Maafkan Saya

8 7 0
                                    

Zayn memandangi Lea yang sudah tertidur. Bahkan ketika tidur pun air mata itu masih keluar dan membasahi bulu mata lentiknya. Untuk yang kesekian kali Zayn menarik nafas dalam-dalam, beristighfar di dalam hati agar bisa mendapatkan sedikit ketenangan.

Dia merasa bersalah karena sudah berbuat kasar, dia merasa gagal menjadi seorang suami. Meskipun dia tahu jika ini masih baru untuk mereka menjalani rumah tangga.

Zayn beranjak, dia berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Mungkin dengan melaksanakan shalat hatinya bisa kembali tenang dan berpikir dengan jernih. Bayangan tubuh Lea yang terbuka dan ditonton oleh banyak orang masih membuat dia merasa sesak.

Hingga akhirnya, di tengah malam yang sudah hampir dini hari itu, Zayn melaksakan shalat sunahnya. Berdzikir sebanyak-banyaknya dan tentunya meminta ampunan untuk dia dan untuk Lea.

Lea membuka mata, terlihat sangat sayu dan sembab. Pandangan pertama yang dia lihat adalah suaminya yang masih duduk di atas sajadah dengan mata yang terpejam dan bibir yang terus bergumam. Jemari lentik itu tidak berhenti memainkan bulir tasbil.

Hati Lea menghangat, tapi dia juga merasakan kesedihan kembali. Bahkan matanya kembali berair.

Lea membalikkan tubuh, menghadap ke arah lain seiring dengan air mata yang mengalir.

Hatinya sedih, bukan sedih karena dokter Zayn yang masih terus mempertahankan rumah tangga mereka. Tapi hati Lea sedih karena mengenangkan perbedaan mereka yang sangat tinggi.

Dia hanya wanita murahan, tapi kenapa Tuhan memberikan dia seorang suami bak malaikat seperti ini?

“Jangan menangis lagi.”

Tiba-tiba suara lembut itu membuat Lea tertegun. Dia tidak beralih hanya tangannya yang mengusap air mata itu.

“Saya minta maaf karena sudah berbuat kasar sama kamu tadi,” ucap lelaki itu. Dia duduk di sisi ranjang dan masih terus memperhatikan Lea yang tidak ingin beralih.

“Saya hanya marah, saya tidak suka istri saya di lihat banyak orang. Jelas saya cemburu,” ungkapnya.

Lea tertegun, hanya Isak tangisnya yang terdengar. Bibirnya memang tidak mengatakan apapun. Tapi sungguh, hatinya penuh dengan pertanyaan, kenapa bisa cemburu? Pada orang sepertinya pula.

“Azzalea,” panggil dokter Zayn dengan begitu lembut.

“Saya suami kamu, mulai sekarang tolong ya, turuti perkataan saya. Jangan dengarkan perkataan orang-orang lagi. Saya tidak mempermasalahkan tentang masa lalu kamu, tapi yang jelas, saya hanya ingin kamu berubah.”

Zayn mengusap lengan Lea dengan lembut, dia tersenyum memandang istrinya yang masih tidak mau melihat ke arahnya. “Maafkan saya untuk hari ini, tapi mulai besok saya berjanji akan menjadi suami yang baik untuk kamu dan tidak akan membiarkan kamu kesulitan dan bersedih lagi.”

Deg

Jantung Lea serasa di remas sesuatu mendengar itu.

“Dokter…” Lea memanggil dengan Isak tangis yang berusaha dia tahan. “Kita berbeda.”

“Tidak ada yang berbeda, saya juga cuma manusia yang banyak dosa dan masih banyak belajar. Kita sama,” jawab lelaki itu.

“Tapi ibu dokter tidak merestui hubungan kita.” Kali ini Lea membalikkan tubuhnya dan memandang ke arah dokter Zayn dengan wajah yang basah.

Lelaki itu tersenyum teduh. Dia mengusap wajah basah itu dengan lembut. “Insyaallah, suatu hari nanti, ibu pasti akan merestui hubungan kita,” ucapnya.

Mata Lea mengerjap, memandangi wajah tampan yang begitu yakin itu. Padahal dia tidak tahu jika ibunya datang dan mengatakan sesuatu yang sangat menyayat hati.

“Jangan pikirkan apapun. Sekarang istirahat, dan besok, kita mulai semuanya dengan hal yang baik,” ujar dokter Zayn.

Lea tidak menjawab, dia hanya terdiam dan menundukkan pandangannya.

Entahlah, dia bingung harus mengatakan apa. Dokter Zayn sama sekali tidak ingin melepaskannya, dan masih tetap mempertahankan dia meski sudah melihat bagaimana pekerjaan Lea dan juga penampilannya saat di cafe.

Apakah ini memang jalan hidupnya? Bersuamikan seseorang yang sangat tinggi? Atau ini adalah teguran dari Tuhan agar Lea bisa bertaubat dengan perantaraan dokter Zayn?

..

Keesokan harinya, Lea bangun seperti biasa. Dan seperti biasa pula dia tidak melihat lagi dokter Zayn di kamar itu.

Semua masih sama, hanya saja yang berbeda adalah, dimana pakaian yang biasa Lea gunakan?

“Kemana? Kok gak ada?” Lea membongkar semua tasnya, lemari kecil mereka dan tentunya semua isi kamar itu. Dia bahkan hanya menggunakan jubah mandi saja saat ini.

“Kok ilang?” Lea kembali bergumam. Yang tergantung di lemari hanya pakaian-pakaian muslimah yang dibawa oleh ibu dokter Zayn kemarin. Dan pakaian Lea? Kemana?

“Dokter!” Lea berseru kuat sambil berjalan keluar kamar. Berjalan dengan langkah kesal menuju dapur dimana suami tampannya itu masih membuat sarapan di sana.

“Dokter!” seru Lea kembali.

“Iya, kenapa?” tanya dokter Zayn, tanpa merasa bersalah dan tentunya tanpa berbalik pula. Dia masih memasak nasi goreng seafood. Aromanya terasa sangat harum dan lezat.

“Pakaian saya kemana? Dokter buang ya?” tanya Lea dengan wajah yang mengerucut kesal.

“Tidak,” jawab lelaki itu.

“Jadi kemana?”

“Sudah saya kumpulkan, mau saya bagikan ke orang-orang,” jawabnya begitu santai.

Lea sampai terperangah mendengar itu. “Dokter yang benar aja. Jadi saya pakai apa?”

Lea terduduk dengan lemas di kursinya. Wajahnya syok dan tertekan. Tapi dokter Zayn malah tersenyum sambil meletakkan dua piring nasi goreng ke atas meja. Tepat di hadapan Lea.

“Kan ada pakaian di dalam lemari. Itu pakaian kamu, mulai hari ini kamu pakai itu ya,” ujarnya.

“Hah?”

“Biar semakin cantik.” Dokter Zayn mengusap pucuk kepala Lea dengan lembut, dan langsung beralih untuk membuat teh hijau mereka seperti biasa.

“Ish, mana bisa gitu. Kan cuma di rumah doang, masak iya pakai pakaian untuk pengajian,” protes Lea.

“Jangan membantah, Azzalea.”

Lea mendengus kesal, bahkan wajahnya semakin tertekuk saat ini. Memandangi nasi goreng buatan dokter Zayn dengan dada yang bergemuruh.

“Sudah ayo sarapan, setelah ini kita pergi,” ujar dokter Zayn. Dia menyerahkan segelas teh pada Lea dan langsung duduk di hadapan gadis itu.

“Kemana?” tanya Lea dengan malas.

“Membayar semua hutang kamu.”

Deg

Lea langsung terkesiap mendengar itu. “Hah? Dokter serius?”

“Iya,”

“Tapi itu sangat banyak, Dokter,” Lea memandang Zayn dengan sedikit getir dan tidak nyaman.

“Berapa banyak?” tanya lelaki itu sebelum akhirnya di meminum tehnya.

“100 juta lagi,” jawab Lea, terdengar pelan.

Bukannya terkejut, tapi dokter Zayn malah tersenyum dan mengangguk pelan. “Alhamdulillah, saya ada sedikit tabungan. Dan itu cukup untuk membayar hutang kamu. Jadi mulai sekarang, kamu tidak perlu lagi memikirkan semua itu.”

“Tapi…”

“Azzalea, jangan pikirkan apapun. Kamu istri saya sekarang, dan semua tentang kamu menjadi tanggung jawab saya. Termasuk hutang-hutangmu.”

Lea langsung terdiam mendengar perkataan dokter tampan ini. Bukannya senang, tapi dia malah merasa terbebani.

Azzalea (Cinta Diujung Senja) || Segera TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang