BAB 2.1

597 74 1
                                    

Menuruni anak tangga satu persatu Aera mendengar suara tembakan yang memekakkan telinga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menuruni anak tangga satu persatu Aera mendengar suara tembakan yang memekakkan telinga. Sialnya di saat seperti ini monitor jantungnya kembali menyalak membuatnya mau tidak mau harus memelankan larian dan beristirahat sejenak.

Dengan langkah pelan Aera mendekati kedua teman kelasnya yang tampak masih mematung guna mencerna suatu hal yang barusan mereka alami.

Derap larian Bu Park yang penuh khawatir pada anak didiknya itu membelah keterhenyakan Aera. Ketika Bu Park sibuk bertanya-tanya pada letnan Lee yang barusan menyelamatkan nyawa kedua anak didiknya. Aera menepuk-nepuk pelan pundak kedua pemuda—teman sekelasnya itu. Ilha dan Kim Chiyeol. Berharap ia bisa menyalurkan energi agar mengurangi rasa ketegangan keduanya.

Aera merunduk dalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aera merunduk dalam. Di tengah kesunyian malam ia kini terduduk di dalam ruang kelas yang hanya berisi empat pasang mata.

Mikirkan apa yang menyebabkan sekonyong-konyong tanpa peringatan apa yang membuatnya pingsan? Aera tidak tahu itu. Seingatnya ia baik-baik saja, jam sialan yang melingkari lengannya pun tidak berbunyi sama sekali sebelum ia katanya kehilangan kesadaran.

Padahal bisa saja Aera menghentikan kejadian naas yang terjadi di hadapan Ilha dan kimchi sebelumnya. Younghoon, salah satu teman kelasnya ditelan hidup-hidup oleh bola ungu yang jatuh dari langit itu.

Harusnya Aera bisa mencegah karena sudah mengetahui itu! Tetapi kenapa ia mendadak pingsan?!

"Ini bukan salah kalian. Itu kecelakaan. Jadi jangan menyalakan diri kalian. Datang dan bicaralah denganku saat kalian tertekan, dan saat di kelas..."

"Begini saja, kalian harus cuti beberapa pekan. Bagaimana?"

Hening. Tiada suara yang ingin menyahuti celotehan penuh kecemasan wanita yang tampak sangat bersusah hati itu.

"Maaf."

Mendengar itu Aera mendongak, netra beningnya langsung saja tertuju pada sesosok wanita yang mereka semua sebut ibu guru Park. Wanita itu tampak sendu, menundukkan wajah sedalam yang ia bisa. Berusaha menghalang telaga yang ingin menetes dari netranya.

DAS : VIVA LA VIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang