Family's Dinner

47 28 23
                                    

Sebuah kedai kopi terlihat begitu ramai pagi ini. Jalanan pun terlihat macet karena jam sibuk. Ini bukan suatu hal yang aneh di Jakarta.

Julian tampak duduk sendirian seorang diri sambil memainkan ponselnya. Berkali-kali ia melirik jam tangan.

Seorang pria tampak berlari terburu-buru memasuki kedai kopi. Sebuket bunga mawar merah ia berikan kepada kekasihnya yang telah lama menunggu. Kemacetan ini membuatnya terlambat.

"Marcus, apa ini?" ucap Julian kesal saat kekasihnya datang.

"Ini sogokan dariku supaya kau tidak marah lagi."

Julian mengambil buket bunga itu lalu tersenyum. Meskipun kesal tapi ia tidak mau memperdebatkannya.

"Kenapa kau mengajakku bertemu? Kau tahu aku benci bangun pagi. Karena dirimu, hari ini aku harus bangun pagi untuk bersiap-siap," keluh Julian panjang lebar.

"Kenapa harus bersiap-siap? Aku sudah biasa melihat wajah lusuhmu saat pagi. Bahkan kau tidak mencuci wajahmu saat menemuiku. Kenapa hari ini kau begitu mempersiapkan diri?" Marcus dengan santainya mengambil latte milik Julian.

"Karena aku ingin tampil cantik di hadapan kekasihku yang baru saja menjabat sebagai CEO di perusahaannya," Julian tersenyum lalu mengerlingkan sebelah matanya. Menggoda kekasih sendiri tidak masalah, kan?

"Waaaaahhhh! Aku jadi merasa terharu."

Mereka berbincang dengan hangat. Sesekali Julian kesal karena candaan Marcus. Keramaian orang-orang seolah tidak terdengar. Mereka hanyut dalam dunia mereka sendiri.

"Apa jadwalmu hari ini?"

Julian menyipitkan matanya seolah berpikir.

"Aku akan datang ke perusahaan hari ini. Ada beberapa hal yang harus di urus. Ayah terus saja mengomel. Aku tidak beminat untuk menjadi penerusnya. Biarkan adikku saja yang akan menggantikan posisinya nanti. Lagipula aku sudah pernah menjabat CEO sementara sambil menunggu adikku lulus kuliah."

"Kenapa kau tidak mau? Lagipula sudah banyak ide-ide yang kau sumbangkan untuk perusahaan. Kau adalah CEO sempurna. Ayah mertua pasti sudah bisa melihat potensi di dalam dirimu."

Julian menahan tawanya mendengar ucapan Marcus.

"Ayah mertua?"

"Iya, Ayah mertua," jawab Marcus dengan wajah yakin.

Tawa Julian meledak mendengar hal itu. Sangat konyol menurutnya. Apa yang sebenarnya ada dipikiran pria ini?

"Kita belum menikah."

Marcus memutar bola matanya kesal. Julian selalu bersikap jual mahal. Entahlah, gadis ini sulit dimengerti. Terkadang terasa sulit. Terkadang terasa mudah. Dan lagi gadis ini begitu keras kepala. Apakah sesulit ini untuk mengerti seorang gadis?

"Apa kau ingin aku melamarmu sekarang?" canda Marcus dengan wajah yang dibuat serius.

"Kau pikir aku akan langsung menerimamu?"

"Kau pasti akan menerimanya. Memangnya mau dengan siapa lagi kau menikah jika bukan denganku?"

Julian menggelengkan kepalanya. Sikap Marcus begitu meninggikan diri. Ya ampun, dimana dia temukan pria seperti ini?

"Bukan hanya dirimu yang mendekatiku, Marcus William."

"Tapi akulah yang terbaik."

Love And New YearWhere stories live. Discover now