"Aku harus gimana kalau ketemu kamu di kelas?" tanya Putri dengan polosnya saat Eza menelepon.
"Ya gak harus gimana-gimana, Ti... masa kamu mau nari balet pas ketemu aku. Yang begitu apa gak bikin syok sekelas?" balas Eza yang merasa gemas sekali. Jika Putri ada di sebelahnya, dia tak akan sungkan untuk menjitak kepalanya.
Baru dua hari yang lalu Eza menyatakan rasa sukanya ke Putri dan memintanya untuk menjadi kekasihnya. Beruntung saat itu Putri langsung menerima 'pinangannya' yang sebetulnya sama sekali tidak dia sangka. Karena selama mereka ada di kelas yang sama dalam enam bulan terakhir, Putri seakan tidak pernah menyadari kehadirannya. Mereka jarang sekali mengobrol akrab, sikapnya agak berbeda terhadapnya. Tidak pernah bisa lepas dan bebas seperti saat Putri bersama teman-temannya yang lain.
Yang paling Eza tidak sangka, ternyata Putri memerhatikan baik-baik ucapan-ucapan yang keluar dari mulutnya selama ini.
Putri ternyata tahu kalau dia anak tunggal. Padahal dia hanya bergumam sekilas soal itu ke Rizki yang duduk di sebelahnya saat pria itu iseng bertanya apa dia punya saudara atau tidak. Putri tahu kalau dia suka bermain basket dan juga anggota marching band. Bahkan Putri sampai hapal kalau dia mengoleksi berbagai macam manga sejak dia masuk SD. Semua detil kecil tentang dirinya, Putri menyadari hal itu yang membuat dia merasa jauh lebih sayang lagi ke gadis berambut mie keriting dengan bola mata coklat terang yang wajahnya seakan selalu tersenyum ceria.
"Aku gak bisa nari balet, Za. Kalau jaipongan aja gimana?"
Eza tak bisa lagi menahan tawa. "Boleh-boleh... nanti aku sediain backsound-nya," kelakarnya.
"Ih... kamu, ihhhh.... Aku nanya beneran padahal, kannnnn," gerutu Putri sambil mencebik manja. Tangannya iseng memutar-mutar kabel telepon yang membuat kabelnya menjadi semakin kusut. Sama seperti rambutnya.
"Ya pertanyaan kamu aneh, sih! Gimana kalau ketemu aku di kelas nanti? Ya memang harus gimana? Aku juga kan gak mungkin koprol pas ketemu kamu."
"Loncat harimau, Za... sama aja makan tempatnya kayak koprol!" gerutu Putri, dongkol.
Eza malah makin bersemangat menggoda pacar barunya. "Sambil teriak, Rawrrrr.... Gitu?"
"Kututup juga deh telponnya! Kamu ngeselin! Ih, punya pacar ternyata sengeselin ini ya?Apa harus aku batalin aja?" ancam Putri.
"Ya jangan dong! Udah setengah mati rasanya pas nembak kamu, loh! Takut banget ditolak!" bujuk Eza walau sambil menahan tawa.
"Ya kamuuuu...." balas Putri kesal.
Eza berdehem sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Masih dua hari lagi sebelum kita ketemu lagi. Kamu santai aja, sih. Ya kayak biasa aja... senyum, salam, sapa... gak perlu tambah sopan dan santun juga soalnya aku bukan guru kamu," godanya.
"Ezaaa, ahhhhh....." potong Putri.
"Hahaha.... Ya pokoknya biasa aja, Sayanggggg...." ujar Eza yang dadanya serasa berdesir kerena untuk pertama kalinya dia memanggil Putri dengan sapaan sayang.
"Anggap kamu invisible kayak biasanya?" tegas Putri.
"Ya gak gitu juga! Nanti kamu duduk di sebelah aku, mau gak?"
Hening sejenak sampai terdengar helaan napas pelan Putri sebelum dia menjawab. "Oke...."
"Udah malem, Ti... kamu mau ngapain setelah ini?" tanya Eza lagi.
"Ngerjain PR. Kamu gimana?"
"Nonton TV. PR udah aku kerjain dari tadi."
"Kok congkak, sih?" seru Putri geram.
"Ihh kok sirik, sih?" balas Eza sambil tertawa.
"Bener-bener, deh! Ternyata kamu orangnya secerewet dan senyebelin ini! Imej kamu runtuh seketika setelah dari kemarin telponan."
"Imej apa, sih?????"
"Aku pikir kamu cool, kalem, tipe-tipe freezer gitu, ternyata enggak!" balas Putri.
"Dari imej kulkas dua pintu, aku berubah jadi apa sekarang di mata kamu?" goda Eza.
"Jadi freestanding kompor!"
Tawa Eza kembali pecah. "Aku gak pernah usaha buat keliatan cool, Ti. Cuma karena kamu jarang ajak aku ngobrol aja makanya kamu nilainya aku pendiam. Apa aku sekarang harus diam-diam aja kayak kemarin?"
Putri kembali memutar-mutar kabel telponnya untuk menutupi salah tingkahnya. "Ya enggak. Yang begini pun gapapa, kok."
"Kamu mau ngerjain PR kan? Aku tutup telponnya ya... besok aku telpon kamu lagi. Jam 8 kayak tadi?" tanya Eza.
"Jam 7 aja gimana? Biar gak kemaleman."
"Oke. Jam 7. Good night, Ti... kangen. Gak sabar buat ketemu kamu."
"Jangan gombal!" balas Putri yang wajahnya memerah seketika. "Night, Za...."
———————————
Ponsel Putri berbunyi menandakan pesan masuk.
Reinald
Beb, kamu di mana?Putri
Masih sama Eza. Baru mau mulai makan. Kamu lagi ngapain?Reinald
Baru mau keliling-keliling. Ini aku lagi siap-siap.Putri
Oke. Jangan ganteng-ganteng ya. Pake baju compang-camping aja gapapa daripada-daripada....Reinald
Dideportasi yang ada aku! Tega amat!Putri
Ya kan biar cepet-cepet pulang. Lama amat, sih di sana!Reinald
Yahh, maklum, Beb. Namanya juga budak korporat. Aku jalan dulu ya. Pakai kaos sama jeans aja, kok bukan pake suit. Gak punya soalnya... kabarin aku kalau kamu udah pulang ya. Miss you.Putri
Miss you too... take care, Beb.Putri meletakkan kembali ponselnya di meja dan menggumamkan maaf ke Eza yang tampak tak keberatan sama sekali.
"Rei?" tanya Eza dan Putri mengangguk.
"Dia lagi di Bangkok. Urusan kantor... baru pulang lusa nanti," jelas Putri tanpa diminta.
"Dia gak keberatan kamu ketemu aku?" selidik Eza yang matanya menatap ingin tahu.
Tersenyum tipis, Putri menjawab. "Kalau dia keberatan, aku gak akan ada di sini sekarang. Lagipula kami gak pernah saling melarang juga, sih. Ya buat apa juga? Aku percaya sama dia, dia juga percaya sama aku. All good, kok."
Eza balas tersenyum. "Good for you...." gumamnya sambil membayangkan dia tidak akan punya kebesaran hati yang sama seperti Reinald yang sanggup membiarkan Putri untuk bertemu dengan mantan yang menjalin hubungan nyaris 8 tahun lamanya walau dengan alasan apapun.
———————————
Nulis dikit-dikit dulu biar terbiasa ya....
Luv,
NengUtie

YOU ARE READING
Second Chance
RomanceKetemu masa lalu yang sudah di flush jauh-jauh itu memang ibarat membuka pandora box atau makan sekotak coklat ala Forrest Gump. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Seperti yang dialami Putri saat dia bertemu kembali dengan cin...