Extra Part 2

734 37 1
                                    

"Mama."

Senyuman hangat terukir di bibir pria yang memperhatikan langkah kecil putranya dari belakang. Putra kecilnya terlihat sangat bahagia saat menghampiri sang istri.

"Mama ... Kean udah punya banyak temen," adu Keandra sambil membungkuk memeluk nisan ibunya.

Kalandra ikut berjongkok di sebelah putranya kemudian ikut mengelus nisan yang sudah jauh lebih baik dari saat pertama kali.

"Hai ... aku kangen banget, Ay," ungkap Kalandra seraya memperhatikan nama yang terukir di sana.

Sudah tujuh tahun berlalu, bolehkah Kalandra bangga karena dirinya mampu bertahan selama ini?

Butuh berapa tahun untuk menyembuhkan rasa sakit kehilangan karena kematian? Satu tahun? Dua tahun? Bahkan menginjak tahun ketujuh, Kalandra masih menyimpan sakit yang sama.

Rasa sakit kehilangan bukan perihal tidak lagi bisa memandang wajah seseorang yang hilang, namun, saat kau mulai melupakan hal-hal kecil tentang orang itu.

Seperti suara, setiap malam Kalandra berusaha menggali ingatannya untuk mengingat bagaimana suara istrinya. Rasanya sangat menyakitkan, bahkan jauh lebih menyakitkan dari hari-hari pertama.

"Kean juga kangen Mama, Pa."

Suara kecil itu mampu membuat dunia Kalandra kembali, pria itu tersenyum sembari mengangguk.

"Ayo cerita tentang hari ini sama Mama, sayang," suruh Kalandra sambil mengelus rambut lebat putranya.

Keandra tersenyum senang, tangan mungilnya kembali mengelus nisan sang ibu, "Hari ini hari pertama Kean masuk sekolah, Ma. Kean senang, punya banyak temen, mereka juga senang temenan sama Kean, kan, Ma?"

"Pasti, sayang."

Keandra tertawa pelan mendengar ayahnya yang menjawab, anak laki-laki itu kemudian berjongkok seperti ayahnya.

"Tadi, Papa, Nenek, dan Kakek yang anter Kean ke sekolah, Kean senang di anter banyak orang," ucapnya sambil merentangkan kedua tangannya, "tapi, Kean juga mau di anter sekolah sama Mama, kaya temen-temen."

Kalandra menatap sendu putranya, keinginan kecil yang mustahil untuk Kalandra wujudkan.

Di tengah kesibukannya bekerja, Kalandra selalu berusaha untuk menemani tumbuh kembang putranya. Kalandra berusaha agar Keandra tidak merasa sendirian, walaupun di bantu oleh Lana, Kalandra tidak ingin putranya kehilangan figur seorang ayah.

Namun, dirinya saja tidak cukup, putra kecilnya masih sangat membutuhkan ibunya. Kadang, Kalandra takut saat Keandra menginjak dunia baru anak itu akan mulai menanyakan hal seperti ini.

Benar saja, semua ketakutan Kalandra menjadi nyata.

"Papa bilang, Mama udah bahagia di surga. Kenapa Mama nggak ajak Kean?"

"Jangan, sayang," balas Kalandra langsung, hatinya mencelos saat pertanyaan polos itu keluar dari mulut putranya, "nanti siapa yang nemenin Papa kalo Kean ikut Mama, hm?"

"Kan ada Nenek sama Kakek," jawab Keandra dengan mata berkilat polos.

Kalandra menghela nafasnya pelan, tangannya kembali bergerak untuk mengelus rambut putranya.

"Ayo, kasih bunganya sama Mama."

Keandra langsung menoleh kearah buket bunga yang tadi sempat ia letakan di tanah, tangan kecil itu mengambilnya kembali kemudian meletakan benda itu untuk bersandar di nisan Zendaya.

"Bilang apa ke Mama?"

"Mama ... Kean sayang banget sama Mama, Kean selalu doain Mama biar Mama bahagia terus, Mama baik-baik, ya, di sini. Kean bakal sering jengukin Mama, iya, kan, Pa?" tanya Keandra meminta persetujuan sang ayah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now