Punishment

6.8K 493 69
                                    

Disclaimer : Baca perlahan dan bijaklah dalam berkomentar.







.







Cahaya matahari menembus jendela kaca apartemen bertingkat, membiaskan spektrum warna pelangi dan memantul pada hiasan-hiasan ornamen Natal yang tergantung di pohon cemara imitasi. Kelip lampu masih setia menyala di sekeliling pohon tersebut.

Donghyuck mengerang, matanya memicing melihat sinar matahari yang jujur saja tidak terasa hangat sama sekali. Salju sudah menumpuk sejak semalam, bahkan balkon kamarnya dipenuhi butiran putih tersebut.

Donghyuck menatap sayu jendela di kamarnya, tampaknya hujan salju sudah berhenti.. Donghyuck meringis pelan kala tubuhnya beringsut untuk bangun, merasakan gelenyar rasa nyeri sekelebat di bagian bawah tubuhnya. Sedikit saja.

Donghyuck menatap tubuhnya yang sudah berbalut pakaian santai. Semalam, setelah Mark membawanya ke kamar mandi dan membersihkan diri sepertinya mereka tidur bersama. Donghyuck menggeleng mengingat dirinya begitu nyaman di pelukan sang suami yang merengkuhnya dari belakang sembari mengusap perutnya lembut.

Donghyuck menoleh ke samping ranjang dan mendapati sisi ranjangnya sudah kosong. Terkekeh geli. Apa yang kau harapkan? Mark bahkan masih sama, meninggalkan setelah memakai. Donghyuck bangun, tenggorokannya butuh air, namun ketika kakinya melangkah keluar kamar.. hidungnya justru menangkap harum masakan.

Donghyuck sedikit terkejut karena melihat Mark sedang memasak di pantry kecil miliknya. Memperhatikan pria yang terus saja mengumpat kecil dan berjengit mundur ketika minyak dari wajan bercipratan.

"Akk! Panas.. ouch! Matikan dulu, matikan dulu..."

Mark ragu-ragu menjulurkan tangannya untuk mencapai tombol off di kompor listrik. Mendesah lega kala ia berhasil. Mark maju dan berusaha membalik entah apa yang sejak tadi dimasaknya. Tapi harumnya seperti telur.

"Ahhh sialan, gosong sebagian... aku harus mengulang lagi... kenapa susah sekali..."

Donghyuck mengalihkan tatapan ke tempat sampah di dekat kaki Mark. Tumpukkan cangkang telur berserakan. Donghyuck tanpa sadar tertawa kecil, Mark menoleh dan tubuhnya mendadak lemas karena Donghyuck sudah bangun.

Masalahnya, Mark belum berhasil menggoreng telur untuk sarapan.

"Apa yang kau lakukan di dapurku? Sepertinya kau membuang stok telurku..."

Mark mundur selangkah ketika Donghyuck mendekat dan melihat miris ke arah wajan.

"Dan lagi.. kenapa kau memasak? Kupikir kau sudah pergi..."

Mark menatap pada Donghyuck sendu. Tidak apa, lagipula memang tidak mungkin menghapus kenangan buruk bertahun-tahun hanya dengan sikap baik beberapa hari.

"Sudahlah, biar aku yang memasak.. tampaknya kau lapar, Jung?"

Mark mengerjap, hatinya berdenyut mendengar panggilan Jung yang kembali tersemat.

"Oh, tidak aku.. tidak lapar..."

"Lalu kenapa memasak?"

"Hmm aku ingin membuatkanmu sarapan..."

"..."

"Ah, ya aku tidak mengira jika memasak itu sesulit ini.. minyaknya panas sekali..."

Donghyuck tidak berkomentar, namun matanya menatap tajam pada pria di depannya kala jemari Mark menyentuh lengannya.

"Maaf... aku bahkan tidak pernah menghargai masakanmu.. aku mengabaikan semua usahamu, tidak mengindahkan makanan yang pasti susah payah kau buat untukku selama ini... aku... minta maaf Haechan...."

HEAVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang