Prolog

95 19 5
                                    

When I look at you,
I can feel it.
I look at you,
And I'm home.
Marlin, Finding Nemo

Orang bilang, manusia itu dibagi menjadi dua kategori; mereka yang hidupnya terkekang; mereka yang hidupnya bebas. Mungkin aku termasuk orang yang terkekang. Segala sesuatunya harus sesuai dengan kemauan orang tua. Mulai dari sekolah, kesukaan, bahkan pelajaran-pelajaran yang memuakkan----mau tak mau aku harus bisa dan berhasil mencetak skor sempurna. Lama-kelamaan, hal-hal ini menjadikanku pandai berbohong. Aku bisa mengatur ekspresi di depan banyak orang, menjadi pandai dalam bersikap, membuat orang-orang merasa aku adalah orang yang terbuka, padahal tidak.

Namun, bertemunya aku dengan seorang anak perempuan cupu di kelas baru, membuat semua tebing yang dibangun dengan susah payah agar tidak ditembus orang lain itu runtuh.

Merdya Aster mengetahui semuanya.

Kebohongan-kebohongan itu, luka-luka itu, seolah meski aku tidak membicarakannya pun dia bisa tahu hanya dengan mengamati. Meski begitu aku tidak membencinya, karena Merdya Aster mengubahku untuk dapat menerima kenyataan, berdamai dengan keadaan, padahal daripada aku----dia adalah seseorang yang lebih banyak terluka.

Merdya Aster mengajariku untuk menerima semuanya, untuk tidak selalu lari, dan bilang bahwa ke mana pun aku pergi pasti aku akan kembali untuk pulang.

Namun, siapa peduli? Merdya Aster mengajariku untuk jujur, tapi dia juga menyimpan kebohongan besar yang tak dapat ditebak atau diketahui siapa pun.

***

Kita Akan Selalu Kembali Untuk Pulang [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now