What Is She Hiding In Summer?

28 7 18
                                    

Above all else, embrace your flaws.
JH Hard

Setelah hari itu, liburan musim panas pun dimulai. Aku mendengar banyak rencana Merdy untuk liburan kali ini—yaitu hidup sehat dari sayur-mayur yang ditanamnya sendiri di Tempat Rahasia. Dia juga akan merenovasi beberapa tempat, belajar menulis novel, dan membetulkan perahu. Rencananya sungguh luar biasa—dibandingkan dengan rencana-rencana kawan yang lain. Kebanyakan dari mereka akan pergi ke luar kota, nonton bioskop, pergi ke konser.

Saat aku bilang padanya kalau dia berbeda, Merdy membalasku, menjadi berbeda itu unik.

Karena tak ada yang dapat aku lakukan, Brian juga sibuk sekali, lalu di sini aku tak ikut les mana pun—jadi aku akan sangat merasa bosan. Meski Lindel mengajakku untuk bermain ke rumah Sofia dan yang lain, aku menolak mereka dengan alasan bahwa aku harus belajar dan akan ada kunjungan dari ibuku beberapa hari mendatang. Mereka pun mengerti, tak lagi memaksa.

Tentu saja alasan sebenarnya adalah, rencana Merdy terdengar lebih mengasyikkan. Setelah melihat mereka mabuk di kafe, aku benar-benar tidak mau begitu dekat dengan mereka.

Pergaulan mereka sungguh ... buruk.

Lagi pula, sebenarnya kenapa Sofia Metwenn merundung Merdy? Apa yang salah—tidak, meski aku sudah diberitahu kalau Merdy sangat pendiam di sekolah makanya dijadikan sasaran empuk gadis itu—aku tetap merasa dangkal. Seolah itu bukan faktor utamanya.

Pagi yang cerah ini, di hari Minggu, aku keluar dari rumah dan menyiram rerumputan dengan bosan. Brian menyalakan mesin mobil sembari tangannya sibuk membawa tas. Kakakku itu menjepit ponsel di antara telinga dan bahu kanannya. Sopir keluarga Buckley juga membantu banyak barang bawaan.

"Hey, dude. Aku akan kembali nanti malam, atau paling telat besok. Aku sudah mentransfer uang, jadi belilah makanan," katanya setelah selesai menelepon, menatap ke arahku.

Aku menatapnya balik. Lihatlah celana jins dan kemeja hitam miliknya, rambut blonde setengah basah dan parfum mint menyengat, ditambah bokong semok itu—Brian pasti sengaja. Klien kali ini mungkin berbahaya seperti serigala.

"Jangan makan kacang, kamu mengerti?" tanyanya, lalu membalikkan badan dan masuk ke dalam mobil, kembali bertelepon.

Aku menganggukkan kepala, dan mobil pun mulai melaju, pergi, hingga berbelok di tikungan lalu menghilang. Perginya Brian membuatku menghela napas, di Brig benar-benar lega. Tak ada Ayah, Ibu, atau adikku. Aku tidak perlu memikirkan mereka dan takut pada fantasiku sendiri.

"Ternyata kamu juga ditinggal sendiri, ya?" Seseorang bertanya, membuatku menoleh ke arahnya—ke rumah jamur. "Apa kamu mau membantuku bertukang, dan, piknik?"

Merdya Aster. Ini kali pertama buatku melihat rambut merah kecokelatan bergelombang miliknya digelung, menyisakan anak rambut di kedua pelipis. Dia memakai baju bergaya vintage seperti biasanya dan sepatu kulit. Di kedua tangan yang ramping itu penuh dengan keranjang makanan dan tikar kotak-kotak. Dia juga menyimpan satu buku yang dihimpit di lengannya, kacamata bulat Merdy juga agak melorot.

"Aku tidak yakin dengan masakanmu," kataku, lalu nyengir dan mematikan keran air. "Kamu tahu? Aku belum pernah piknik sama sekali."

Merdy menghembuskan napas dan membuka gerbang, dia berjalan hingga sampai di depan pagar rumahku. "Maka dari itu, kenapa tidak mencobanya denganku?" tanya Merdy, mengerutkan alis. "Aku tidak masak, kok! Ini buah dan salad, hanya itu. Aku tidak begitu buruk dalam memasak."

Aku tersenyum lagi dan berjalan ke arah pintu masuk, menguncinya, lalu keluar dari gerbang. Melihat Merdy membawa banyak barang bawaan seperti ini dengan tubuhnya yang kecil membuatku empati—hingga dengan impulsif, aku meraih satu keranjang buah, teh, dan tikar kotak-kotak.

Kita Akan Selalu Kembali Untuk Pulang [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang