|| 50 | Keputusan Yang Masih Menjadi Angan ||

710 42 5
                                    

Nava menyiapkan sarapan untuk suaminya, wanita itu terlihat sangat cekatan dalam melakukan semuanya.

"Kamu ngga sarapan?" tanya Dero saat melihat Nava yang sibuk menyiapkan sarapan untuknya.

Nava menggeleng pelan, "Nanti aku sarapan di rumah Aya."

Kepala Nava yang tadi tertunduk perlahan terangkat menatap Dero yang sedang menatapnya datar. Tangan wanita itu terangkat menunjuk sudut meja.

"Bekel kamu udah aku siapin, semuanya ada di sana, tas kerja kamu juga ada di sofa ruang tamu," jelas Nava kepada suaminya itu, "aku mau ke rumah Aya."

"Buat apa kamu ngurusin anak haram itu? Dia pasti sama-sama menyusahkan seperti ibunya," hina Dero dengan wajah tak suka yang sangat ketara, tersirat amarah yang teredam di wajahnya.

Nava yang tadi sudah melangkah sontak berhenti mendengar hal itu, tak dapat di pungkiri hatinya sangat sakit mendengar hal itu.

"Mas, kalo kamu emang ngga mau kembali seperti dulu cukup jadi orang asing aja," ucap Nava dengan nada lirih, "bertingkah kaya orang asing seolah kamu ngga tau apa-apa, itu lebih dari cukup buat aku sekarang."

Melihat keterdiaman Dero, Nava lantas membalikkan tubuhnya kearah sang suami. Dilihatnya Dero yang menatap marah kearahnya.

"Aku bener-bener udah capek buat bujuk kamu, Mas, aku udah kehilangan cara gimana supaya kamu bisa kembali seperti dulu, seenggaknya untuk sebentar aja, aku pengen Aya senyum kaya dulu lagi, tapi kamu benar-benar ngga bisa," ungkap Nava, suara wanita itu bergetar pelan begitupula dengan matanya yang tampak mulai berkaca-kaca.

Tangan Nava meremas sisi pakaiannya, "Aku ngga tau lagi harus kaya gimana, jadi aku minta tolong jangan pernah bicara hal-hal buruk tentang anak ataupun cucu aku, kalo kamu emang ngga bisa terima mereka, tolong jangan bertingkah seolah-olah kamu tau semua hal tentang mereka."

Nava menangkup kedua tangannya di depan dada, kepalanya tertunduk dengan mata yang terpejam erat.

Dero kehilangan kata-katanya saat melihat tubuh bergetar sang istri. Pria itu mengepalkan kedua tangannya lalu beranjak dari tempat itu tanpa menyentuh sarapan yang telah Nava siapkan.

Nava mengusap wajahnya kasar, matanya menatap nanar punggung suaminya yang perlahan menghilang.

"Aku ngga tau kalo ego kamu bakal setinggi ini, Mas," bisik Nava dengan senyum getir.

...

Inka melangkah keluar rumah ketika samar-samar mendengar ayahnya mengobrol dengan seseorang di luar. Pasti Raja sudah datang untuk menjemputnya, karena memang mereka berdua berjanjian untuk berangkat bersama.

Gadis itu mengernyit heran ketika melihat sebuah mobil asing yang terparkir di depan rumahnya. Dapat dilihat olehnya Fahri yang sedang mengobrol dengan seseorang.

Saat Fahri menoleh kearahnya, pria itu langsung tersenyum lebar. Inka menatap seorang pria asing yang berdiri di hadapan Fahri penasaran.

"Ah, Inka sini, nak," ajak Fahri dengan suara lembut sehingga membuat Inka melangkah menuju ayahnya itu.

Fahri merangkul bahu Inka lalu kembali menoleh kearah pria di hadapannya, "Rayanka, ini putri saya."

Tubuh Inka langsung menegang ketika mendengar nama itu. Bukan kah nama ini yang ayahnya sebut beberapa hari yang lalu?

Inka menatap ayahnya penuh tanda tanya, sehingga membuat Fahri tertawa pelan, "Rayan akan mengantar kamu ke kampus, karna sekarang dia sedang ada waktu luang jadi dia ambil kesempatan untuk mulai mengenal kamu."

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang