XI

635 101 13
                                    

Karam membuka matanya, wajahnya pucat dan tampak mengerikan. Kemarin ayah kekaisarannya mengatakan padanya bahwa hari ini Jaejoong akan memilih selir secara langsung di halaman depan istana. Mendengar kabar mengerikan tersebut tentu saja Karam tidak merasa baik-baik saja. Ia muntah darah sebelum pingsan. Karam sendiri tidak ingat bagaimana ia bisa tidur di atas ranjangnya.

Memanggil para pelayan untuk membantunya bersiap-siap. Meskipun sudah banyak orang yang mengingatkannya untuk beristirahat tetapi Karam bersikeras untuk pergi.

Ia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri seperti apa orang malang yang akan dipilih Jaejoong sebagai selir. Karam bersumpah akan mencincang orang yang terpilih tersebut dengan tangannya sendiri.

"Yang Mulia..." para dayang tampak khawatir, Karam terus memuntahkan darah dan mimisan.

"Cepatlah!" Karam mendesak. Ia tidak peduli. Ia benar-benar harus bergegas.

♥♥♥♥♥

Pada saat Karam tiba di pinggir halaman dengan bantuan para pelayan setianya, ia menunggu Jaejoong bicara. Wajahnya pucat dan memancarkan aura seperti hendak membunuh seseorang kapan saja. Karam bisa mentoleransi apapun, sekasar apapun sikap Jaejoong dia akan menelannya bulat-bulat. Tetapi tidak untuk kehadiran seorang selir. Jenderal sialan yang sudah mencemari saudaranya saja sudah menjadi mimpi buruk bagi Karam apalagi jika ditambah dengan para selir yang merepotkan.

Karam untuk sejenak lupa bahwa dirinya sendiri sudah memiliki selir lebih banyak daripada jemari satu tangannya.

"Hari ini aku akan memilih selir untukku."

Begitu suara Jaejoong terdengar, Karam segera menyipitkan matanya, menajamkan telinganya.

"Aku tidak memiliki syarat khusus. Aku akan memilih 3 orang terbaik diantara kalian semua. 3 orang yang bisa bertahan hidup setelah melawan jenderal Jung Yunho..."

Karam tersedak. Ia kembali memuntahkan seteguk darah usai mendengar omong kosong yang dikatakan oleh Jaejoong. Tetapi ada kepuasan dalam matanya yang angkuh.

"Sepertinya aku terlalu meremehkan Jaejoong." Gumam Karam. "Ayo kembali!"

♥♥♥♥♥

Dibawah terik matahari pagi, Yunho yang ditumbalkan oleh istri nakalnya tampak tidak bisa berkata-kata untuk sesaat. Tetapi ia pun tidak menolak mengikuti permainan yang istri nakalnya lakukan.

Perlahan-lahan, dengan momentum yang tepat, Yunho mengeluarkan pedang kebanggannya dari sarung. Memegangnya erat di tangan kanannya dan menatap para pelamar satu-persatu.

Yunho yang sudah memancarkan aura haus darah benar-benar berbeda dengan Yunho yang akhir-akhir ini bermain disekitar Jaejoong. Yunho tidak keberatan melukai lawannya, membunuh beberapa pun Yunho siap melakukannya. Tidak peduli laki-laki atau perempuan, dimatanya saat ini, para pelamar Jaejoong adalah musuh-musuhnya.

♥♥♥♥♥

Jaejoong tampak bosan menunggu. Ia melirik ayahnya yang sedang memakan kacang rebus penuh semangat. Mata Jaaejoong menyipit dan mencibir. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah sang ayah dan bicara perlahan, "Jika ayah bermain-main denganku lagi, aku tidak akan ragu-ragu untuk mengosongkan harem ayah!"

Raja yang baru saja menelan butiran lunak kacang rebus tersedak. Ia terbatuk-batuk dengan parah. Kasim setianya dengan cepat menuangkan teh dan membiarkan sang raja meminum teh tersebut.

"Yang Mulia? Anda baik-baik saja?" Tanya sang kasim.

Raja masih terbatuk-batuk sebelum menjawab. "Tidak apa-apa." Ucapnya penuh wibawa.

Dalam hati Raja mengutuk anak laki-lakinya yang jauh lebih menyeramkan daripada seekor serigala. Padahal ia sudah merencanakan beberapa scenario untuk membuat menantunya kepanasan agar ia bisa melihat reaksi anak nakalnya saat dihukum oleh Yunho. Sayang sekali, mungkin rencananya hanya akan menjadi rencana belaka.

"Nak, perihal selir adalah desakan para menteri. Ayah tidak pernah ikut campur..." Raja membela diri.

"Apakah para menteri berani membuka mulutnya jika Ayah tidak mengijinkan mereka?" suara Jaejoong tajam penuh ancaman.

Raja menelan ludahnya susah payah. Kadang ia berpikir kenapa anaknya yang memiliki wajah cantik menawan ini bisa memiliki sikap dan karakter yang bahkan lebih garang daripada seorang jenderal dimedan perang?

"Karena Ayah sudah memulai permainan ini, mari kita selesaikan! Aku hanya akan mengingatkan Ayah, jika bukan Yunho yang menjadi pembunuh hari ini maka orang yang akan menjadi pembunuh besok adalah Karam." Ucap Jaejoong.

♥♥♥♥♥

Sayangnya pertunjukan menarik yang diharapkan tidak pernah terjadi. Para pelamar satu per satu berutut dan memohon pengampunan, mereka secara sepakat memohon belas kasihan karena sudah berani mendamba apa yang seharusnya tidak bisa mereka sentuh.

Mana berani mereka bertarung dengan seorang jenderal yang sudah ratusan kali bermandikan darah manusia? Mereka hanyalah nona muda manja dan tuan muda lemah yang bahkan lengan mereka akan patah jika mengangkat sebuah senjata. Bertarus dengan seorang jenderal? Tentu saja mereka tidak berniat mati konyol!

Jaejoong berdiri dari duduknya, melirik tajam ayahnya yang pura-pura minum teh. "Jika Ayah tidak bisa menutup mulut para menteri, jangan menjadi raja! Pergi dan tinggallah di istana musim panas untuk bersenang-senang!"

"Ah, ide yang bagus! Mari kita bicara soal penobatanmu..."

Jaejoong mencibir, menatap jijik sang ayah dan pergi dengan angkuh.

"Aih! Anakku benar-benar tidak bisa diajak bercanda..." keluhnya.

♥♥♥♥♥

♥♥♥♥♥

TBC

♥♥♥♥♥

♥♥♥♥♥

Thursday, January 11, 2024

8:23:57 AM

NaraYuuki

Selir Pangeran Jaejoong ✔️Where stories live. Discover now