Part 10

2.5K 141 3
                                    

Saliya baru sampai di kampusnya, setelah berhasil membelah kemacetan di hari senin pagi yang menyebalkan.

Pagi ini ada bimbingan pengajuan judul dengan Zain Malik KW. Dosennya meminta Saliya untuk menemuinya sebelum kelas di mulai.

Kali ini Saliya memilih outfit seperti biasanya, rupanya gadis itu merasa trauma mengenakan rok span. Saliya bahkan hanya memoles liptin tipis tanpa acara make up seperti sebelumnya.

Dia berdiri di depan pintu ruang dosennya. Mengetuknya sambil mengucap salam. Suara dari dalam memintanya masuk.

"Pagi, Pak. Saya Saliya mahasiswa bimbingan Bapak."

Lelaki itu hanya mengangguk dan mempersilakan duduk.

"Duh, kok grogi ya..." Ucap Saliya lirih.

Saliya lalu menyerahkan map berisi file beberapa judul skripsi yang ingin dia ajukan.

Kini dari jarak kurang dari 50 cm Saliya dapat menatap keindahan ciptaan Tuhan.

Siapapun bangunkan Saliya dari mimpi!

Mengapa ada manusia setamvan ini?
Terlalu sempurnah kawan!
Sepertinya dia akan menceritakannya kepada Arlan.

Ah! Tapi kalau Arlan marah gimana!
Gatau kenapa malah Saliya jadi merasa tak enak hati.

Kini lelaki usia 30 tahun itu tiba-tiba mengernyit, mencoba memahami beberapa judul yang tertulis disana.

"Kamu sudah yakin dengan judul ini?" Tanya Zain Malik KW, tanpa menatap Saliya.

"Emm... Iya, mungkin." Jawabnya ragu. Lelaki itu menatap Saliya sekilas dengan tatapan dingin yang tajam, lalu melempar mapnya ke meja di depan Saliya. Membuat gadis itu terkejut bukan main.

"Saya mau yang spesifik. Kamu bisa mencari referensi pada judul skripsi terbaru. Bukan malah judul skripsi kuno seperti ini. Terlalu pasaran!"

"I.. Iya Pak." Kenapa Saliya jadi menciut begini sih. Kemana Saliya yang garang?

"Kalau kamu mau lulus segera, kamis saya tunggu di sini. Saya tidak suka mahasiswa pemalas yang menunda-nunda lulus." Ucapnya lagi, sambil lalu karena harus segera masuk ke kelasnya.

Saliya mencebik sebal, kenapa nasibnya buruk sekali. Bukankah harusnya dosen baru itu lebih baik?

Akhirnya Saliya hanya menyeret langkahnya menuju kelas. Sialnya jadwal yang harus dia ulang adalah kelas lelaki yang baru saja ia temui.

Saat membuka pintu kelas, Arlan duduk di bangku pojok, seperti biasa di kelilingi oleh para maba kinyis-kinyis termasuk yang kemarin melabraknya.

Saliya mencebik "Kesenangan banget di pepet Maba kinyis-kinyis. Emang dasar buaya."

Lalu saat Saliya mendaratkan bokongnya ke bangku satu-satunya yang tersisa tepat di depan meja dosen. Lelaki yang baru saja ia temui masuk ke dalam kelas.

Tatapan memuja ke Arlan berpindah kepada lelaki dihadapan Saliya.

Sepertinya Arlan akan punya saingan nih!

Rupanya bukan hanya Saliya yang menatap lelaki di hadapannya dengan  iler yang kemana-mana.

"Pagi..." Ucapnya dingin. Namun dibalas dengan keriuhan mahasiswi yang pada kecentilan kepada dosen muda itu.

Termasuk Saliya.

Kini giliran Arlan yang mencebik di tempatnya.

"Dih! Keganjenan banget sumpah!"

"Kalian bisa panggil saya Pak Dikta. Selamat datang dikelas saya. Saya tidak suka mahasiswa yang pemalas. Apalagi sampai mengulang di kelas saya." Tekannya kali ini sambil menatap ke arah Saliya.

Saliya mencebik lirih, kekesalan di ruang dosen beberapa menit lalu belum luntur ditambah sindirannya barusan.

Untung ganteng, kalau gak udah gua sleding.

Satu jam rasanya setahun, Dikta mengajar dengan penuh tekanan. Saliya yang biasanya bebas mengantuk, rasanya hilang kantuk seketika. Tidak ada kesempatan untuk sekadar menguap atau meregangkan tubuhnya.

"Kegiatan hari ini saya akhiri, kita ketemu lagi minggu depan." Ucap lelaki itu sambil berlalu dari mahasiswanya yang masih menatap penuh puja.

"Ya ampun.. Kok ada ciptaan Tuhan setampan itu?" Ucap salah satu maba yang bukan termasuk cegil Arlan.

"Mana cool lagi... Ahhh... Bikin betah lama-lama di kelas."

"Ya... Kan... Gua butuh oksigen, ga bisa diginiin... Terlalu memukaww." Sambut lainya lebih lebay.

"Paan sih! Gantengan juga Arlan, ya kan." Sahut lainnya yang diangguki para cegil Arlan. Arlan melotot sempurna, menatap tidak percaya. Kok ada ya, anak baru gede bisa senyeplos itu?

"Gak ya! Pak Dikta seribu kali lebih tampan!" Ucap lainnya saling debat kusir.

Arlan mengabaikan perdebatan tidak penting itu, lalu menghampiri Saliya yang terlihat tidak bergairah.

"Kantin yuk!" Ajaknya. Saliya malas-malasan mengikuti langkah Arlan.

"Wah! Juminten beneran menang start!" Sayup-sayup Saliya masih bisa mendengar ucapan salah satu maba kinyis-kinyis.

"Kok habis ketemu mas Crush malah lesu gini sih?!" Tanya Arlan sambil mensejajarkan langkah Saliya.

Saliya tidak berkomentar apapun, dia malah menghentikan langkahnya.

"Loe ada jadwal lagi ga?" Tanya Saliya.

"Hah!" Arlan masih mencoba mengkoneksikan pikirannya.

"Oh, enggak ada sih!" Lanjutnya.

"Bawa gue pergi kemana aja loe mau, Ar! Please!" Ucap Saliya sambil menyerahkan kunci motornya.

"Okay, ke KUA ya. Syiap!"

"Arlan, Ih!" Saliya kini bersungut-sungut, Arlan sudah tertawa keras.

"Okay Ke Cafe gua mau?" Dengan malu-malu Saliya mengangguk.

Emang boleh teman seperhatian itu, Arlan?

****

Be With You (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang