Permohonan Aletta

356 264 134
                                    

📚 HAPPY READING 📚

Keesokan harinya, Ruby terbangun lebih awal dari pria itu. Dia memalingkan pandangannya ke arah jam yang setia menempel di dinding, menunjukkan bahwa pukul 9 pagi telah tiba. Ruby, yang menatap layar waktu dengan raut wajah yang penuh penyesalan, menyadari bahwa dia terlalu larut dalam momen keintiman yang tidak terduga. Kini, ketika mentari pagi menerangi ruangan, realitas menampar Ruby dengan kejernihan yang tak terelakkan.

Mata Ruby melirik ke sekeliling kamar yang menjadi saksi bisu dari momen-momen intim mereka sebelumnya. Cahaya pagi yang lembut memperlihatkan sudut-sudut ruangan yang sebelumnya tersembunyi dalam kegelapan malam. Tidak jauh dari tempat tidur, pakaian yang berserakan dan barang-barang pribadi yang tersebar membentuk jejak keintiman yang terjadi semalam.

Pria yang tidur di sampingnya masih terlelap dengan tenang, tak sadar akan kegelisahan yang tengah menghantui Ruby. Sejenak, Ia merenung, mencoba mengingat kembali detail dari malam sebelumnya yang semakin jelas terukir di benaknya. Kilatan-kilatan memori terputar ulang seperti sebuah film, menghadirkan gambar-gambar dan sesuatu yang mampu membuat Ruby memaki dirinya saat ini.

Dengan hati yang berdebar, Ruby mencoba bergerak tanpa membuat terlalu banyak suara. Berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengganggu tidur pria yang masih terlelap di ranjang, Ruby berusaha menjadi bayangan yang tak terperhatikan di sudut kamar.

Ruby melihat pakaiannya yang sudah tak layak pakai, bekas dari kejadian kemarin malam di mana pria itu merobeknya dengan ganas. Kilatan kenangan tentang momen intens itu kembali menyelinap ke dalam pikirannya, membuatnya merasa canggung. Dalam keadaan seperti ini, tak ada pilihan lain baginya selain memilih mengenakan pakaian pria tersebut yang tergeletak tak jauh dari tempat tidurnya.

Setelah selesai memakai pakaian, Ruby meraih ponsel yang tergeletak di lantai dan memasukannya ke dalam tas. Dengan perasaan campur aduk yang membebani pikirannya, Ruby menghirup udara dalam-dalam, mencoba meredakan rasa lelah dan sakit yang menyeluruh di seluruh tubuhnya.

Sekali lagi ia menoleh ke arah pria yang masih terbaring tanpa sadar. Dalam keheningan, ia mengucapkan sebuah perpisahan dalam hatinya, meninggalkan kamar yang seolah-olah menjadi saksi bisu dari momen yang tak akan ia lupakan.

Setelah sampai di rumah, Ruby langsung bergegas untuk membersihkan diri. Dengan langkah tergesa-gesa, Ia memasuki kamar mandi dan melepaskan pakaian yang masih membawa aroma pria dari malam sebelumnya. Air hangat menyentuh kulitnya yang masih terasa tegang akibat peristiwa semalam, membawa rasa kenyamanan dan kelegaan.

Dalam proses membersihkan diri, Ruby juga mencoba membersihkan pikirannya. Detik demi detik, setetes air di kamar mandi menjadi saksi dari usahanya untuk meredakan pergolakan batin yang dirasakannya. Setelah selesai, Ruby merasa sedikit lebih ringan, meskipun bayangan peristiwa semalam masih menghantui sudut-sudut pikirannya.

Udara segar setelah mandi memberikan sensasi penyegaran pada tubuhnya. Untuk beberapa saat, Ruby menatap cermin, melihat tubuhnya yang begitu banyak bercak kemerahan. Jejak ciuman dan sentuhan gairah masih tergambar jelas di kulitnya, mengingatkannya pada malam sebelumnya yang penuh dengan keintiman.

“Dia seperti penyedot debu.” Gumam Ruby.

Pandangan matanya terfokus pada cermin, menyelami setiap detail yang terpantul di sana. Dengan napas dalam, ia melangkah keluar dari kamar mandi, siap menghadapi apa pun yang mungkin akan terjadi kedepannya.

UNEXPECTED LOVE Where stories live. Discover now