38. Terulang

76.8K 6.2K 560
                                    

Mari melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis.

Mari  melestarikan vote dan komen di setiap bab cerita ini sebagai bentuk apresiasi kalian pada penulis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mata Lahya tak lepas melihat pria yang beberapa hari ini nampak berada di halte sekolahnya. Sepagi-pagi ini, apa pria itu tidak bekerja? Penampilannya dari hari ke hari selalu sama. Topi putih, masker hitam dan baju yang entahlah sepertinya belum pernah diganti. Nampak lusuh.

"Nunggu apa gak masuk-masuk?" tanya Giandra terheran Lahya tidak segera masuk.

"Aneh aja Mas, bapak itu selalu ada dihalte sekolah tiap Lahya pulang. Tapi hari ini, pagi-pagi udah stay di sana. Lahya jadi takut," adunya kembali mendekat ke Giandra.

Saat Giandra memperhatikan pria itu, saat itu juga pria misterius itu berpaling memunggungi mereka di halte sana. Gelagatnya sangat aneh, setiap Lahya pulang sekolah pasti ia akan selalu merasa diawasi ketika menunggu jemputan di depan gerbang SMA TB. Meski, berjarak sekitar 15 meter dari gerbang sekolah, hal itu tetap membuat Lahya was-was.

"Dengerin Mas Gian. Jangan kemana-mana sebelum dijemput Mas atau bapak, paham?"

"Tapi biasanya kalo Lahya pulang cepet juga jalan kaki, kok."

Gian berwajah masam seketika. "Ngeyel banget kamu tuh dibilangin. Ngerti gak?"

"Iya-iya," jawab Lahya masih memperhatikan pria di halte sana.

"Jangan diliatin terus. Masuk sana. Kalau ada apa-apa, hubungi Mas langsung."

Lahya mengangguk. Mengulang, menyalami tangan Giandra dan berjalan masuk gerbang sekolah. Lahya tidak ingin merusak kesenangan di hatinya karena rasa penasaran pada pria misterius di halte sekolah. Perawakan pria misterius itu tidak asing baginya, tapi Lahya memilih untuk tidak peduli.

Suasana SMA TB sudah cukup padat mengingat 15 menit lagi bel masuk. Ada beberapa siswa yang berlari kecil mendahului langkahnya untuk masuk kelas. Biasanya siswa yang datang terburu-buru, baru akan mengerjakan pr-nya di sekolah. Nahh, berbanding terbalik dengan gerombolan siswa yang memilih mengobrol di gerbang sekolah tadi. Biasanya yang malas masuk kelas lebih awal, malas untuk tugas piket membersihkan kelas.

"Allah!" Lahya memekik kaget tatkala tali sepatunya ia injak sendiri sampai hampir jatuh. "Pake lepas lagi."

Lahya berjongkok mengikat ulang tali sepatunya yang lepas karena diinjak sendiri. Biasanya orang akan kesal meski itu dirinya sendiri, tapi Lahya malah salah tingkah mengingat kemarin Gus polisi meminta adiknya untuk bertukar sandal dengan Lahya.

Senyum Lahya berganti wajah serius, ia tidak ingin dikira gila pagi-pagi karena senyum-senyum sendirian. Lahya mengernyitkan dahinya bingung melihat mading sekolah dikerumini banyak siswa.

Ini lebih membuatnya penasaran pagi-pagi dibanding pria misterius dihalte tadi. Lahya terdiam kikuk saat kehadirannya menjadi sorot mata semua yang ada di depan mading.

ALIFWhere stories live. Discover now