2) Alasan

36 6 10
                                    

Kimi bukanlah anjing yang menyeramkan. Itulah salah satu hal yang dapat Embulono simpulkan. Bobot hewan tanpa bulu itu bisa jadi lebih besar, tapi Kimi betul-betul ramah. Jadi, mengapa Embulina mendadak pergi? Atau, ia tadi secara tak sadar menyinggung Embulina? Di sisi lain, ia paham dengan sikap si kucing putih yang sukar akrab dengan kenalan baru.

Sesampainya Embulono di taman, ia memutuskan untuk duduk menghadap arah angin berasal. Ia tahu sang pacar juga berada tak jauh dari sana, hanya saja ia memilih untuk menunggu.

"Jadi, apa yang ingin kau ceritakan?" tanya Embulina yang kini duduk di sampingnya. "Paopao kembali berulah? Loto sudah beranak?" Tidak seperti Embulina, Embulono memiliki beberapa teman yang juga tinggal dalam rumah yang sama. Paopao si landak mini dan Loto sang marmot.

Embulono menjawab seraya memejamkan mata, masih menikmati sapuan angin dari utara. "Paopao sempat sakit. Loto belum beranak, tapi ia akhir-akhir ini sulit tertidur. Ha. Lucu sekali. Kau tahu, Loto sempat bermimpi aku memenangkan kontes kecantikan! Hahaha."

Embulina awalnya mengernyit bingung, tapi kemudian turut tertawa hingga kedua matanya terpejam. "Yang benar saja! Mengikuti kontes sih mungkin, tapi kalau menang ... sejujurnya aku ragu."

"Yaaa kau lebih layak memenangkan kontes kecantikan." Ono berucap seraya mengerlingkan mata. "Kau kan cantik."

Kucing dengan nama lahir Lina itu memutar mata. "Dasar gombal. Kontes kecantikan kucing tidak hanya diperuntukkan bagi kucing betina, tahu. Berbeda dengan kontes kecantikan manusia. Lagi pula, kucing seperti kita sama-sama punya kemungkinan kecil untuk memenangkan kontes semacam itu." Kali ini ia memutar tubuh seraya berjalan ke arah barat. Ono pun mengikuti.

Di antara mereka berdua, Embulono hampir selalu mendominasi percakapan. Sebaliknya, Embulina memang lebih senang mendengar. Seperti halnya kali ini; Ono menceritakan tentang tuannya yang mulai gemar memakan lebih banyak sayuran. Sesekali Lina menimpali, tetapi lebih sering menggumam singkat sebagai tanggapan. Keduanya begitu serasi sekaligus saling melengkapi.

"Lina ...."

"Ya?"

"Boleh aku bertanya sesuatu?" Ono bertanya sesampainya mereka di hadapan sebuah kolam air mancur. Sebuah objek yang kerap mereka perhatikan-entah selagi bercakap-cakap atau merenungkan sesuatu. Kendati terdapat banyak ikan di dalam kolam, keduanya tak sedikit pun berminat untuk memangsa.

Embulina mengedip pelan. "Hm. Tentu saja."

"Kenapa kau enggan berkenalan dengan Kimi? Dia sepertinya baik ... dan mungkin akan menjadi kawan baik kita. Kawan baikmu, barangkali."

Lina lantas menyempatkan diri untuk becermin melalui permukaan kolam.

Anjing tak berbulu. Kombinasi warna putih, cokelat, dan hitam.

Kesemua itu mengingatkannya pada pengalaman yang masih bersarang di benaknya.

○●○

"Hei, kubilang tunjukkan padaku seluruh kemampuanmu!" Detik berikutnya, taring demi taring si anjing cokelat kembali terlihat.

Clak. Kain itu kini telah merembes sepenuhnya ke dalam kubangan.

Embulina memejamkan mata rapat-rapat. Bayangan tuannya memasukkan berbagai kain ke dalam mesin cuci, menjemur sembari bersenandung riang, serta kala menggunakan sapu tangan itu ketika mengelap keringat berkelebat dalam ingatannya. Demi kumis kucing Sphinx, ia hanya memiliki satu kesempatan untuk membawa pulang sapu tangan itu.

Embulina terlampau sibuk dalam lamunan kala sang anjing melangkah mendekat ke arah kucing malang itu, inci demi inci.

Detik kemudian, suara halilintar mengagetkan keduanya. Awalnya terlihat cahaya di bentangan langit, disusul suara yang membuat kedua hewan itu refleks memejamkan mata. Gemuruh demi gemuruh menyusul kemudian.

Embusan napas berat lolos dari hidung si galak. "Awas kau kalau berkeliaran lagi di daerah kekuasaanku!" Anjing itu lalu berlari ke arah timur sebelum menghilang di balik tikungan.

Bukannya Embulina tak takut air. Selama ini ia hanya bersahabat dengan air hangat, tidak seperti air hujan yang dingin dan kerap membuatnya bergidik. Kucing kecil itu maju selangkah demi selangkah di tengah gerimis yang menerpa. Uh, kain basah ini jadi semakin berat, keluhnya. Kendati demikian, ia menggigit kain itu sebelum kembali pulang.

Satu hal yang pasti, Embulina saat itu merasa terselamatkan oleh sang petir.

Embulina yang sekarang memanglah jauh lebih tegar daripada dirinya yang dulu, tapi sebagian dari dirinya masihlah meragu. Akankah ia tak gentar seandainya menghadapi anjing tak berbulu yang dulu ia anggap galak? Atau justru sebaliknya?

Kalaupun ia kini lebih berani, lalu mengapa ia tetap enggan melewati jalur pertigaan; tempat kenangan pahit itu terjadi? Mengapa pula ia menjauh ketika melihat Kimi, alih-alih tak terganggu?

Jauh di lubuk hatinya, Embulina merasa lega karena Embulono menanyakan perihal Kimi, mengingat faktanya ada hal gawat yang tengah ia tutup-tutupi. Akankah Embulono segera menyadarinya?

Embulina kembali menatap pantulan dirinya di permukaan air kolam. Ada alasan mengapa ia menjawab pertanyaan sang pacar tanpa membalas tatapan si kucing jantan.

Curcol penulis:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Curcol penulis:

Hai! Selamat datang kembali di cerita ini. Btw, sebelumnya aku hanya memperbaharui banner penutup. Maaf agak lama update karena satu dan lain hal (karena niatnya terbit seminggu sekali huhu). Doakan ke depannya lancar yaaa.

Oh ya, gambar di media itu sedikit gambaran kemiripan ras si anjing galak dan Kimi. Gimana menurut kalian?

Oh ya. Aku juga sekalian ingin berterima kasih pada para beta reader cerita ini (versi sebelum publish) yaitu kakak-kakak DiniAfiandri DevinaKwan MADAMHEY13 dheaqonita_ thomasadambee princexeno TheresaSidharta, dan Helonawff

Tak lupa juga terima kasih untuk semua teman-teman yang membaca cerita ini di wattpad ✨️🥰

Embulina & Embulono: Bulu KesayanganWhere stories live. Discover now