Perjodohan

19 2 0
                                    

.
.
.

“Permisi tuan besar nona Azza sudah datang.” Icha berdiri di ambang pintu ruang keluarga Smith dengan sedikit membungkukan badannya.

“Cucuku sudah datang? Cepat sekali rupanya, suruh dia masuk aku sudah sangat merindukannya,” ucap pria yang terlihat lebih tua dari mereka semua yang berada di ruangan itu.

“Baik tuan besar.” Icha menoleh menatap Azza yang bersandar di dinding pintu.

“Za, masuk!” panggil Icha pelan. Azza mengangguk.

“Holla!”

Deg!

Betapa terkejutnya mereka melihat Azza yang berbeda dari sebelumnya, baru saja 4 bulan gadis itu meninggalkan tempat ini sudah banyak perubahan dari gadis itu.

“Azza! Kamu kah itu?” ~Smith Vandelo. Kerap di sapa Tuan besar Smith. Pria itu nampak terkejut dengan penampilan cucu kesayangannya. Rambut yang diwarna violet di bagian belakang rambut lalu bercampur putih di bagian depan rambut untuk poninya. Mata yang awalnya biru sekarang menjadi warna hitam. Yap! Azza memakai softlen.

“Yes i'am!” Jawab Azza santai.

“Gue gak tau apa ini karena pergaulan dia di luar atau karena dia pengen berubah kaya gini dengan sendirinya,” batin Raden menatap Azza lekat.

“Lo bukan Azza, lo orang lain,” batin twins V sendu.

“Ya Allah kenapa dengan Azza, dia terlihat seperti bukan Azza. Affa! Adikmu berubah,” batin Frans menatap Azza dengan lekat.

“Apa ini salahku hingga dia berubah,” batin Ayu lirih.

“Hah! Ini Azza? Sejak kapan dia warna rambut? Bukannya kemarin rambutnya hitam,” batin Shyla yang juga shock dengan penampilan Azza.

Mereka semua shock, sangat shock dengan penampilan Azza yang terbilang jauh dari apa yang mereka lihat kemarin-kemarin.

Azza masih memilih diam, mendengar batin mereka yang mulai menyesali perbuatan mereka sendiri membuat Azza muak.

“Kamu duduklah dulu, pasti kamu lelah,” titah Smith. Azza segera duduk di sofa yang memang tempatnya dikhususkan untuk satu orang saja.

“Icha tolong buatkan minum untuk Azza,” perintah Smith pada Icha yang masih berdiri di ambang pintu.

“Baik tuan besar.” Icha langsung pergi untuk menjalankan perintah dari sang majikan besarnya.

Hening! Tak ada pembicaraan sama sekali, semua orang kalut dalam pikiran mereka masing-masing.

“Ekhm!” Dehem Azza sontak membuat mereka semua menatap Azza.

“Jadi?” Tanya Azza to the poin, ia ingin mengetahui apa tujuan dari Smith yang menyuruhnya datang sepagi ini.

Smith yang mengerti maksud cucunya tersenyum simpul. “Ganti dulu pakaianmu lalu kembali lagi kesini,” ujar Smith.

“Tidak perlu tuan, to the poin saja,” tolak Azza, tak ada ekspresi apapun dari Azza hanya tatapan datar yang setia menghiasi wajah cantik itu.

“Kamu bahkan sudah tidak memanggil opa lagi, apakah ayah dan ibumu juga melarang untuk tidak memanggil opa lagi.” Smith menatap sendu wajah cucunya. Duluh setiap kali Smith berlibur atau sekedar menjenguk Azza, gadis itu selalu menyambutnya dengan pelukan hangat bahkan kecupan manis di pipinya. Tapi sekarang? Memandangpun rasanya sudah berbeda.

“Kemarilah, biarkan aku memeluk sebentar.” Smith membuka lengannya lebar bersiap menerima pelukan sang cucu.

“Baiklah.” Azza berdiri lalu memeluk Smith dengan erat, ada rasa rindu dari sang pemilik raga ini.

Ara or Azza[on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang