🥉 Juara 1 dan Best of Message dalam Event Cakra Writing Marathon Batch 06 yang diselenggarakan oleh Cakra Media Publisher. Mengusung tema Based On a True Story; Kisah dan Sejarah Palestina.
🔸🔸🔸
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Lantas, apa i...
Mohon bersikap bijaklah sebagai pembaca! Dan apabila ada kesalahan dalam penuturan, penggambaran dan sebagainya, mohon untuk bantu diluruskan.
Jangan lupa untuk follow akun penulis, juga tinggalkan jejak vote dan komen! Terima kasih!
🔸🔸🔸
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cinta tak harus selalu berteriak atau mencari perhatian, kadang keheningan dalam kecanggungan tetap indah.
🔸🔸🔸
Hari sudah berganti malam, tepatnya pukul 18.36 CET. Dan aku baru saja selesai melaksanakan salat magrib di salah satu masjid yang ternyata letaknya dekat dengan tempat yang kami kunjungi. Bahkan, Ace yang menunjukkan masjid itu dan bersedia menunggu selama lima belas menit, sampai aku selesai berdoa dan berzikir. Dan kini, aku tengah berjalan menghampirinya yang tengah duduk sembari meminum segelas kopi hangat yang kami beli di supermarket.
Saat aku mendekatinya, arah tatapannya berputar dengan cepat, seolah menyadari kedatanganku. Dan ia kini menatapku lekat, masih tetap sambil meminum kopinya.
Aku pun refleks tersenyum padanya. “Kau hafal dengan langkah kakiku, ya? Padahal tadi aku ingin mengejutkanmu.” Aku berdiri di hadapannya, dan ia masih menatapku dengan lekat. Kali ini dengan tatapan yang seolah menyiratkan sesuatu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sambil menatapku seperti itu, Ace lantas bergumam, “Semua tentangmu aku hafal.”
Seketika itu aku tercengang, sedikit syok dengan jawabannya. Namun, aku berusaha santai dengan berkata, “Benarkah? Kalau begitu, apa yang aku lakukan ketika malam hari dan saat sedang di waktu senggang?” Aku lantas duduk di samping kanan Ace dengan jarak beberapa sentimeter dan menatapnya, menunggu jawaban.
Sementara mata Ace mengikuti pergerakanku. Dan ketika ia hendak menjawab, matanya mendelik ke arah kiri, sementara ekspresi wajahnya seolah menunjukkan sisi jahilnya. Ia lantas berkata, “Tidak tahu.” Lantas menyeruput kopi miliknya di akhir kalimat, masih dengan ekspresi yang sama.