.
.
.
.
.
Malam sudah tiba, dan keempat remaja yang sedari tadi belum makan mulai merasakan kelaparan, karena lelah mendengarkan celotehan dari Jaendra. Sean akhirnya memerintahkan maid nya untuk membawakan mereka makan ke kamar milik Sean.
Dan sekarang Jaendra yang tengah kekenyangan merebahkan tubuhnya di karpet bulu milik Sean.
"Surga dunia banget, Yan" Katanya.
Sean yang mendengar ucapan Jaendra lantas menggeleng, bagi Sean harta yang melimpah mengelilingi dirinya tidak menjamin kebahagiaan. "Lebih ke neraka sih, bukan surga kalo bagi gue." Gumam Sean yang tidak mampu mereka dengar.
Renafi sudah menyalakan laptopnya ia juga sudah memegang buku dan pulpen yang ia taruh di karpet.
"Jadi mau ceritain yang mana dulu, Yan?" Tanya Renafi mendongakan kepala menatap Sean.
Sean memasang wajah berfikir dengan tangan yang ia taruh di dagu, wajah putih dengan tubuh jangkung membuatnya seperti bak pangeran di negeri dongeng.
"Kekayaan keluarga gue ini sebenarnya baru sebagian, gue nggak bisa kasih tau kalian. Tapi yang jelas ini dari nenek moyang gue."
Javio mengangkat alis, "Lo pesugihan?" Tanya Javio.
Sean memukul lengan Javio dengan kencang, "Nggak lah, ngawur banget!"
Mendengar ucapan Javio, Renafi menatap mereka datar. "Saka tau ini?" Pertanyaan kembali di lontarkan ke arah Sean.
"Dia tau, kekayaan Saka lebih dari ini btw." Sean berucap sembari menyandarkan tubuhnya pada dipan tempat tidur.
Jaendra yang mendengarkan sedari tadi lantas terbangun dari posisi tidurnya, "Kenapa ya, kalian nggak ngasih tau kita?" Jaendra memasang wajah sedih yang di buat-buat, dan itu cukup memuakan.
"Ya kalo mereka ngasih tau lo, nanti mereka di porotin lo lah!"
Teriakan dari Javio mampu membuat Jaendra memanyunkan bibirnya pertanda kesal.
Sean tertawa, "Nggak lah, gue cuma takut kalian syok aja. Karena emang agak di luar nalar." Ia menetralkan suaranya.
"—Kami itu aset." Sean menatap ketiga temannya itu.
"—Kalo kami berdua di culik atau di sandera, kita bisa bikin orang itu dapat kekuasaan. Ibaratnya kita jadi buronan seluruh dunia, karena kekayaan ini. " Sean menghela nafas.
"Gue luar biasa cemas sama nasib Saka. Karena semua bisa terjadi, dan mungkin nanti dampaknya lebih parah."
"Contoh dampaknya kayak gimana?"
"Pemerintahan hancur, rakyat sengsara. Saka adalah kendali."
"—Orang tua Saka itu kunci dari pemerintahan ini." Perkataan Sean mampu membuat Renafi membulatkan matanya.
'Pemegang kendali?'
Sial.
Jika terjadi sesuatu pada Saka. Maka semuanya, akan hancur secara perlahan.
"Jadi apa rencana lo, Ndra?" Renafi bertanya ke arah Jaendra, di roomchat tadi Jaendra bilang ia mempunyai rencana, maka dari itu mereka ingin membahas hal ini.
Jaendra yang sedari tadi ikut mendengarkan lantas memasang wajah berfikir dengan mengerutkan dahinya, mencoba berfikir keras.
Cukup lama, 5 menit sudah terlewat tetapi Jaendra belum sama sekali bersuara.
Melihat ekspresi Jaendra yang seperti itu, Renafi lantas menghela nafas lelah, "Kelamaan, gue aja yang speak up." Kata Renafi sembari mengambil buku dan pulpen yang ada di karpet sedari tadi.
VOUS LISEZ
[3]Future; Renjun (✔️)
Fantasy[COMPLETED] Renafi mengetahui masa depan! hal itu menjadi sebuah keuntungan, dan sebuah kerugian secara bersamaan bagi Renafi. Karena ia tahu masa depan apakah ia akan menggagalkan rencana atau takdir yang akan terjadi? itu bukan hal yang akan Renaf...
![[3]Future; Renjun (✔️)](https://img.wattpad.com/cover/345026366-64-k302793.jpg)