1. Hidup yang Berjalan

236 25 7
                                    

Enjoy❤️❤️❤️

******

Aditya memasuki rumahnya dengan lunglai. Seminggu ini jadwalnya benar-benar padat, selain konser dari panggung ke panggung, Aditya juga harus mengikuti promosi series perdana nya.

Bahkan Aditya belum tidur selama 2 hari kemarin.

Untung nya, Bang Beni mengerti. Dia memberi Aditya libur selama 2 hari untuk beristirahat. Jadi Aditya memilih pulang ke rumah orang tuanya dari pada tidur di apartemen yang sepi itu.

"Bila mana, Ma?" Tanya Aditya, ikut bergabung bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga.

"Tadi katanya lagi ngerjain tugas di kamar. Oh iya, bentar lagi juga mau KKN katanya." Jawab Mama nya.

"Cepet banget udah mau KKN lagi."

"Adikmu itu udah besar, jangan di lihat anak kecil terus." Papa nya menimpali.

Habis bagaimana. Rasanya waktu terlalu cepat berlalu. Tidak lama lagi Bila akan lulus kuliah. Bisa-bisa sebentar lagi Panji juga datang melamar Bila.

Ini semua orang yang terlalu buru-buru, atau Aditya yang masih diam di tempat ya?

"Oh iya, Ma, Pa. Gimana soal renovasi rumah yang waktu itu Raigan bilang?"

Aditya memang sudah lama merencanakan untuk memperbesar rumah ini. Sebagai seorang anak, tentu cita-cita utamanya adalah memberikan yang terbaik untuk kedua orang tuanya.

Omong-omong, meskipun hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal Raigan Aditya sebagai Aditya, hanya kedua orang tuanya lah yang tetap setia memanggilnya Rony. Juga Bila dan Lyony. Maka dari itu, hanya di rumah ini Aditya merasa benar-benar menjadi dirinya sendiri.

"Rai, bukan nya Mama Papa nolak," Aditya menyimak dengan baik jawaban Papa nya, "tapi rumah ini biarlah begini. Toh kami berdua sudah nyaman."

Penolakan. Sudah Aditya duga.

"Tapi, Pa, Raigan cuma mau kasih kalian yang terbaik."

"Yang terbaik itu ya rumah ini, tetap begini, Aigan." Kali ini Mama nya yang menjawab, "Di sini setiap sudutnya terlalu banyak kenangan. Dari mulai Aigan kecil, terus Bila juga. Rasanya aneh kalau di ubah-ubah lagi."

Aditya jadi terharu.

"Betul kata Mama mu, Rai. Dari pada kamu mikirin rumah ini, lebih baik kamu siapin rumah buat kamu sendiri. Suatu hari kamu menikah, harus udah punya tempat yang layak kan?"

"Apa sih, Pa? Kok jadi bahas nikah. Raigan juga belum kepikiran."

"Tetep aja, Aigan. Kamu itu harus udah mulai nyiapin dari sekarang. Apalagi kalau kamu nikah nya sama Lyony. Dia dari kecil udah hidup dari kalangan berada, masa nanti kamu nikah terus ajak dia tinggal di apartemen?"

Aditya terdiam. Perkataan Mama nya itu benar adanya. Tidak mungkin dia menikahi seorang Lyony dengan modal seadanya.

Meskipun Lyony sendiri pasti tidak akan keberatan.

Oke, mungkin mulai sekarang Aditya akan mulai berpikir untuk membeli rumah.

Masalahnya, memang kapan Aditya akan menikah?

"Rai? Raigan!?"

"Eh, iya, Pa? Kenapa?"

Ck. Ketahuan melamun jadinya.

"Di ajak bicara malah melamun. Papa tanya, kapan kamu menikah? Gak takut keduluan Bila di lamar Panji?"

Itu lagi.

******

Aditya tersenyum membaca pesan dari Lyony

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aditya tersenyum membaca pesan dari Lyony. Gadisnya itu memang lucu. Tapi saat di depan kamera, dia bisa memposisikan diri menjadi gadis yang anggun dan elegan.

Gadis yang sekarang dicintai oleh banyak orang.

Meski begitu, terkadang Aditya masih merindukan sosok dingin dan ketusnya seseorang di masa lalu.

Dia yang pergi tanpa pamit. Dan mungkin, sudah memiliki semesta yang baru.

******

"Tira! Lo bisa gak sih gak bertamu ke gue sepagi ini!? Ini hari libur gue tolong!"

Mentari menatap jengah akan kelakuan teman baiknya yang sedang merebahkan diri di kasurnya itu.

"Gue abis perform di deket sini, Tari. Berhubung gue ngantuk banget, jadi gue milih mampir ke apart lo."

"Lo kan bisa tidur di mobil? Jangan bilang lo lupa ya kalau mobil lo itu alphard."

"Tetep gak enak. Pegel. Gue pengen nya rebahan."

Mentari heran. Kok bisa ya manajer nya Tira mengizinkan artisnya ini mendatangi apart Mentari?

Maksudnya, di banding kehidupan Tira kan apart Mentari ini tidak ada apa-apanya.

Pasrah akan kelakuan Tira, Mentari mendudukkan diri di tepian kasur.

"Eh, Tar, lo masih betah kerja di Wedding Planner?"

Mentari mengangguk, "Kenapa nggak? Di sana asik kok."

"Gue kirain nggak."

"Kalau nggak, emang kenapa?"

"Gue mau ajuin video waktu lo nyanyi ke orang label. Mereka pasti tertarik sama suara lo."

Ini lagi.

"Kan udah sering gue bilang, gue gak mau jadi artis! Lo jangan sok tau deh, Tir."

Tira yang tadi berkata mengantuk itu bangkit dari tidurnya, lalu duduk tepat di samping Mentari.

"Lo punya bakat, Tari. Sayang banget kalau di anggurin. Lagian apa salahnya sih jadi penyanyi?"

Bukan jadi penyanyi yang salah.

Tapi soal Mentari yang tidak ingin di kenal publik.

Atau lebih tepatnya, Mentari tidak ingin dia tahu keberadaan Mentari.

"Gak. Gak ada pokoknya. Lo gak usah aneh-aneh!"

"Dih, aneh lo. Padahal kalau masuk label, lo jadi punya kesempatan buat ketemu Aditya. Atau malah duet."

Yang Tira tahu, Mentari ini merupakan salah satu fans dari Aditya. Itu pun karena Kay yang keceplosan saat bertemu Tira beberapa waktu lalu.

Padahal Mentari sudah mencoba menutupi selama ini.

"Nggak, Tir. Gue emang fans Aditya, tapi kalau ketemu langsung gue gak berani. Takut tremor gue."

Alasan. Mentari bahkan mengolok-olok dirinya sendiri di dalam hati.

Tremor?

Malu mungkin lebih tepat.

"Tari, Tari. Lo itu orang paling aneh tau? Padahal lo punya privileg dengan jadi temen gue. Tapi lo gak manfaatin itu dengan baik."

"Emang lo mau gue manfaatin?"

"Ya kali?"

"Kalau gitu hari ini lo bantuin gue beresin kosan ya. Sekalian nyuci baju, juga. Mumpung lo lagi ada di sini."

"Dih, ogah!"

"Lah? Katanya mau di manfaatin?"

"Bukan manfaatin kaya begitu, Tari! Udah ah, gue ngantuk. Pinjem kasur ya! Jangan ganggu pokoknya."

Tira kembali merebahkan diri.

Sementara Mentari masih betah di posisinya. Dia menatapi setangkai bunga matahari yang terpajang di atas meja rias nya.

Sejak pindah ke sini beberapa tahun lalu, Mentari memang selalu memajang setangkai bunga matahari yang di simpan di vas kecil. Jika layu, maka Mentari akan menggantinya dengan bunga matahari baru.

Selalu begitu.

Mentari juga tidak pernah merahasiakan saat Tira dan Kay bertanya kenapa Mentari menyukai bunga matahari. Mentari akan menjelaskan tentang dia yang pernah memberinya bunga matahari semasa kuliah dulu.

Hanya saja, Mentari tidak menyebutkan namanya.

Tidak, dan tidak akan pernah.

Baginya, melihat bunga matahari itu setiap hari sudah cukup untuk menutupi rindu pada sosok matahari-nya dulu.

******

Jangan lupa tinggalkan jejak!

Adlytari: Kisah Aditya, Lyony dan MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang