19. Is This What It Feels Like To Have A Complete Family?

302 40 7
                                    

Jam tangannya menunjukkan pukul setengah tujuh ketika Fariz meninggalkan musala di halaman rumah. Bergegas, ia masuk ke ruang keluarga dari pintu yang menghubungkan dengan taman bunga mamanya, lantas naik tangga menuju lantai dua. Pintu kamarnya terbuka lebar ketika ia tiba. Rini, salah satu asisten rumah tangga yang membantu mamanya sehari-hari, berdiri di sudut kamar Fariz, tempat kamar mandi dan wastafel berada. Fariz hendak bertanya apa isi tas plastik putih di tangan Rini, mengingat seluruh perlengkapan untuk membersihkan diri sudah tersedia di dalam lemari, ketika terdengar pintu kamar mandi dibuka.

"Mbak, pembalutnya—oh, Kak ...." Nadhi sama kaget dengan dirinya. ART mamanya, yang berdiri di tengah-tengah mereka, meringis saat melirik Fariz. Ia langsung tahu apa yang ada di dalam tas plastik itu.

"Hai." Fariz mendekat pada Nadhi, berusaha tersenyum meski otaknya masih terasa beku oleh rasa kaget. "Aku dari musala langsung ke sini, khawatir kamu butuh sesuatu lagi."

"Ya, aku ...." Nadhi berdeham. Kedua pipi perempuan itu merona. "Aku ... barusan minta ... maksudnya—"

"Kak Nadhi butuh pembalut." Rini menengahi sambil tersenyum malu-malu ketika menoleh pada Fariz. "Mau saya beliin di toko depan, tapi nggak mau, minta yang ada aja. Saya cuma punya ini, Kak."

Fariz nyaris melongo saat Rini mengacungkan tas plastik putih di depan wajahnya. Ia tidak punya masalah dalam membicarakan haid dengan siapa pun, tetapi Nadhi kelihatannya tidak.

"Thanks, Mbak." Fariz menoleh lagi pada Nadhi. "Ada lagi yang kamu butuh? Di dekat sini ada toserba. Mama cari apa pun di sana kalau mendesak. Aku bisa beliin."

Kini bukan hanya pipi Nadhi yang merona, melainkan seluruh bagian wajahnya, dan Fariz mendapati perempuan itu tampak berkali-kali lipat lebih menggemaskan daripada yang pernah ia lihat.

"Makasih, Kak. Aku ... aku cuma butuh itu. Aku bawa ...." Nadhi menggeleng samar. "Maksudku, aku lupa bawa pembalut. Biasanya aku bawa."

Fariz manggut-manggut, membiarkan Rini menyerahkan bungkusan di tangannya pada Nadhi, kemudian meminta perempuan itu meninggalkan kamar. Fariz pikir, harinya akan kacau sejak Alisha mendesaknya untuk memberi bantuan. Fariz juga menduga Nadhi akan meninggalkannya setelah mendengar langsung bahwa ia adalah anak menteri yang kerap diasosiasikan dengan perbuatan semena-mena dan sok kuasa. Namun, dugaan-dugaannya salah.

Hari ini adalah hari terbaik di antara yang terbaik selama beberapa minggu terakhir. Nadhi tidak pergi, malah memberinya sekotak susu stroberi. Nadhi tidak membatalkan rencana mereka, malah tampak gembira saat tiba di perpustakaan keluarganya. Nadhi juga tidak menolak ketika mamanya mengajak makan malam bersama, malah berterima kasih dengan sikap yang sangat sopan saat mamanya memuji pencapaian perempuan itu dan berniat merayakannya.

Setelah beberapa kali menghabiskan waktu bersama, baik singkat maupun seharian, Fariz mendapat satu kesimpulan tentang Nadhi. Meski pemalu dan canggung pada orang baru, Nadhi sangat sopan. Nadhi memedulikan lawan bicaranya, berusaha yang terbaik untuk menanggapi. Sikap itu adalah satu dari sejuta alasan Fariz jatuh cinta pada Nadhi.

"Kak Fariz ...."

Menoleh, Fariz menemukan Nadhi berdiri di sudut kamar dengan masing-masing tangan menjinjing tas plastik putih dan tote bag. Nadhi keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, rambut digerai rapi—sebelumnya diikat, dan sedikit riasan di pipi serta bibirnya.

"All good, Nadh?" Beranjak dari sofa yang terletak di dekat pintu kaca menuju balkon, Fariz menghampiri Nadhi. Parfum beraroma lembut, kombinasi bedak bayi dan vanila yang ringan, perlahan menyusup ke indra penciumannya.

Nadhi mengangguk sebelum melirik singkat ke arah pintu kamar. "Mbak Rini mana, Kak?"

"Udah ke bawah. Ada yang kamu butuhin lagi?" Fariz mempertimbangkan sejenak, kemudian menambahkan, "Aku punya kakak perempuan, Nadh. Sedikitnya aku tau tentang perempuan haid dan apa yang bisa aku lakuin buat mereka, jadi bilang aja kalau memang butuh yang lain, nggak perlu malu. Menurut Kak Fara, nilaiku 70. Not bad, kan?"

CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang