"Aku lebih memilih membagi seluruh hidupku bersamamu daripada menghadapi sepanjang zaman di dunia ini seorang diri."
***
Pesanan anda dicancel.Kakinya melangkah untuk menuju ke sebuah halte bus untuk ikut berteduh sebentar. Jakarta awal Januari selalu saja musim hujan.
Kala menginjak halte bus terlihat seorang laki-laki muda sedang berteduh juga, kira-kira umurnya sekitar 15 tahun menggunakan seragam putih biru.
"Lagi nunggu hujan reda?" tanya laki-laki disebelahnya sembari menoleh ke samping.
"Iya lagi nunggu hujan, lo sendiri juga sama kan, lagi nunggu hujan?" Alya menatap ke samping untuk melihat lebih jelas wajah laki-laki tersebut.
"Nunggu jemputan lebih tepatnya." jawab Baskara Ranjaya- atau kerap disapa dengan Kara.
"O-oh gitu ya."
"Nama gue Baskara Ran-"
BRAKKK
Decitan suara tersebut membuat matanya menoleh ke arah sebuah motor yang terjatuh di depan mereka berdua.
Keterkejutan itu tak sampai situ saja, bagaimana tidak yang jatuh itu adalah sang crush membuat wajah panik Alya begitu jelas.
"CRUSH GUE ANJIR!"
"Baskara gue duluan, soalnya ini gawat darurat banget. Semoga kita bisa ketemu lagi dan pastinya jangan di sini."
Dengan cepat ia segera berlari meninggalkan halte bus untuk membantu Alvin yang sudah terkapar begitu saja di atas aspal.
Kita belum pacaran, lo jangan mati dulu, Al!
"Sialan! Sakit banget!" Alvin mengumpat sembari mencoba bangkit dari jatuhnya.
"Lo gapapa'Kan? Kenapa bisa sampe jatoh segala, jadi jatoh kan!"
"Gue buru-buru, Li."
"Buru-buru mau kemana emang?"
"Jemput Aurora dicafe."
Deg!
"Lebay banget, sih, udah tau hujan ngapain pake minta jemput segala, kan bisa pesan taxi gak harus dijemput."
***
"Li, dingin, Li!"
"Gue butuh sesuatu yang hangat biar badan gue gak kedinginan, Li."
"Li, gue kedinginan,"
Keluhan itu terus menerus dilontarkan oleh laki-laki disebelah sejak tadi, sedangkan Alya juga bingung harus bagaimana padahal ia sudah memberikan cardigannya untuk membalut tubuh dingin Alvin.
"Bentar dulu, gue mau ngechat Ravel buat ngurus motor lo." jawabnya sembari sibuk mengirim pesan pada Ravel.
"Dingin banget, Li."
"Mbak, lebih baik itu pacarnya dipeluk aja daripada kedinginan gitu." saran Pak sopir taxi membuat didetik itu juga Alya terkejut.
"Ngaruh, Pak?"
"Iya ngaruh, Mbak. Soalnya saya kadang gitu ke istri saya."
"Peluk gue, Li," bisik Alvin tepat ditelinga sang gadis dengan nafas tersengal-sengal serta nada yang lirih, mampu menyihir Alya seketika bergerak mendekap tubuhnya.
Laki-laki itu memeluk tubuhnya dari samping serta menaruh kepalanya tepat di dadanya, sesaat kemudian ia bisa merasakan ada cairan hangat yang merembes dengan deras dari hidung milik Alvin. Cairan itu mengenai lehernya.
Dan benar saja laki-laki itu mimisan akibat suhu badannya yang begitu dingin, jika boleh jujur ia sendiri phobia dengan darah. Namun, kali ini demi Alvin ia sebisa mungkin menahan gejolak mual yang sudah menyerang perutnya.
Detak jantung normal Alya berdetak begitu kencang sekali melebihi batas detak jantung orang pada normalnya.
Tok!
Tok!
Ceklek!
"ASTAGFIRULLAH! GUSTI ALLAH! ITU SIAPA YA ALLAH, LIA?!"
Suara teriakkan dari Ibu membuat seisi rumah langsung berbondong-bondong keluar untuk be bergegas membantu seseorang yang sudah jatuh pingsan sedari tadi. Badan yang sudah lemah lunglai itu dibawa menuju ruang keluarga.
"Ini tuh bukannya Mas ganteng yang waktu itu pernah kerumah kita bukan? Terus ini kenapa bisa samp kaya gini?" Nayla mengangkat sedikit kepala Alvin untuk dibaringkan ke bantal.
"Dia jatuh dari motor, Bun."
"Mampus lo! Sok jagoan banget, udah tau hujan malah ngebut segala." cibir Leo dengan tatapan sinisnya pada Alvin.
Plak!
"Lo boleh gak suka sama dia, cuman ini bukan waktunya, Leo!" tegur Tanaya.
"Kak, lo tuh gak paham sumpah, ah udahlah males banget di sini."
"Mau kemana kamu, Leo?" tanya Nayla pada anak tengahnya itu.
"Lanjut mabar, Bun."
"Ibun minta tolong sama kamu, tolong ambilin baju kaos di kamar kamu sama celana pendek kamu buat dikasih pinjam ke Alvin."
"Ngapain, sih, Bu?"
Hendra mendengar itu langsung menepuk pelan pundak anaknya. "Leo, jangan gitu dong, ini tamu kita dan kondisi dia kacau masa kamu tega, sih?"
"Iya, iya Leo ambilin!"
Beberapa saat kemudian...
Sang crushnya itu masih saja pingsan tak sadarkan diri dan tanpa bosan juga sedari tadi seorang gadis dengan kaos oblong setia menunggu Alvin untuk bangun.
Bola mata Alya memperhatikan dengan seksama fitur wajah seorang Alvin mulai dari rambut sampai ke bibir. Namun, terdapat beberapa guratan halus diwajahnya menandakan laki-laki itu mempunyai banyak masalah.
"Gue tau lo punya banyak luka, tapi hebatnya lo gak seberisik itu, Al." gumam Alya sembari menatap sendu pada laki-laki tersebut.
"Dan gue harap lo secepatnya sadar kalo gue itu beneran tulus sama lo."
"Iya gue tau, Lia cantik."
"EHHH??? Kapan coba sadarnya?"
Alvin sengaja mendekatkan wajahnya kepada sang gadis untuk melihat semburat kemerahan dari pipi Alya, itu menggemaskan sekali.