45 : Sebuah Kata Maaf

599 108 17
                                    







Semalam, Tasya akhirnya memberanikan diri untuk menceritakan semua kejadian yang terjadi ketika Waru masih dalam keadaan tak sadarkan diri di rumah sakit. Deretan kalimat yang ia ucapkan pun sebisa mungkin ia susun dengan diksi yang dapat di pahami Waru dengan mudah.

Namun, reaksi gadis itu justru hanya diam. Ada sedikit gurat kecewa yang tertangkap oleh netra Tasya ketika menceritakan perihal Helega yang ternyata merupakan pelaku penabrakannya di malam ia hendak menyelamatkan Nada 2 tahun silam. Tetapi, Waru sepertinya tak marah setelah mengetahui alasannya.

Meskipun begitu, tetap saja ada rasa kecewa karna ia merasa begitu dekat dengan dengan Helega dan bahkan menaruh percaya untuk melindunginya ketika masih merasa asing dengan lingkungan barunya.

Waru tak bisa berbuat banyak. Ia lebih memilih diam saja memendam semua sesak dan kecewa itu ketimbang harus meraungkan tangis dan kembali menyusahkan mamanya dan Jian.

Hari ini, Waru akan pergi ke sel tahanan untuk mengunjungi ayahnya. Iya, ayahnya. Kalian gak salah kok. Walaupun masih menyimpan takut, Waru nyatanya tetap ingin menemui sosok yang tak akan pernah bisa ia benci itu. Entah apa tujuannya, yang jelas kini Tasya hanya bisa menuruti kemauan putrinya. Tak lupa pula ia mengabari Nadi tentang kepergian mereka hari ini. Hal itu tentu karna kemauan Nadi agar selalu tahu tentang apa saja yang di lakukan Waru dan sebisa mungkin mengawasinya dari jauh.

Maka, sejak Waru berangkat bersama ibunya tadi, Nadi diam-diam mengikuti taksi yang membawa kedua wanita itu hingga sampai ke tujuan.

Ketika tiba, Tasya segera membayar ongkos taksi kemudian meraih tangan Waru untuk ia genggam. Sejenak ia sempatkan membingkai paras putrinya, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

Waru tersenyum tipis, lalu mulai turun dari taksi. Kepalanya sedikit terangkat guna memandang lekat-lekat gedung yang cukup besar di hadapannya saat ini. Satu hembusan napas keluar tanpa sadar. Waru sekali lagi mencoba meyakinkan diri.

Langkah demi langkah yang ia pijak tiba-tiba terasa berat. Kini Waru telah duduk rapi diatas kursi tunggu dengan sang ibu yang juga diberikan kursi untuk duduk di sampingnya. Waru menatap kosong ke arah kaca yang nanti akan menjadi pembatasnya ketika bertatapan langsung dengan papanya.

Hingga beberapa menit setelahnya, suara derap langkah yang pelan mulai terdengar. Waru sempat menahan napas sejenak ketika netranya menangkap siluet sang ayah yang kini tengah berjalan gontai dengan di pegangi oleh petugas penjaga sel yang bertubuh kekar.

Adipati pun sama. Ia sama sekali tak akan menyangka jika yang datang mengunjunginya adalah putri kandungnya sendiri, dan juga... mantan istrinya.

Tiba-tiba, perasaan takut serta resah yang sejak tadi memenuhi jiwanya berganti menjadi cemas. Gurat yang terpancar dari wajah Waru kini menandakan bahwa gadis itu terlihat khawatir. Melihat perawakan sang ayah yang kini mengurus, pipinya bahkan terlihat cekung dengan kantung mata yang jelas terlihat, membuat hati Waru ikut sakit.

Adipati mengumpat dalam hati ketika netranya tak sengaja bersitatap dengan sepasang mata yang memandangnya penuh cemas. Sesaat kemudian, ia merutuki diri. Adipati menunduk dalam dengan perasaan berkecamuk. Ia malu, sangat malu hingga tak sanggup menatap dua wanita yang kini berada di hadapannya dengan sebatas kaca transparan yang menghalangi tubuh mereka.

Entah mengapa, kini perasaan yang menguasai Adipati hanyalah penyesalan. Ia tahu itu sudah sangat terlambat untuk di suarakan. Tetapi, demi Tuhan Adipati benar-benar rela dan ikhlas menerima hukuman apapun yang menimpanya nanti.

Unhappy (END) | JAEMINJEONGWhere stories live. Discover now