BAB 2

22 5 1
                                    


Pagi-pagi sekali Ayah dari empat Anak itu terbangun, ia melihat masih pukul lima pagi dan bergegas untuk merapikan selimutnya. Pria berusia 50 tahunan itu segera mengambil baju miliknya untuk siap bekerja.

Seulgi yang mengetahui Ayahnya sudah bangun, ia juga turut terbangun dan merapikan kasurnya. Dengan perlahan juga ia menutup pintu dilantai dua, yang memang hanya berisikan satu ruangan yang cukup untuk tidur empat orang.

Rumah mereka terbilang sangat sederhana, dilantai dua atau bisa juga disebut lantai dasar. Hanya ada satu ruangan untuk tidur keempat anggota keluarga tersebut. Jika mereka membuka pintu, maka didepannya terdapat dua buah sepeda milik Ibu dan Ayah mereka.

Lalu saat keluar dari area sepeda, mereka sudah terhubung langsung dengan jalanan. Untuk lantai bawah, tepatnya ruangan tersebut dibuat tangga sebelum masuk keruangan.

Dinding rumah juga sangatlah polos, hanya dengan batu bata yang dilapisi dengan semen, selebihnya tak ada apa-apa lagi. Beberapa bagian dilantai rumah mereka juga retak, sehingga tanah-tanah berserakan karena tidak diperbaiki lagi.

Keluarga mereka tidak bisa dikatakan berkecukupan, namun mereka hanya berharap bahwa hari yang mereka jalani tidak semakin sulit nantinya.

Seulgi sudah selesai membuatkan Teh untuk Ayahnya, ia bergegas membersihkan kamar mandi dan menimba air untuk diisikan dalam bak kamar mandi. Sudah hal biasa baginya.

"Pak, airnya sudah siap ya." ujar Seulgi pada Ayahnya.

"Ya nak, habis ini Bapak mandi,"

Seulgi kemudian mencuci piring dan gelas kotor semalaman yang memang sudah menumpuk, ia merapikan dapur dan menyapu semuanya sampai bersih. Ia bahkan berhati-hati agar tidak membangunkan Ibu dan Adik bungsunya Joy, yang memang mereka tidur dilantai dasar.

Berbeda dengan lainnya, kasur yang dipakai memiliki rak kasur sendiri yang terbuat dari besi dan diatasnya adalah kasur dari kapas.

Seulgi mengerjakan semuanya dengan cepat, kemudian ia menuju pada tungku api. Terdapat penanak Nasi yang dalamnya sudah matang, kemudian Seulgi mematikan beberapa api dengan mengambil kayu-kayu lalu disiram dengan air.

Ia mengambil kain lap untuk memindahkan penanak Nasi dan menggantinya dengan Wajan (Penggorengan), hanya masakkan singkat. Seulgi membuat telur goreng, ia menggunakan 2 telur dan mencampurnya. Kemudian ia membaginya dengan tiga bagian, agar menghemat stok makanan keluarga.

Saat Ayah Seulgi sudah keluar dari kamar Mandi, dengan tergesa-gesa Seulgi menyiapkan Nasi dan telur dalam satu piring. Hari juga sudah mulai terang.

Irene datang dengan wajah bantal khas miliknya, "Mana laukku?" tanyanya dengan sedikit mengantuk.

"Itu dimeja," balas Seulgi singkat.

"Seul, Ibu mandi dulu. Kamu jagain Joy ya?!"

"Ya," Seulgi kemudian berpindah posisi dengan duduk diranjang temoat tidur, ia melihat adik kecilnya gemas karena sedang tertidur.

Sambil memakan sarapan, ia menyelesaikannya dengan cepat untuk melanjutkan kegiatan yang lain.

"Bapak berangkat!" buru-buru Seulgi bangkit dan mencium tangan Ayahnya, begitu juga dengan Irene.

"Hati-hati Pak!" ucap keduanya dengan senyuman.

Seulgi mengambil piring kotor milik Ayahnya dan miliknya agar segera ia cuci, kemudian ia memasak sayur sop sederhana untuk sarapan Ibunya.

"Seul, pinjam uang," pinta Irene dengan lembut.

"Kemarin kan sudah? Masa udah habis?" Seulgi menunjukkan wajah kesalnya.

"Kemarin kan dikit, ada perlu nih."

"Ga bisa, nanti buat naik Bis sama beli makan." tolak Seulgi yang memang sisa uangnya tinggal sedikit. Ia sejak kecil tidak pernah menerima uang dari Orangtuanya, berbeda dengan Irenw yang selalu menjadi nomor satu bagi Orangtuanya, terlebih ibunya.

"Bu, masih ada uang? Irene mau pake buat beli buku,"

"Ada, oh ya hari ini katanya kamu mau pergi sama temen ya? Buruan mandi nanti terlambat lho,"

"Iya mau mandi ini," Irene tersenyum puas dan menatap Seulgi dengan tatapan mengejek. Seulgi yang melihat itu hanya bisa mengjembuskan nafasnya kasar.

"Jadi adik jangan pelit, Kakaknya cuma minjem. Nanti juga dibalikin, itu Irene mau ikut pelatihan Pijat Hotel. Nanti kalau dia udah ada penghasilan pasti dibalikin, masa sama saudara sendiri pelit Seul,"

"Bukan pelit Buk, uang Seulgi juga tinggal sedikit. Baru kemarin juga Kakak pinjam lagi, gapernah Seulgi nerima uang lagi setelah itu. Gabakalan dikembaliin."

"Kaya begini nih, Ibuk gasuka sama sifat kamu," ujar sang Ibu, Seulgi yang mendengar itu mengepalkan tangannya kesal, bahkan kedua matanya memanas.

Apa yang ia lakukan selalu salah dan apa yang ia perbuat bagi keluarga ini tak pernah berguna, ia hanya pembantu bagi mereka. Bahkan hubungan darah sepertinya hanya sebuah tulisan saja.

"Nih nih liat! Joy pipis ga diganti, sana buruan ganti. Dari tadi ngapain aja sih?! Pagi-pagi bikin orang marah-marah aja!"

Seulgi selesai menyiapkan Sop dimeja untuk sarapan Ibunya, buru-buru ia menuju Ranjang milik Joy, bayi itu menangis dengan keras dan itulah hal yang dibenci oleh Ibu mereka.

Seulgi membersihkan karpet pipis dan mengelapnya dengan cekatan, begitu juga saat ia menggantikan kain Pampers milik Joy. Tak berlalu lama, Joy kembali terdiam saat Seulgi menggendongnya dengan Jarik. (Kain batik berukuran panjang)

Irene keluar dari kamar mandi dengan rapi dan disambut senyuman oleh sang Ibu, Seulgi memandang keduanya dengan kesal. Jam sudah mau menuju angka tujuh tapi dirinya belum bisa bersiap-siap untuk kerja.

Melihat Irene mengemasi barang-barangnya dan beberapa buku, membuat sang Ibu bangga. Setidaknya masa depan Putri sulungnya akan cerah nantinya, karena sudah lama Irene menganggur, sedangkan semua kebutuhan rumah tergantung oleh Ayah dan Seulgi sendiri.

"Bu, Irene berangkat dulu yaa. Teman-teman sudah didepan,"

"Hati-hati ya nak, belajar yang benar!" ujar Sang Ibu dengan lembut bahkan mencium kedua pipi Irene, layaknya anak kecil.

"Bu, ini Seulgi juga mau kerja."

"Aishh! Sebentar, ibu belum selesai makan. Itu kamu juga habis masak belum diberesi main ditinggal aja!"

Karena kesal akhirnya Seulgi melepaskan gendongan Joy dan meletakkan Bayi berusia 2tahun itu kekasur dengan perlahan. Ia mengambil baju dan handuk miliknya untuk segera mandi.

"Dasar anak gatau diri!" seru Ibunya dengan kesal. Tak sadar air mata Seulgi luruh begitu saja saat ia masuk ke Kamar mandi, ia hanya bisa menangis dalam diam. Tak bisa menolak apapun.



*****

WINGS | RED VELVET FANFICTION
Story By.wyohana406

Udah masukkin ke Perpustakaan?

Suka ga?

Jangan lupa Follow ya?

Maaf kalo ada kata yang sulit dimengerti😞






WINGS || RED VELVET FF by.wyohana406Où les histoires vivent. Découvrez maintenant