakit. Air matanya kembali turun mengingat kembali tentang ucapan Gara yang sebelum-sebelumnya. Bagaimana cara anak itu mengacuhkannya dan bagaimana nada bicara anak itu begitu tak peduli, sungguh sakit sekali.

"Gara" lirihnya.

Ketukan di pintu tak membuatnya berbalik, justru ia berdiri lebih tegak. Seseorang masuk dan membungkuk sejenak.

"Tuan, berdasarkan informasi yang saya dapatkan tuan muda Heksa kini berada di pusat kota. Tepatnya di sebuah pesta" ujar orang itu.

Gabriel menggenggam erat gelas yang berada di tangannya. Heksa tak kembali ke mansion semenjak ia di kabarkan pulang. Sudah berhari-hari ia berharap bahwa salah satu putranya itu kembali, namun tak kunjung kembali. Hal ini membuat hatinya semakin terasa kosong.

Mansion yang begitu besar ini hanya berisikan dirinya dan juga para maid serta bodyguard saja. Sedangkan anak-anaknya sepertinya sudah lupa jalan pulang. Reksa tak pernah kembali semenjak Aryo memutuskan untuk kembali ke negaranya. Begitu pula dengan Jevian, anak itu beralasan bahwa ada banyak tugas kuliah juga pekerjaan dari perusahaan hingga membuatnya tak pulang ke mansion.

"Awasi terus, jangan sampai kehilangan jejaknya" ujar Gabriel.

Bawahannya itu membungkuk sejenak sebelum keluar dari ruangannya. Dan kemudian ia melemparkan gelas itu ke sembarang arah. Pecahan gelas berserakan di lantai namun Gabriel tak peduli.

Ponselnya bergetar menandakan adanya panggilan masuk, tanpa pikir panjang ia langsung menjawabnya.

"Siapa?" Tanyanya.

Namun orang di sebrang sana justru diam untuk waktu yang lama, Gabriel dapat mendengar beberapa orang berbicara namun itu tak jelas.

Hingga...

"Kehancuran mu, kau sendiri yang menciptakannya"

"Dan kehancuran putramu, kau juga yang menciptakannya"

Gabriel melihat layar ponselnya yang menampilkan nomor tak dikenal. Tangannya sedikit bergetar setelah mendengar dua kalimat itu. Entah mengapa, namun ia tak apa jika dirinya yang hancur asalkan tidak melibatkan putra-putranya.

Panggilan berakhir sebelum Gabriel mengatakan sesuatu lagi. Gabriel menatap lurus ke depan dimana hujan telah reda. Ia sangat familiar dengan suara orang tadi namun ia tak tahu siapa dia.

"Perketat pengawasan pada semua putraku" ujar Gabriel pada bawahannya.

"Baik tuan" sahut bawahannya.

Rasa takut semakin menyelimuti relung hatinya. Bayangan masa lalu kembali ke dalam ingatannya. Gabriel memejamkan mata berharap bayangan-bayangan itu cepat hilang dari pikirannya. Namun justru semakin jelas.

Hari dimana ia melihat seisi mansion adiknya bersimbah darah membuatnya takut sampai sekarang. Bukan takut pada darah melainkan takut bahwa itu akan terjadi padanya. Seisi mansion di penuhi dengan lautan darah, dan darah itu berasal dari tubuh adiknya, adik iparnya serta dua keponakan kecilnya juga para pekerja. Dan semua itu berawal dari kecerobohan yang di buat oleh adiknya sendiri yang akhirnya membawa kehancuran pada keluarga kecil itu.

Gabriel diam untuk waktu yang lama, hingga akhirnya ia membuka matanya dan beranjak dari tempatnya berdiri.

***

"Rasa-rasanya baru kemarin kita bertemu, bukankah benar tuan muda Aksara?" Tanya seorang gadis cantik.

"Kau salah nona Grevanska, aku Anarghya bukan Aksara jika kau lupa" ujar pria di hadapannya.

Gadis yang ternyata Lessia itu tertawa pelan mendengar pengakuan dari Heksa. Sudah bukan hal yang aneh baginya untuk bertemu Heksa. Namun bagi Heksa tentu ini hal yang aneh. Karena dimana pun ia berada, maka akan muncul Lessia. Seperti di pesta pernikahan temannya sekarang.

Lessia memandang dua insan yang tengah berbahagia di depan sana. Tawa keduanya sungguh murni memancarkan betapa bahagianya mereka. Lessia melirik Heksa yang justru sibuk memandangi sekitarnya.

"Apa menikah membuat seseorang begitu bahagia?" Tanya Lessia.

Heksa melirik gadis yang berdiri di sebelahnya. "Hanya beberapa orang" jawabnya.

"Maksudmu?" Tanya Lessia tanpa memandang pria di sebelahnya.

"Hanya sebagian orang saja yang bahagia, selebihnya mereka hanya menjalani kehidupan sebagai mana mestinya" ujar Heksa.

"Konyol!" Cibir Lessia. Ia tak habis pikir dengan pria satu ini. Sikapnya yang sok dingin itu membuat Lessia ingin sekali menyiramnya dengan air panas.

Lessia memandang ke depan lagi, dimana dua insan itu kini tengah membelakangi para tamu undangan untuk melempar sebuah buket bunga. Hal itu membuat Lessia memutar bola matanya, mengapa acara melempar buket justru di adakan saat malam. Bukankah biasanya akan di adakan di siang hari.

Lessia hanya menatap saja tanpa berniat ikut bergabung dengan teman-temannya yang lain, yang sudah berkumpul di depan sana. Sedangkan Heksa, ia sibuk melihat-lihat ke sekitarnya tanpa peduli dengan acara lempar buket itu.

Pada hitungan ke tiga, buket kecil itu terlempar cukup jauh dan mendarat di tangan seorang Heksa. Heksa sendiri hanya refleks saja karena ia terbiasa menangkap sesuatu yang terlempar ataupun di lemparkan. Lessia menahan tawanya melihat bahwa Heksa tengah kesal meskipun pria itu tidak menunjukkannya sama sekali.

Ia tersenyum mengejek pada Heksa yang kini menatapnya datar. Namun Heksa sendiri kini tengah menyeringai tipis karena sepintas ide terlintas di otaknya. Ia menatap Lessia yang masih mempertahankan senyumnya.

"Ulurkan tanganmu" ujarnya.

Lessia mengulurkan tangannya meskipun ia bingung dengan apa yang akan di lakukan oleh Heksa. Dan tanpa diduga, pria itu memberikan buket kecil itu padanya. Lessia menggertakan giginya melihat Heksa yang kini berbalik tersenyum mengejek padanya. Sungguh Lessia rasanya ingin sekali memukul wajahnya itu dengan buket di tangannya ini.

Dengan sangat terpaksa Lessia tersenyum dan menerima buket kecil itu.  Bukan karena ia menyukai Heksa tetapi karena ia menghargai kedua pengantin itu, juga tatapan para tamu undangan yang kini tengah menatapnya.

"Yah lagipula kau lebih pantas menerimanya, tahun depan juga kau akan menikah" ujar Heksa yang semakin membuat Lessia naik pitam.

Lessia tertawa kaku menanggapinya, namun orang-orang justru menganggap perkataan Heksa itu serius dan sepertinya besok akan ada berita yang besar tentangnya. Sedangkan Lessia sendiri kini tengah menatap tajam Heksa yang masih menatapnya dengan tatapan mengejek. Siapa juga yang akan menikah tahun depan.

Sok tau!

Juga menyebalkan, itulah Heksa di mata Lessia.

***




Happy new year buat kalian semua ✨🦋💜

Telat dikit gak ngaruh kan wkwk

Btw kalo mereka di jadiin pasangan bagus juga sih, soalnya Heksa itu kan.......

Pasti kepo kalian, hehe.













Sekian terimakasih 🦋
Papay👋

G A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang