Bimbang

178 18 4
                                    

Aku memandang sosok pria berbaju jaga warna navy tersebut yang berjalan semakin menjauh dari parkiran. Ada rasa ingin memulai hubungan dengannya lagi, namun disisi lain ada rasa takut dipermainkannya.

Apakah dia kemarin serius dengan ucapannya untuk kembali menjalin hubungan denganku? Kalau iya, kenapa sikapnya tadi begitu dingin terhadapku? Mana senyuman nakal yang biasa dia tunjukan kepadaku? Dimana suara lembut yang selama ini aku rindukan? Kemana sikap hangat dan jailnya itu?

"Aahh"

Aku usap kasar mukaku yang mulai terasa panas. Bulir-bulir bening itu kembali menetes membasahi pipiku. Aku tutupi mukaku dengan tangan menyembunyikan air mataku dari mama yang baru masuk mobil dan bersiap mengendarainya.

"Er, kenapa?"

"Ada yang sakit?"

"Mumpung masih disini kalau ada yang sakit setelah jatuh tadi ngomong sama mama"

"Er"
Mamaku membuka paksa tangan yang menutupi mukaku.

"Kenapa nangis?"
Tanyanya setelah berhasil membukanya dan mengetahui aku yang sedang menangis.

"Hmm... kita pulang sekarang ya?"
Kata mamaku akhirnya setelah lama tak ada jawaban dariku.

"Mama..."
Panggilku di sela-sela tangisku.

"Ya"
Jawab mamaku tanpa menoleh kearahku karna fokus menyetir.

"Sakit"

"Ma... hiks hiks, i really miss him"

"Mamah... hiks, ma, umm"

"Bohong kalau aku nda cinta lagi sama mas Narve ma, bohong kalau aku nda kangen dia. Hiks hiks"

"Bohong kalau aku sudah bisa move on, bohong kalau aku sudah biasa saja. Aku masih sering mikirin mas Narve ma. Masih kangen, masih ingin bersama."

"Mah"

"Cinta sesakit ini ya..?"
Kataku terbata-bata sambil menangis sesegukan.

"Kamu sudah ciba bicara sama Narve?"

"Bicara yang jujur, jangan suka bohongi perasaan kamu"

"Aku takut ma"

"Dicoba dulu ya"

**

Aku memasuki sebuah gedung bercat krem dan putih. Hal pertama yang aku tangkap adalah ramai. Aku mempercepat langkahku untuk menuju mesin pengambilan nomor pendaftaran, kemudian duduk di kursi tunggu pendaftaran.

Aku sudah mengambil nomor antrian pagi-pagi sekali. sekitar pukul 6.30 pagi, walaupun sudah datang sangat pagi ternyata aku mendapatkan nomor antrian 26. Aku sempat berfikir, yang mendapatkan nomor satu mereka datang jam berapa untuk mengambil nomor antrian? Mataku melirik jam di pergelangan tangan, ternyata jam sudah menunjukan pukul 07.30.

"Nomor antrian 26 silahkan keloket 2"

Nomor antrianku sudah di panggil, aku langsung menghampiri loket. Setelah selesai dengan pendaftaran aku disuruh untuk menuju lantai dua. Ketika akan menaiki anak tangga, entah kenapa aku merasa kakiku sangat berat melangkah, apakah keputusanku pergi ke sini adalah hal benar?

Sejujurnya aku takut ketika nanti bertemu mas Narve. Takut jika hatiku semakin menginginkannya, sedangkan mas Narve tak menginginkanku lagi.
Tak terasa kakiku sudah membawaku ke lantai dua saat otakku masih memikirkan banyak hal. Aku yang berharap poli masih sepi dan tidak banyak pasien, ternyata salah, di sana banyak orang yang sedang menunggu, ketika aku menndekati sekumpulan orang tadi, aku baru sadar ternyata mereka sedang menunggu nama mereka di panggil kedalam dan di depan pintu juga tertulis poli obgyn.

Enggak, salah, aku bukan mau ke dokter kandungan, aku melanjutkan pencarianku dan aku menemukan ruangan yang memang sedang aku cari, di depan pintu yang tertutup rapat itu tertulis jelas poli bedah digestive.

Aku serahkan surat rujukan untuk kontrol hari ini kepada suster poli bedah digestive tersebut. Kemudian aku dipersilahkan duduk untuk timbang dan tensi.

"139/70 mmHg. Agak tinggi tensinya ya mba"
Katanya ramah sambil tersenyum.

"Ada riwayat darah tinggi?"
Tanyanya padaku yang aku jawab dengan gelengan.

"Kontrol dengan dokter Narve ya?"
Aku mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Dokternya belum datang, silahkan di tunggu di kursi tunggu ya mba. Poli dimulai pukul 08.00 WIB"

"Baik terimakasih"

Aku berdiri dari dudukku, dan ketika aku berbalik, dihadapanku sudah ada sosok pria dengan kemeja biru langit dan celana berbahan kain warna hitam. Kali ini dia tidak memakai sneli yang menjadi kebanggaan setiap dokter. Sedangkan suster poli yang memeriksa tekanan darahku tadi kelabakan mengambil air mineral dan sesikit berlari masuk ruangan yang pintunya terdapat tulisan Ruang 1.

"Maaf dokter, ruangannya saya siapkan dulu sebentar"

Katanya sambil sedikit berlari. Aku menundukan kepalaku sebagai tanda menyapanya, kemudian melewatinya untuk duduk di kursi tunggu bersama pasien-pasien lainnya.

***

Selamat malam guys !!
Gimana nih lanjut ndak? Menurut kalian Narve bakal bersatu lagi dengan Erine atau gak?

Jangan lupa vote dan comment ya...
Thank you!

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang