Genta

735 101 27
                                    

"Ta, udah bangun?"

Mendengar seseorang memanggil dari balik pintu kamar, Genta pun bergegas membukanya. Dilihatnya Dhika berdiri di sana dengan setelan kaus oblong dan celana pendek sambil menjinjing kantung kresek putih. "Om, mau ke mana?" tanya Genta, reflek.

"Mau ajak kamu sarapan. Udah hampir jam tujuh."

"Aku pikir, Om baru mau pergi olahraga."

"Mau berangkat ke bengkel jam berapa kalau jam segini baru mau olahraga."

Genta mengusap tengkuknya. "Aku lupa kalau hari ini Om harus ke bengkel."

Dhika memicingkan matanya. "Jangan bilang kamu juga lupa kalau sekarang hari Senin."

"E-enggak lah, Om. Cuma aku pikir Om bisa agak bebas berangkat jam berapapun gitu."

"Bukannya malah harus paling pagi, ya?"

Mendengar pernyataan  itu, Genta tidak bisa untuk tidak tersenyum. Untuk masalah kedisiplinan, om nya ini memang pantas jadi panutan.

"Ngobrolnya lanjut sambil sarapan yuk!" Dhika mengangkat kantung kresek yang dibawanya.

"Lontong sayur, lagi?" tebak Genta.

"Ada bubur sama nasi uduk juga kalau kamu bosen lontong sayur," jawab Dhika.

Ya, sebenarnya Genta lumayan bosan. Tapi apakah sopan kalau dia menjawab seperti itu. Apalagi omnya itu sudah rela keluar rumah pagi-pagi cuma untuk membelikan sarapan untuknya. "Padahal aku bisa sarapan apa aja. Om gak perlu repot-repot."

"Gak repot kok, sekalian olahraga juga kan?"

"Maksudnya aku bisa pergi beli sarapan sendiri."

"Kelamaan. Kasian tukang lontong sayurnya kalau nungguin kamu beli sendiri."

Genta tahu itu sindiran halus. Dia memang tidak biasa keluar kamar apalagi ke luar rumah terlalu pagi kalau tidak ada urusan mendesak. Bergelung selimut sambil mendengarkan musik lebih menyenangkan baginya ketimbang jalan pagi sambil mencari makanan untuk sarapan. Lagipula kalau ada ibunya, bisa dipastikan sarapan sudah tersedia tanpa perlu ke luar rumah.

"Udahlah mending sekarang kamu keluar, terus kita sarapan bareng." Dhika menepuk pelan pundak Genta sebelum melangkah pergi.

Mau tidak mau Genta pun bergegas  meninggalkan kamar menuju meja makan. Di sana ternyata sudah ada Sukma, neneknya yang sedang mewadahi makanan.

"Kebiasaan banget, Ta. Tiap udah subuh tidur lagi. Padahal kalau langsung aktivitas badan kita tuh jadi enak lho."

"Gak tidur kok, cuma tiduran."

"Sama aja. Mending juga kamu tuh ikut olahraga, biar lebih segar. Om kamu nih contoh tiap pagi olahraga jadi tubuhnya sehat."

"Lho emangnya aku gak sehat? Lagian kemarin aku ikut olahraga juga kok."

"Harusnya bisa tiap hari." Sukma melotot, sambil menyerahkan mangkuk berisi lontong sayur kepada Genta. "Kamu tuh kalau dibilangin selalu aja bantah."

"Gak bantah, cuma meluruskan," ucap Genta dan mulai menikmati sarapannya.

"Masih mau bangun terus sholat aja udah Alhamdulillah, Bu."

Dhika yang sedari tadi hanya mendengarkan ikut menimpali. Genta pun tidak kuat menahan senyum saat melihat ekspresi Sukma yang berubah masam.

"Ya minimal ngelakuin apa gitu dari pada tiduran. Anak-anak zaman sekarang emang pada susah kalau dikasih saran sama orang tua."

Sukma terus berbicara namun tak seorang pun di antara Dhika dan Genta yang menyahuti.  Keduanya memilih menghabiskan sarapan masing-masing.

There's something wrongWhere stories live. Discover now