13

106 19 14
                                    

Guncangan itu membuat tubuh ibunya terdesak ke depan, bunyi gemerutuk tulang yang terbanting ke bagian depan mobil membuat giginya ngilu. Percikan darah muncrat ke kulit tangan dan baju barunya. Linen tidak sempat mencerna apa yang sedang terjadi. Tahu-tahu guncangan itu berhenti digantikan rasa sakit yang membakar di sekujur tubuhnya.

"Mom!"

Liline terbangun karena mimpi itu lagi.

Sudah beberapa kali ia dianjurkan untuk melanjutkan terapinya, tapi meski ia mengikuti anjuran itu, ia tak juga bisa lepas dari khayalan-khayalan masa kecilnya. Belum lagi soal kematian Mika. Rasanya tak ada yang benar-benar membiarkannya hidup enak selama 28 tahun ini.

Pandangannya menyapu ke sekitar ruangan. Mencari-cari Eva, gadis yang menyerangnya dulu. Gadis yang ia temukan tanpa identitas yang telah membuatnya jatuh cinta.

"Eva?" Liline turun dari tempat tidur sambil mengusap keringatnya dengan apa pun yang berhasil ia pungut dari lantai. Kemudian melemparnya ke dalam keranjang cucian.

Ia masih celingukan di kamarnya sendiri, sambil memakai baju yang ia ambil dari lemari, ia menuju kulkas, membuka pintunya dan mengambil botol Whisky dari dalamnya. Kemudian meneguknya langsung seolah itu adalah sebotol air mineral yang bisa menyembuhkan dahaga.

Seketika ia berhenti minum, ketika sebuah ide buruk melintas dalam kepalanya.

Seseorang mungkin sudah membawa Eva pergi.

Ia berlari keluar setelah berhasil menemukan sepatu dan jaketnya.

Di depan pintu utama apartemen, Liline menyetop sebuah taksi, dan minta diantar ke kantor polisi kota Halo.

Jalanan mulai lenggang di akhir minggu, sehingga hanya butuh 10 menit untuk sampai ke sana. Liline membayar taksi tersebut sebelum melompat keluar.

Sementara di tempat lain yang di sebut Dunia Bawah, Hades sedang duduk di singasana tinggi yang tersusun dari tulang belulang manusia. Sepasang tengkorak dijadikan pegangan di ujung lengan di kedua sudut kursi. Di sekitarnya, ruangan itu terdiri dari beberapa lampion yang dibikin dari kulit lambung yang dijemur di sebelah kotak pembakaran jiwa. Kulit itu di jahit rapi dan dikembungkan, lalu diisi dengan penerangan, lava yang dipungut dari gunung api. Sehingga cahayanya nampak merah dan panas. Mereka punya banyak yang seperti itu, bertebaran di sepanjang dinding batu.

Bisa dibilang, semua pernak-pernik interior di neraka adalah bikinan tangan. Semua orang di sini benar-benar kreatif—mungkin tak punya pekerjaan lain. Karena semua perabot dibuat sendiri karena hobi. Mereka membunuh, menguliti, menggunakan apa yang bisa dimanfaatkan untuk memperindah suasana di sini. Tanpa meninggalkan tradisi. Tak heran, jika suara tangis yang memilukan—ratapan dapat terdengar dari mana saja di seluruh sudut.

Hades menggaruk-garuk belakang telinganya dengan rasa bosan luar biasa.

"Eva!" Ia berteriak karena jenuh.

Eva muncul dengan satu letupan api. Tak pernah membuat kaget, hanya bau asapnya yang sering kali terlalu menusuk.

"Kamu mencariku, akhirnya." Eva merasa bangga pada dirinya sendiri. Memiliki suami seorang Hades butuh kesabaran dan integritas yang tinggi. Meski semua orang percaya bahwa penghuni Dunia Bawah hanya berisi kejahatan. Tak semua benar-benar dapat menimbang betapa setianya Eva pada Hades. Dan Hades, ia tak melulu serakah. Kadang ia bermurah hati.

"Sudah kamu dapat informasi itu?" Ia bertanya pada Eva.

"Aku sudah menguasai manusia itu."

"Namanya Linen," kata Hades mengulang kalimat yang didengarnya dari Quentine. Itu caranya untuk tetap menjaga perasaan anak gadisnya, meski Quentine tak ada di sana.

Wings and Cloven Hooves (JENLISA) (GXG) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang