26: Berubah?

21.5K 896 8
                                    

Arshan mengebut menuju ke alamat yang Mahira berikan barusan. Mahira bilang, Aryan sudah menghubungi tim penyelamat sejak tadi. Tim penyelamat itu menyisir jurang, kebun teh, dan rumah penduduk. Lalu mereka mendapat info salah seorang penduduk menemukan gadis yang pingsan di dekat kebun teh. Gadis itu pun ditolong dan dibawa pulang.

Jadi, selain Arshan yang tengah dalam perjalanan, Mahira dan yang lainnya juga. Hanya saja, rombongan Mahira tidak bisa cepat sebab jalanan di atas sana yang mengerikan. Ditambah lagi dalam van itu ada banyak orang.

"Aku bersumpah tahun depan tidak akan ke sini lagi jika itu membuat nyawa istriku jadi taruhannya," gumam Arshan tanpa sadar.

Itu benar-benar secara tidak sadar, karena setelah beberapa detik, dia baru menyadari perkataannya yang menyebut Shayra sebagai istrinya.

"Maksudku, Penyihir itu. Kasihan, nanti para penyihir kehilangan anggotanya," ralatnya. Padahal tidak ada yang mendengar juga, jadi untuk apa repot-repot diralat?

Setelahnya, Arshan tak mengoceh lagi. Ia benar-benar fokus memandangi Maps di ponselnya dan ke depan sana. Sinyalnya memang sudah lebih baik, tapi jalanan yang sempit ini masih mengganggu, ditambah lagi penerangan yang tidak banyak.

"Aku memang membencimu, tapi kau harus bertahan, ya? Kita belum berdebat lagi," oceh Arshan kembali.

Arshan masih tidak tahu mengapa dia melakukan itu atau mengapa ia sangat khawatir. Ia hanya menuruti kata hatinya daripada tidak tenang.

Mobil Arshan sudah berputar-putar sejak tadi di jalan desa yang sempit dan sedikit berbatu. Suasana di sini sepi sekali. Dia yakin bukan karena mengebut jadi tidak melihat orang, tapi di sini memang benar-benar tidak ada orang.

Tanda di Maps menunjukkan Arshan hampir sampai ke tujuan. Sekali lagi, tanpa tahu mengapa, hatinya merasa senang dan tidak sabar, hingga refleks menambah lagi kecepatan dan sampai di depan sebuah rumah kayu dalam beberapa detik saja. Rumah itu terlihat sangat sepi, membuat Arshan menjadi yakin dan tidak itu sungguhan rumah yang dimaksud.

Arshan baru beranjak turun ketika pintu kayu rumah itu dibuka dari dalam. Seorang pria dan wanita paruh baya keluar dari dalam sana menghampirinya yang juga mendekat.

"Maaf, apa Anda berdua yang tadi menolong seorang wanita yang pingsan di dekat kebun teh?" tanya Arshan sesopan yang ia bisa.

Keduanya mengangguk. "Benar. Anda ini siapanya gadis itu, ya?"

"Suami, aku suaminya," jawab Arshan secepat kilat. "Di mana dia? Dia baik-baik saja, kan?"

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil, "Sebentar, saya panggilkan dulu, dia sedang istirahat di dalam, tapi dia juga sejak tadi mencari-cari keluarganya."

Arshan mengangguk dan akan menunggu. Ini sudah lewat tengah malam, jadi tidak masalah tidak diperbolehkan masuk. Lagipula yang penting Shayra-nya dikembalikan.

Eh, apa? Sekali lagi Arshan baru menyadari pemikiran anehnya yang menyebut Shayra miliknya. Ia pun menggeleng cepat-cepat untuk membatalkan pemikiran itu.

"Nak, sudah berapa lama kalian menikah?"

Arshan mengerjap beberapa kali dan dengan polosnya melihat ke sekitar. Ternyata, tidak ada orang, jadi pertanyaan itu untuknya. 

"Hmm, baru beberapa minggu, Pak," jawabnya.

"Oalah, pengantin baru, toh."

Arshan mengangguk dan sebisa mungkin tersenyum. Sebenarnya tidak bisa tersenyum karena Bibi itu lama sekali kembalinya. Yang dia tolong Shayra atau bukan? Jangan-jangan orang lain, dan bodohnya dia yang tidak bertanya.

Dear, Mr. A (Completed)Where stories live. Discover now