Perkataan Menyakitkan Dari Ibu Mertua

15 12 4
                                    

Pagi ini Azzalea membuka mata dengan malas. Rasanya masih mengantuk sekali, tapi perutnya yang lapar membuat dia terpaksa harus bangun.

Subuh hari tadi Lea sudah bangun, bukan karena rajin tapi karena paksaan dari Zayn. Suami tampannya itu memaksa Lea untuk bangun dan shalat subuh berjamaah. Lea sudah menolak bahkan merengek karena dia sangat mengantuk, tapi tetap saja Zayn memaksa bahkan dia menyeret Lea masuk ke dalam kamar mandi.

Ah, rasanya jika mengingat hal itu dia masih sangat kesal saat ini.

Lea menoleh ke arah jam dinding yang berdetak di atas meja kerja Zayn. Sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Pantas saja dia sudah merasa gerah dan lapar.
Kaki jenjangnya yang putih mulus langsung turun ke bawah menapak lantai yang terasa dingin tapi bersih dan harum.

Dia memandang kamarnya yang sudah rapi, terkadang dia heran melihat suaminya itu. Bukan hanya taat, tapi Zayn juga sangat rajin.

Seperti biasa, setelah selesai membersihkan diri Lea berjalan keluar kamar untuk ke dapur. Dia menemukan Zayn yang sedang duduk dan minum teh di meja makan kecil rumah kita.

“Sudah bangun?” sapa pria itu, tetap dengan wajah teduhnya seperti biasa.

Lea tidak menjawab, dia hanya mengerucutkan bibirnya sekilas dan menarik kursi untuk duduk di hadapan Zayn.

Seperti seorang putri yang setiap hari dilayani, Zayn langsung menyerahkan roti bakar dan juga teh Hijau yang sudah dia buat ke hadapan Lea.

“Kenapa cuma makan telur rebus?” tanya Lea memandang satu butir telur yang tersisa di piring Zayn.

“Saya suka, lagipula tidak sempat mau memasak lagi. Saya sudah harus berangkat ke klinik. Pagi ini ada pasien,” ungkapnya.

Lea hanya mengangguk saja dan mulai menikmati sarapannya. Bahkan, dia menaikkan satu kakinya dan makan begitu santai.

“Tidak ada pakaian lain yang lebih baik dari ini?”

Pertanyaan Zayn membuat Lea memandangnya dengan bingung, bahkan dia langsung menoleh memandang penampilannya. Hanya memakai kaus ketat dan juga celana hotpants hingga hampir sebagian paha mulus itu terpampang nyata.

“Kalau kita hanya berdua, tidak masalah. Tapi kalau ada yang datang bagaimana?” tanya Zayn.

“Kenapa memangnya? Ini udah ketutup kok, lagian udah nyaman juga.” Lea terlihat begitu acuh, sementara Zayn hanya menggeleng saja.

Sepertinya dia memang harus mengubah Lea sedikit demi sedikit.

“Saya pergi dulu, nanti siang kamu bisa beli makanan sendiri kan. Saya lihat di depan jalan ada tempat makan,” Zayn berucap sambil mengeluarkan dompetnya. Mengambil beberapa lembar uang dari dalam sana dan menyerahkannya pada Lea.

“Ini untuk membeli kebutuhan kamu. Saya hanya punya uang cash segitu. Untuk kebutuhan rumah, itu urusan saya,” ungkap Zayn.

Mata Lea langsung melebar memandang beberapa lembar uang itu. “Ini beneran untuk saya?” Dia meraih uang itu dengan wajah yang sangat berbinar.

“Iya,” Dokter Zayn hanya menjawab singkat. Dia cukup lucu menandang wajah Lea yang terlihat senang sekali diberi uang.

Beberapa hari ini dia memang tidak memberi apapun pada Lea. Bahkan untuk mengaturnya pun tidak. Zayn masih terus berusaha untuk meyakinkan hatinya, hingga sekarang ketika hati itu sudah yakin, dia akan memulai semuanya dengan baik.

“Wah terima kasih, dokter. Ini banyak sekali,” gumam Lea sambil memeluk uang itu dengan sangat senang.

Mencari uang itu sangat sulit, bahkan dia harus rela direndahkan dan diremehkan oleh orang-orang hanya karena dia bekerja di tempat hiburan malam. Rela tidak tidur sampai pagi, dan harus rela dicap sebagai gadis liar.

Menyakitkan. Dan sekarang, mendapatkan uang dengan cuma-cuma hanya karena menjadi istri dari seseorang, ah tentu itu adalah hal yang menyenangkan.

Dokter Zayn hanya geleng-geleng kepala saja melihat Lea. Tapi jujur, meski belum memiliki perasaan apapun, tawa dan senyum Lea membuat dia merasakan kebahagiaan tersendiri.

Setelah kepergian dokter Zayn, Lea kembali sendiri di rumah. Seperti biasa, tidak ada yang dia lakukan di rumah itu. Hanya duduk dan menonton televisi, dan sesekali bermain ponsel.

“Ah bosan, lebih baik aku keluar dan mencari Omar.” Dia langsung beranjak dari tempat tidur.

Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan temannya itu. Omar pasti menggerutu karena beberapa hari ini Lea tidak memperbolehkan dia untuk datang ke rumah dokter Zayn.

Hanya memakai jaket Hoodie dan hotpants nya, sedikit parfum dan juga lipbalm, Lea sudah terlihat cantik.

Namun, baru saja membuka pintu dia langsung dikejutkan dengan kedatangan orang tua dokter Zayn. Bu Sarah sudah ada di depan pintu dengan paper bag besar di tangannya, sedangkan Tuan Aji hanya menunggu di dalam mobil. Tidak tahu kenapa dia tidak ingin masuk.

‘Gawat, mereka belum pulang? Kenapa malah kemari lagi sih,’ gerutu Lea dalam hati.

Bu Sarah memperhatikan Lea dari ujung kaki hingga ujung kepala. Wajahnya terkesan sinis, kaku dan juga nampak sangat tidak menyukai Lea.

“Mau kemana kamu?” tanyanya.

“Mau keluar.”

“Dengan pakaian seperti ini?”

Lea langsung menoleh penampilannya sendiri. Lagi-lagi ibu dan anak ini bertanya seperti ini. Kenapa memangnya dengan penampilan Lea. Ini sudah sangat tertutup untuk Lea yang selama ini lebih menyukai memakai tangtop saja.

“Udah ada izin Zayn?” Lagi dan lagi Bu Sarah mencecar Lea dengan berbagai pertanyaan.

Lea menggeleng pelan. Dia seperti sedang diintimidasi sekarang. Sialan sekali.

Bu Sarah langsung menggeleng pelan. “Masuk kamu!”

“Tapi saya mau pergi, Bu.”

“Masuk!” bentak Bu Sarah. Tentu saja Lea langsung terkesiap. Dia menghela nafas dan langsung berbalik badan masuk ke dalam rumah. Diikuti oleh Bu Sarah.

“Berapa umur kamu?” Tiba-tiba wanita paruh baya itu bertanya ketika mereka sudah duduk di sofa.

“22 tahun,” jawab Lea dengan singkat.

“22 tahun tahun, masih muda tapi sama sekali tidak tahu adab.”

Deg

Lea langsung tertegun mendengar itu. Kenapa perkataannya itu terdengar menyakitkan sekali?

“Kalau kamu mau jadi istri putra saya, harusnya kamu bisa berubah menjadi lebih baik. Bukannya masih seperti ini. Kamu mau membuat putra saya berdosa dan malu dunia akhirat?”

Lea masih terdiam, harus menjawab apa dia? Dia tidak tahu apa maksud ibu dokter Zayn ini.

“Jujur saja, saya cukup kecewa dengan pilihan putra saya untuk tetap mempertahankan kamu. Apalagi saya sudah dengar semua berita tentangmu di sini. Sungguh miris,” Bu Sarah terlihat menggelengkan kepalanya.

Sedangkan Lea hanya bisa menunduk dan menggigit bibir menahan sesak.

“Entah dosa apa yang putra saya lakukan hingga bisa mendapatkan perempuan yang bahkan tidak mengerti apapun.” Wanita itu terus saja mencecar berbagai perkataan yang terasa mengiris hati. Hingga membuat Lea ingin menangis rasanya.

Dia tidak memaksa dokter Zayn untuk mempertahankan pernikahan ini. Dia sudah meminta untuk berpisah. Tapi lelaki itu yang tidak mau. Lalu, salahnya dimana?

“Jika memang mau menjadi istrinya, ubah penampilan mu itu. Pakai ini,” Bu Sarah menyerahkan paper bag yang dia bawa ke arah Lea. Bukan menyerahkan, tapi lebih tepatnya sedikit melemparkan ke sofa tepat di samping gadis itu.

Dia beranjak, masih memandang Lea dengan pandangan tidak sukanya.

“Jika dalam satu bulan lagi kamu tidak berubah, maka jangan harap kamu bisa terus memanfaatkan anak saya.”

Deg

Azzalea (Cinta Diujung Senja) || Segera TerbitWhere stories live. Discover now