BAB 14

4 1 0
                                    

Nyaman

"Buset, Gla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buset, Gla. Santai kenapa sih?" Zinni terlihat ngeri.

Memilih untuk menghiraukan kalimat Zinni, aku terus mengetik di laptop—sedang mengerjakan tugas esai. Lalu Zinni duduk di depanku, sementara Ahra di sebelahku. Kami sedang berada di The Study Hub—tempat nongkrong di kampus untuk bertukar pikiran dan hal-hal positif lainnya omong-omong, kalau kalian perlu tahu.

"Lagi ngerjain apa sih—esai?" tanya Ahra, yang baru saja melongok ke arah laptopku.

"Loh. Emang tugas penelitian tokoh sastra lo udah selesai?" Sama-sama kaget, Zinni turut bertanya.

Anggukan menjadi jawabanku atas pertanyaan mereka, tanpa mengalihkan pandanganku dari layar laptop.

"Gue aja masih ngerjain penelitian tokoh sastra dan masih nyari-nyari referensi mengenai konteks sejarah saat Chairil Anwar aktif menulis," kata Zinni lagi. Aura pusingnya menguar, menyalurkan denyut menyakitkan di kepalaku.

"Sedangkan gue ngerjain dari awal lagi karena nggak jadi Dee Lestari."

Kali ini giliran aku dan Zinni yang terkejut. Kami melotot ke arahnya, sementara Ahra terlihat tidak masalah, padahal kami mengkhawatirkan keadaannya.

"Serius lo? Tugasnya dikumpulin besok!" seruku. "Diganti siapa?"

"Soe Hok Gie. Tenang, gue udah nemu sumber-sumber referensi yang relevan buat mendukung penelitian gue. Bisa selesai di sini tugas gue, tiga jam kemudian."

"Semoga nggak tipes deh lo," kata Zinni, kemudian dia beralih kepadaku. "Lo kok ngebut banget, nggak kaya biasanya."

"Mendadak ambis lo," sahut Ahra.

"Gue baru sadar kalau ternyata selama ini gue buang-buang waktu. Kurang usaha dan perjuangan bikin gue khawatir lebih nggak menjamin masa depan gue lagi," jawabku.

Tidak ada respons, membuatku menatap Zinni dan Ahra bergantian. Memangnya ada yang aneh dengan jawabanku?

"Gue takut mengecewakan orang tua gue. Apa lagi kalau masa depan gue nggak jadi apa-apa gara-gara masa kini gue males-malesan. Masak hanya kegagalan hasilnya, pakai uang orangtua gue pula modalnya."

Lagi-lagi Zinni dan Ahra terdiam. Tapi Ahra kemudian menjawab, "Bagus sih lo punya kesadaran."

Ini bukan hanya soal kesadaran, tapi tahu diri. Aku punya situasi dan keadaan yang membuatku tidak bisa seenaknya atau bersikap santai dengan orangtua seperti mereka.

***

Rupanya ngebut mengerjakan tugas membuatku kelelahan luar biasa. Makanya begitu tiba di rumah aku langsung merebahkan tubuhku dan mengecek ponsel.

Karena butuh hiburan, aku membuka Telegram untuk memberi Jerre pesan. Sementara aku mengabaikan keharusan aku untuk tidak meneruskan permainan ini.

Gladys: Hai, Ken!

Ekuilibrium E-Dan Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang