06. Oct, 2019

88 69 6
                                    

11 Oktober 2019

Kejadian senja kemarin sedikit membuat Laurena terkejut. Pasalnya, ia baru mengetahui tetangga yang baru pindah beberapa bulan lalu adalah keluarga Kazaro.

Dia tidak pernah melihat si berandal itu keluar rumah karena mereka tidak pernah berpapasan.

Sepertinya keluarga mereka tidak harmonis, mungkin inilah alasan dia menjadi berandalan dan tidak pernah bisa diatur. Meski begitu, dia memiliki prestasi dalam permainan bola voli yang setidaknya sedikit menutupi kenakalan remaja yang dilakukan Kazaro.

Yah, tapi itu sudah berlalu, hari ini adalah hari ulang tahunnya sekaligus hari penutupan festival sekolah. Ia tak ingin melewatkan apapun.

Untung saja hanya satu hari dia sakit.

Laurena berencana untuk mentraktir teman-temannya sepulang sekolah nanti.

Koridor tampak sepi, mungkin karena dia berangkat terlalu pagi.

"Semoga kelas ga terkunci," tidak sesuai harapan, pintu kelas mereka terkunci. Beberapa kali ganggang pintu itu diotak-atik, tak membuahkan hasil.


"Penjaga sekolah mana sih," langkah kaki nya sudah menjauh dari kelas namun terhenti karena suara pintu yang terbuka sendiri.

Dia menoleh. Tentu saja ada sedikit rasa takut, tapi rasa penasarannya lebih besar dari itu.

Saking sepinya di sana, langkah Laurena terdengar di seluruh koridor. Ia menyentuh pelan pintu yang belum terbuka sempurna, dan-

"SELA-"

"AKHHHH!"

Kepala seseorang muncul dengan cahaya senter ponsel yang mengarah pada wajahnya. Karena terkejut Laurena Refleks mendorong kuat pintu.

Alhasil orang itu jatuh ke lantai dan ponselnya terlempar entah kemana, seketika lampu juga dinyalakan.

Sebelum itu Laurena sudah lari meninggalkan teman-temannya yang telah mempersiapkan kejutan ulang tahun di kelas mereka.

"Yah dia kabur lagi." Orang itu adalah Felix.

"ELO SIH LIX! Ngapain ngagetin di,” ujar teman mereka yang lain.

"Li, mending kejar si Lau."

Tentu saja Lia bergegas mencari keberadaan sahabatnya itu dengan sedikit berlari.

Sedangkan Laurena yang masih panik terus berlari sambil sesekali melihat ke arah belakang, namun setelah beberapa saat dia menyadari itu adalah orang yang ia kenal, wajah yang konyol itu, Rafelix.

Walaupun langkahnya kini melambat dan hendak berbalik ke atas, Laurena kehilangan kesimbangan karena kaki kanannya tertekuk di anak tangga terakhir.

Beruntung ada satu siswa yang naik tangga langsung menahan dan menggenggam lengan baju Laurena, "hati-hati turun tangga!"

"Maaf- maaf," Laurena mendongak, untuk melihat wajah orang yang menolong dirinya.

Rupanya Arvyn kelas dua belas bahasa itu. Sepertinya dia juga terkejut melihat Laurena, lalu segera melepaskan genggaman tanganya.

"Lu orang yang main piano pas festival bukan?" Dia melepas headphone di telinganya.

"Eh? Iya," Laurena terkejut orang itu mengenalinya.

"Ngapain lari-lari sepagi ini?"

Tidak menjawab pertanyaan, dia malah berbalik dan menuju koridor kelasnya, merasa ada moment yang menarik, sang pemain voli nomor delapan itu mengikuti gadis yang ia tolong.

Gadis ini sekarang mendumel, “Rafelix, awas aja,” mimik wajahnya kesal karena kelakuan sahabat masa kecilnya itu.


Laurena berpapasan dengan Lia di koridor, "Lau! Kenapa kabur sih."

Lia menarik tangannya ke depan kelas mereka diikuti dengan Arvyn.

Penerangan di sana terlihat sama seperti awal tadi, remang-remang. Namun lampu kelas mereka sudah dinyalakan dan terlihat dekorasi ulang tahun bernuansa pink dengan balon huruf bertuliskan Happy Birthday ditempel di dinding.

Sekarang masuk akal kenapa sepanjang koridor kelas sebelas terasa sepi.

"HAPPY SWEET SEVENTEEN, LAURENA!" Teriak mereka serentak.

"Astaga," ucapnya.

"Sorry tadi Lau, ide Felix ngagetin lo tadi tu emang usil banget," ujar Lia menyentuh pundak Laurena.

"Jadi itu alasan pintunya ke kunci?"

"Betul!" Dalam hal ini mereka semua terlihat sangat kompak.

Lia kembali menarik tangannya dan membawa Laurena ke hadapan salah satu teman kelas mereka juga yang memegang kue ulang tahun dengan satu lilin di atasnya.

Lia kembali menarik tangannya dan membawa Laurena ke hadapan salah satu teman kelas mereka juga yang memegang kue ulang tahun dengan satu lilin di atasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka menyanyikan lagu ulang tahun, tapi nada original lagu itu diubah menjadi versi mereka sendiri.

Arvyn masih memandangi mereka karena tidak ada yang sadar bahwa ia berada di sana. Dia melihat ke arah Laurena yang sedang tersenyum bahagia dan terhipnotis ikut terseyum melihat itu, meski hanya senyuman tipis.

Memejamkan mata, Laurena mengucapkan harapan yang bermakna untuk tahun ini dan kedepannya,

I wish, we can all maintain this friendship into adulthood.

Harapan itu langsung terlintas dipikirannya, entah mengapa ia merasa pertemanan mereka benar-benar berharga, tawa serta canda mereka memberi warna hidupnya. Mereka, adalah teman yang menghilangkan rasa kesepian Laurena selama ini. Terutama Rafelix sahabat masa kecilnya dan Athalia Syahra.

MEMORIES OF BLUE ROSES [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang