-prolog-

88 15 5
                                    

Kalau ada orang yang tidak menyukai sesuatu yang menjadi kesayangan semua orang, maka orang itu dianggap aneh. Dan jika seseorang menyukai hal yang dianggap orang umum tidak layak disukai, ia akan dianggap semakin aneh. Jadi sebenarnya apa alasan semua itu? Stigma?

Risa menggeleng, tangannya mengelus lembut lain berbahan satin dengan nada hijau itu. Dia menyukainya—jika saja cuttingan dress itu tidak terlalu terbuka.

Langkahnya berpindah mendekati baju yang digantung di seberangnya. Baju dengan renda di dadanya, sangat lucu. Warnanya putih. Tapi saat Risa melihat bagian belakangnya, dia menggeleng. Terlalu turun, ia bisa membayangkan punggungnya akan terekspose begitu banyak jika ia mengenakan pakaian itu.

Ia menoleh ke arah lelaki yang menemaninya belanja pakaian. Keola Duncan Fabrizio Wiryaputra. Sosok dengan tinggi hampir 180 cm itu sibuk dengan gadgetnya, senyumnya kadang muncul. Sama sekali tak menaruh atensi pada sang pacar yang  berdiri tidak jauh darinya itu.

"Keo, aku selesai. Ga ada yang pas buatku, bajunya terbuka semua."

Mendengar itu, si pemilik nama melirik tanpa emosi pada sang perempuan. Ada gurat tidak suka yang terkandung pada nada bicaranya.

"Buang-buang waktu gue aja. Tau gitu gue ga ikut."

"Tapi kamu yang ngajak aku jalan, Keola."

Pria itu berbalik dan melangkah keluar dari toko pakaian yang lumayan populer itu, meninggalkan Risa yang berlari kecil mengejarnya.

"Keola, maaf!"

Tapi bisu, tak ada respon apapun dari lelaki itu. Bak orang asing, Keola masuk ke dalam lift dan menekan ko tombol lantai terbawah tanpa menunggu Risa sampai. Wajahnya masam, "Lo bikin gue muak."

Jika kalian berada di posisi itu, mungkin kalian akan memarahi Keola sehabis habisnya. Tapi Risa tidak akan pernah melakukannya, dia terlalu mencintai sosok itu.

Baginya bersama Keola adalah anugerah terindah. Risa selalu meyakinkan dirinya bahwa Keola merupakan cinta sejatinya. Mungkin terdengar klise, tapi sungguh, Risa hanya mau Keola saja. Tidak dengan yang lain.

Saat ini, ia turun dengan eskalator. Berharap akan menemukan sang kekasih di lobby mall atau mungkin di depan lift. Perempuan itu menoleh kesana kemari, mencari sosok itu.

Dengan sabar ia menunggu di depan lift, menanti dengan pengharapan yang besar. Risa berjanji pada dirinya sendiri jika ia akan meminta maaf atas kesalahan yang ia buat tadi.

Harusnya dia tidak sembarangan bicara, Risa menyesalkan tindakannya yang tanpa memikirkan akibat kedepannya.

Lama menanti, Risa tak kunjung menemukan raga tegap yang begitu ia cintai itu. Tidak jemu jemu, ia masih berdiri di tempat yang sama selama tidak kurang dari 15 menit.

"Apa Keo ke kamar mandi dulu?"

Risa mengecek ponselnya, siapa tahu Keola mengabarinya. Tapi tidak ada satu notifikasi pun yang berasal dari nomor cowok itu. Perempuan itu mendekati bangku dekat dengan pintu lobby. Melanjutkan sesi menunggu dan sesekali ia membuka gawainya.

Beloved🫶

Keola, aku tunggu kamu di Deket lobby ya.
Maaf soal yang tadi, aku nyesel asal ngomong.

Pesan singkat itu bertahan dengan tanda centang satu selama beberapa saat. Risa menatap ujung sepatunya yang kelihatan hampir mengelupas, ini pasti akibat dia sering lari-lari menuju ke fakultas Keola yang letaknya ada di seberang jalan dari gedung tempatnya bekerja.

Beloved🫶
Gw udh balik
Beloved🫶
Basi Lo ngomong gt

Perempuan itu tampak terkejut, ia menghela napas dan meminta maaf lagi pada Keola. Setelahnya, Risa berdiri dan memesan taksi online untuk pulang.

Mungkin besok pagi dia akan mencoba minta maaf lagi, semoga suasana hati lelaki itu sudah lebih baik.

-
Tbc.

The Way I Loved You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang