With---4: Mendekat

86 19 140
                                    

Setibanya di sekolah, suasana pun tidak terlalu ramai karena belum banyak murid yang datang. Angel yang melihat itu merasa waswas sebab tidak ada yang membatunya turun dari motor. Rayyan pun tak terlihat batang hidungnya, Brama yang mengetahui hal tersebut tersenyum dia masih duduk di atas motor.

“Nggak usah khawatir. Aku bisa, kok, menurunkanmu dari motor sendiri,” ucap Brama.

Mendengar hal itu, Angel terkejut.

“Tapi kamu ‘kan nggak biasa, Bram. Aku berat, lho,” sanggah Angel.

“Nggak. Sini!” kata Brama lalu turun dari motor, masih dengan tangan kanannya memegang tangan kanan Angel. “Bisa nggak pindahin kakinya yang kiri ke kanan sendiri?”

Pertanyaan Brama direspons gelengan oleh Angel. Dia pun kesulitan melakukannya jika posisi memboncengnya tidak duduk berayun. Kakinya kaku.

“Oke. Tak apa. Maaf, ya. Aku bantu,” ucap Brama.

Akhirnya, Brama membantu Angel mengangkat dan memindahkan kaki kirinya ke kanan. Untung seragam SMA Rimbun Jaya itu rok pendek bawah lutut dengan atasan lengan pendek pula. Angel juga memakai celana selutut untuk dalaman roknya, jadi aman. Kini, Angel telah ganti posisi duduk berayun di atas motor dan berhadapan dengan Brama yang berdiri di depannya.

“Bram, terima kasih, ya,” ucap Angel.

“Sama-sama. Ayo turun! Jangan takut, ini tangannya masih aku pegangi, dua-duanya pula,” pinta Brama.

Setelah mengiakan permintaan Brama, Angel turun dari motor. Namun, baru saja kaki kirinya menginjak tanah, keseimbangan badannya terganggu sehingga Angel refleks memeluk tubuh Brama. Sang empunya pun tersenyum mendapatkan hal itu.

“Nggak usah takut, Ngel. Selama ada aku, kamu nggak akan jatuh.” Brama masih membiarkan Angel memeluknya.

Angel masih dengan posisi yang sama, belum melepas pelukan itu. Bayangan masa kecilnya ketika jatuh dari motor dan memeluk Hans terlintas lalu rasa takut tersebut melanda.

Brama yang dari tadi belum mendapat respons dari Angel menghela napas.

“Nggak lucu, Ngel, kalau kita masuk BK gara-gara pelukan di sekolah,” ucap Brama.

“Bram, bisa nggak kamu menyangga tubuh aku dulu? Aku takut,” jawab Angel.

Jawaban Angel membuat Brama sadar jika Angel belum bisa berdiri sendiri, alhasil dia bergegas menyangga tubuh Angel agar dia dapat melepas pelukannya.

“Maaf, aku tadi lupa, Ngel,” kata Brama ketika Angel sudah berdiri di depannya meski tubuh Angel masih disangga oleh kedua tangan Brama.

“Tak apa, Bram. Terus, aku bagaimana jalannya?” tanya Angel. Sadar, jika wolkernya masih di dalam kelas.

“Aku tuntun saja,” jawab Brama.

Namun, baru saja Angel ingin berjalan sembari dituntun Brama. Rayyan datang membawakan wolkernya dan mengajak Angel ke taman sekolah terlebih dahulu sebelum masuk kelas, alhasil Brama pun masuk sendiri ke dalam kelas.

*****

Akhirnya, Angel dan Rayyan telah duduk di kursi taman. Rayyan pun membuka obrolan terlebih dahulu.

“Tadi kenapa sama Brama?” tanya Rayyan.

“Papa nggak pulang dari tadi malam,” jawab Angel.

Mendengar nada bicara adiknya yang sedikit ketus, Rayyan meraih tangan kanan Angel untuk digenggamnya. Sang empunya tangan pun membiarkan akan hal itu.

“Maafin aku, ya?” pinta Rayyan.

“Untuk apa, Mas? Mas Ray nggak salah, justru Angel yang tidak mikir panjang. Masalah itu harus dihadapi nggak ditinggal pergi. Itu ‘kan tujuan sikap Mas ke aku semalam?” tebak Angel.

Tebakan Angel membuat Rayyan bernapas lega. Sudah dia duga Angel memang cerdas. Dia selalu berpikir positif dalam setiap hal yang dihadapinya.

Alhamdulillah, jika kamu paham, Ngel. Aku takut kamu marah, soalnya kamu nggak pernah marah. Emosi saja dipendam, jarang dikeluarin. Apalagi marah. Aku nggak tahu, kalau kamu benar-benar marah seperti apa, Ngel.” Rayyan pun sesekali mengelus punggung tangan Angel seraya berkata demikian.

“Namun, aku nggak tahu, Mas. Seberapa banyak aku perpikir positif, selalu saja salah dan menyakitkan perihal Mama dan Papa,” ucap Angel.

“Kamu kuat, Ngel. Perempuan kuat kedua yang kukenal setalah mamaku. Boleh, kok, kamu nangis, kamu sedih, kamu terpuruk. Namun, ingat. Tidak boleh terus menerus, karena hidup tetap berjalan dan tanggung jawab itu ada di kamu. Ya, memang alur hidup kita berbeda. Meski kita saudara, tetapi manusia nggak pernah bisa mengubah takdir kecuali keadaan. Aku ngomong gini, belum tentu aku bisa dengan mudah, Ngel. Namun, mari kita sama-sama menjalankan ini di versi masing-masing,” ucap Rayyan.

“Iya, Mas. Namun, sampai kapan? Aku capek, terkadang aku tanya sama Tuhan ketika salat;Tuhan, tunjukan buku hidupku? Bagaimana ending hidupku? Pasti Tuhan punya perpustakaan besar ‘kan, Mas? Satu buku untuk satu manusia,” jawab Angel tak terasa air matanya luluh ke pipi.

Jawaban Angel membuat Rayyan tertawa sembari tangan kanannya menghapus air mata Angel sesudah mengenggam tangannya tadi.

“Pundak kamu kuat, Ngel. Kamu manusia pilihan.” Rayyan pun masih menghapus air mata Angel. “Namun, kamu lucu, deh. Ada-ada saja kamu mikir."

“Ih. Mas Ray, mah, gitu. Aku lagi curhat tahu nggak?” omel Angel. “Malah diketawain.”

Omelan Angel yang kadang seperti anak kecil membuat Rayyan tertawa lagi, adiknya yang satu ini memang ajaib. Pemikirannya yang sering kepanjangan terkadang membuat dia kewalahan menghadapinya. Apakah ini juga salah satu kekuatan Angel yang terpendam sehingga dia mampu bertahan? Banyak hal yang terlalu keras menghantam dia. Sudah hancur pun, Angel masih tetap terlihat baik-baik saja.

“Iya, Iya, Angelika Mentari,” jawab Rayyan akhirnya mengalah. “Udah ‘kan curhatnya?”

“Sudah, sih. Namun, aku boleh bertanya, Mas?” kata Angel.

Rayyan pun hanya mengiakan.

“Aku beneran cinta sama Brama, Mas. Namun, siapa yang akan memulai dahulu untuk mengungkapkan rasa. Aku lagi?” ucap Angel.

Mendadak ucapan adiknya membuat Rayyan terkejut. Dia terkadang ragu. Adiknya ini mempunyai beberapa liter keberanian sehingga dia ingin memulai dahulu lagi seperti apa yang Angel lakukan ke Danu?

Setelah menghela napas panjang dan mengulanginya kedua kali, Rayyan menatap wajah Angel lekat dan memegang kedua pundaknya.

*****

Ketika Waktu BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang