13. Nov, 2019

89 72 23
                                    

Bulan kelahiran Laurena sudah berakhir. Saatnya November, bulan dimana Felix akan berulang tahun di tanggal-tanggal akhir.

Felix sedang berkutat dengan komputer miliknya. Dia melakukan streaming game untuk menaikkan subs.

“Kali ini gua akan mainin game horor yang alurnya ga ketebak!”

Dia menghabiskan waktu lebih dari lima jam sehari. Saat stremingnya berakhir, ia akan melanjutkan game lain untuk mengupload di Mytubenya.
Namun, Felix harus bermain diam-diam karena ayahnya pasti akan mengkritik apa yang ia lakukan.

Untung saja kamar itu kedap suara, tidak ada suara yang keluar dan suara yang masuk di sana.

Kerongkongannya terasa sangat kering karena terlalu banyak bicara saat stream. Sial, saat mengambil minum ia lupa menutup pintu, alhasil video replay gamenya samar-samar terdengar ketika ayahnya hendak berjalan menuju ruang kerja.

Headphone yang juga terhubung di komputer sudah ia lepas. Bergegas dia kembali ke kamar, dan ayahnya sudah berdiri di sana.

Menatap layar komputer, dan mengatakan kalimat yang sama tiap dia memergoki anaknya bermain game,
“masih melakukan hal yang tidak berguna ini?”

“Masa depanmu suram jangan minta ayah buat membantu.”

Sang Ayah meninggalkan Felix, anak itu cukup kesal mendengar ucapan remeh ayahnya dan melampiaskannya dengan menutup pintu dengan keras.

Mengacak-acak rambut frustasi, dia kembali duduk di kursi game miliknya. Sambil menyesali mengapa dia ikut dengan Sang Ayah daripada Sang Ibu.

Namun apa daya, Felix kira ayahnya akan memfasilitasi apapun yang ia inginkan, termasuk peralatan game karena kekayaan ayahnya. Ternyata tidak sama sekali, dia sempat mengumpulkan uang saku dan bahkan bekerja paruh waktu untuk membeli semua ini.

Ayahnya hanya akan memberi fasilitas jika dirinya bersedia menjadi bagian perusahaan investasi licik itu.

“Kalo gua dapat lebih banyak uang dari Mytube, pasti seru kalau kuliah di luar kota.”

“Dan ga pulang selamanya.”

Hari demi hari ia berfikir untuk mendapatkan lebih banyak uang agar bisa kabur dari rumah. Tapi yang dihasilkan untuk dunia yang keras ini tentu sangat kurang.

Felix jadi teringat dengan satu game yang sangat sulit dimainkan, bahkan gamer terkenal belum ada yang bisa menamatkannya. Selain sulit, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya juga cukup lama.

Tanpa pikir panjang, dia mencari web game horor itu, dan kembali bermain di komputer berharap jika ia bisa menyelesaikan dia bisa menjadi lebih dikenal.

Berjam-jam matanya melihat layar itu dan mulutnya yang terus berbicara di mic. Akhirnya dia berhasil, benar-benar berhasil. Tanpa ia sadari bahkan tengah malam tiba. Bayangkan saja, dari jam lima sore hingga jam satu malam tepat bagaimana lelahnya mata itu.

Dengan pengeditan video yang singkat, dia langsung mengupload game non-streamnya, lalu beristirahat dengan senyuman puas.

Karena terlalu malam bermain game kemarin, kini dia berdiri di depan tiang bendera sambil memberi hormat pada sang merah putih saat orang-orang sudah melaksanakan upacara.

Ya, Felix terlambat masuk sekolah. Dia bahkan tidak sempat sarapan. Ia tak bisa bolos hari ini karena Ny. Tine melapor, walkes akan memberikan surat sp jika dia bolos lagi.

Baru kali ini dia mendapat masalah, tapi untungnya masih ada beberapa siswa lain yang bernasib sama dengannya. Bahkan si berandal Kazaro berdiri di samping Felix dengan posisi yang sama.

Mereka melakukan itu hanya selama setengah jam karena para guru sudah merasa kasihan, apalagi terhadap Felix yang wajahnya pucat.

Merasa tak enak badan, dia memilih untuk pergi ke uks. Dia tau Laurena berjaga hari ini.

Benar saja, Laurena sedang duduk di meja petugas dan mencatat sesuatu.

Saat tau siapa yang datang dia langsung menghelas nafas panjang, “sudah selesai dihukum?”

“Ya,” jawabnya.

Laurena melihat wajah pucat sahabatnya itu langsung khawatir, “Lo belum makan ya?”

Felix tak berkata apa-apa karena tidak ada tenaga lagi yang tersisa, dia bersender di kasur dan memegangi kepalanya yang sakit.

Laurena tau apa yang dibutukan Felix, sebelum menyerahkan obat sakit kepala, dia lebih dulu meminta bantuan temannya yang juga bertugas menjaga uks untuk membelikan makanan di kantin.

Dia tidak ingin mengomeli Felix dulu. Tidak seperti Felix kemarin yang saat Laurena sakit malah berpidato panjang.

Akhirnya makanan tadi diberikan untuk Felix, dia tampak sangat lapar karena melahap makanan dengan tergesa, dan rupanya obat itu begitu cepat memberikan efek.


“Gue tebak, lo pasti begadang main game, juga ga sarapan.”

“Darimana lu tau? Jangan sok tau Lau,” Dalih Felix.

Ia berusaha berbohong, tapi Laurena tau akting payah gamer ini.

“Dua bulan lalu juga lo gini.”

Felix tak berkutik, dia lebih memilih diam daripada sakit kepalanya kembali lagi karena berdebat. Matanya terasa berat dan memilih untuk tidur.

Sedangkan Laurena masih saja mengoceh, “jangan keseringan begadang karena game Lix.”

Laurena yang menyadari tidak jawaban apapun melihat ke arah Felix yang sedang terlelap.

Sebegitu pengennya ngumpulin uang buat kabur dari rumah ya?

MEMORIES OF BLUE ROSES [REVISI]Onde histórias criam vida. Descubra agora