TCR-12

691 58 1
                                    

Raya mengangkat tangannya, melihat jari manis di tangannya yang tersemat sebuah cincin pertunangannya dengan Arya beberapa bulan lalu. Ia kembali menangis saat mengingat momen bahagia saat acara pertunangan mereka berlangsung. Rasanya mustahil jika Arya akhirnya tega melakukan semua ini kepadanya. Apa salahnya? Sampai orang yang ia pikir akan menjadi pelabuhan cinta terakhirnya justru malah berkhianat.

Raya melepaskan cincin tersebut dari jemarinya, dan melemparkannya ke sembarang arah.  Ia terus menangis, sampai kemudian ada sebuah payung berada di atas kepalanya, ia mendongkak dan menemukan seorang Abimanyu yang tengah memayungi dirinya.

"Pak, saya –“ Raya tidak sanggup melanjutkan ucapannya, semua ini terlalu menyesakkan baginya.

"Raya .... " Abimanyu melepaskan payung di tangannya, kemudian berjongkok di hadapan Raya, dan menarik tubuh tak berdaya Raya ke dalam pelukannya.

"Sakit pak. Rasanya sakit sekali .... "

Abimanyu membiarkan dirinya ikut basah, "Saya tahu, kamu boleh menangis sepuasmu. Tumpahkan semua kesedihanmu, jangan di tahan karena akan sangat menyakitkan."

Raya mencengkeram jas milik Abimanyu dan menangis di pelukan Abimanyu yang terasa hangat meski cuaca sedang hujan.

Abimanyu sebelumnya di beritahu oleh dokter Gia jika ia kehilangan Raya. Ia langsung panik, dan mencari-cari sosok Raya. Kemudian ia melihat Raya berjalan ke arah taman bersama dengan Arya, dan Abimanyu mendengar, dan melihat semuanya dengan jelas.

Melihat bagaimana Raya yang selama ini berdiri tegar, kini goyah. Ia hancur, bersamaan derasnya air hujan yang turun ke tanah. Ia tahu betul rasanya kehilangan, dan Raya adalah seorang wanita. Seorang perasa, pasti ini lebih sakit dari apa yang di rasakannya dulu.

"Sakit pak, rasanya sangat menyakitkan .... " rintihnya.

Abimanyu semakin mengeratkan pelukannya kepada Raya, sampai kemudian ia merasakan tubuh Raya melemah, dan wanita di pelukannya itu sudah tidak lagi menangis. Ia panik, dan segera melihat Raya, sosok Raya tidak sadarkan diri.

"Raya. Raya, bangun Ray!" serunya.

Tapi Raya tidak menyahut, Abimanyu panik, dan segera menggendong Raya menuju ke rumah sakit untuk di tangani oleh Gia.

"Kamu tidak boleh seperti ini Raya. Saya mohon .... " ucapnya, sembari berlari dalam keadaan basah kuyup dengan Raya yang ia gendong.

"Gia! Gia! Tolong tangani Raya!” serunya setelah ia memaksa masuk ke ruangan Gia.

Gia terkejut melihat Raya dan Abimanyu yang sama-sama dalam keadaan basah kuyup, dan dengan Raya yang tampak tidak sadarkan diri.

"Abi! Apa yang terjadi? Kenapa Raya seperti ini? Baringkan dia di sin!”

Abimanyu mengangguk, dan menuruti perintah Gia.

Abimanyu mengusap wajahnya dengan kasar, "Ceritanya panjang, tolong tangani dia. Aku akan berganti pakaian dulu," katanya. "Gia, apa kau memiliki pakaian ganti untuk Raya?"

Gia mengangguk, "Ada di mobilku, aku akan mengambilnya nanti setelah selesai memeriksa Raya,"

Abimanyu mengangguk, "Terima kasih, Gia .... "

"Sama-sama, cepatlah ganti pakaianmu. Kamu akan sakit jika terus mengenakannya," pesannya.

Abimanyu mengangguk, memandang Raya sekali lagi dengan raut cemas. Sebelum akhirnya ia pergi untuk mengganti pakaiannya. Untung saja, ia selalu membawa banu ganti di mobilnya, jadi ia tidak perlu repot-repot kembali ke rumah untuk mengambil pakaian.

Sepeninggal Abimanyu, Gia segera memeriksa Raya dan menggantikan pakaian Raya yang sudah di ambilkan oleh asistennya. Gia tersenyum, mengingat bagaimana panik dan khawatirnya Abimanyu saat membawa Raya. Ia juga penasaran, apa yang terjadi sampai Raya bisa seperti ini.

Ia meminta asistennya juga untuk memasangkan infus pada Raya, takut-takut ia kekurangan cairan. Setelah semuanya selesai, ia menatap wajah Raya. "Raya, kamu orang yang beruntung. Sepertinya, kamu orang yang spesial untuk Abimanyu.” gumamnya. Mengingat, jika Abimanyu sejak dulu adalah orang yang tidak pernah peduli dengan urusan orang lain itu mendadak peduli dan panik saat sekretarisnya itu menghilang.

🍂🍂🍂

Kedua kelopak mata Raya perlahan terbuka, suara dokter Gia langsung menyambut pendengarannya.

"Kamu sudah sadar?"

Ia menoleh ke arah dokter Gia, kemudian tersenyum tipis. "Hallo dok." katanya.

Dokter Gia terkekeh pelan, "Hallo Raya. Aku senang, kamu sudah siuman."

Raya mengangguk, kemudian bersandar pada ranjang pasien. "Dimana pak Abimanyu?" tanyanya, karena seingatnya Abimanyu datang menghampiri dan memeluk dirinya. Namun, kemana perginya orang itu sekarang?

Dokter Gia menghela napas, kemudian ia duduk di kursi yang berada pada samping ranjang Raya. Kedua matanya memicing, "Sebenarnya, ada apa dengan kalian berdua ini?"

Raya terdiam beberapa saat. "Anda tahu, hubungan kami hanya sebatas--"

Dokter Gia menggelengkan kepalanya, "No, no, no. Aku yakin, kalian ini ada hubungan khusus, kan?" katanya.

Raya menggelengkan kepalanya. "Tidak dok, anda salah paham!" serunya. Hubungan khusus apanya, yang ada setiap hari mereka malah bertengkar seperti Tom, and Jerry.

Dokter Gia kemudian menghela napas, melihat ekspresi jujur dari wajah dan respon Raya barusan. "Jadi, anak itu belum membuka hati untuk wanita lain ya?" gumamnya.

Mendengar itu, Raya jadi sedikit penasaran dengan maksud dari ucapan dokter Gia. "Apa maksudnya dok? Apakah sebelumnya pak Abimanyu pernah menjalin hubungan?" tanyanya. Karena selama dirinya bekerja, belum pernah mendengar tentang asmara dari Abimanyu.

Dokter Gia mengangguk.

Raya penasaran lagi. Dokter Gia pasti tahu, mengingat jika ia dan Abimanyu adalah teman dari SMA yang sama.

"Wanita itu adalah aku." ungkap dokter Gia, yang membuat Raya melotot tidak percaya.

"Hah?"

Dokter Gia mengangguk, "Kami dulu sempat menjalin hubungan, dan Abimanyu adalah sosok pria yang sangat manis, romantis kepada pasangannya. Aku beruntung, karena pernah menjadi bagian dari hidupnya." paparnya, pikirannya menerawang jauh mengingat masa-masa ia dan Abimanyu saat masih bersama.

"Lalu, bagaimana bisa kalian berpisah?"

Dokter Gia kembali tersenyum, "Aku meninggalkannya."

Raya kali ini tidak merespons, ia hanya merasa tidak mengerti mengapa bisa dokter Gia meninggalkan Abimanyu. Bukankah barusan perempuan bergelar dokter itu memuji Abimanyu?

"Keluargaku kala itu tidak setuju dengan hubungan kami. Karena saat itu Abimanyu bahkan tidak tertarik untuk mencari pekerjaan. Ayahku takut, jika Abimanyu tidak bisa menafkahi ku kelak."

Kemudian, dokter Gia menghela napas pelan, kembali menceritakan semua perjalanan cintanya sampai ia menemukan pria yang kini menjadi suaminya. Sedangkan Abimanyu menjadi pria yang workaholic setelah Gia meninggalkannya, dan pria itu masih sendirian sampai sekarang.

"Raya .... " panggil dokter Gia, sembari menggenggam lengan Raya. "Sungguh, kamu adalah orang yang istimewa bagi Abimanyu. Ia tidak pernah sepanik dan khawatir seperti tadi, kamu orang yang beruntung Ray .... "

"Percayalah, Abimanyu adalah pria yang sangat baik," tambahnya.

Raya tidak tahu harus merespons seperti apa. Tapi, memang saat ia menangis di taman pria itu terlihat sangat khawatir kepadanya, berbeda dengan Abimanyu yang setiap hari di temuinya.

Takdir Cinta Raya [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now