#2 - Sesak

15 1 4
                                    

"Gue gak ngerti kenapa harus gas air mata dari semua solusi? Kenapa ngebubarin massa harus pakai itu?" dumal Mega tanpa henti seusai mengantarkan korban dari demo tadi.

Cakrawala yang melihat Mega sedari tadi tak henti berbicara hanya mampu menyimak seraya menikmati Kiko.

"Lo dengerin ya, Wa! Gue gini-gini juga pengen ini negara jadi lebih baik. Gue mendukung banget nih demo," ucap Mega dengan mata berapi-api.

Cakrawala hanya manggut-manggut seraya memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di lorong rumah sakit.

"Nih kalau gue yang jadi korban, kayaknya Babeh gue bakalan tantrum," ucap Mega seraya berandai-andai jika dia diposisi korban.

"Tuh isilop sama pemerintah bakalan tanggung jawab gak? Enggak kan! Nah mereka bakalan dengar suara kita gak? Kan enggak!" Wajah Mega sudah memerah lantaran harus menahan emosi di rumah sakit.

Sebagai junior yang baik hati, Cakrawala rela ditepuk-tepuk bahkan dijadikan samsak oleh Mega untuk pelampiasan amarahnya.

"Kak, jangan mentang-mentang gue badannya gede lo bisa jadiin gue samsak njir. Paha gue perih anjir!" Sudut bibir Cakrawala melengkung ke bawah. Ia perlihatkan mimik wajah yang sungguh dramatis.

"Halah! Lo nih ngibulin gue. Biasanya juga terima-terima aja," elak Mega namun, setelahnya ia menepuk kepala Cakrawala lembut.

Pria itu hanya mendengus. "Sabar. Cakrawala harus banyak sabar kalau di samping Mega Mendung."

"Monyet!"

Respon Cakrawala hanya tertawa lantas menjepit kepala seniornya di antara lengan kekarnya.

***

"Jesse, tolong antar ini ke rumah sakit," titah Evans seraya mendudukkan tubuhnya di atas sofa.

Rumah sakit?

Rumah sakit?

Tunggu...

"Pa? Serius rumah sakit?" tanya Jesse tak percaya.

Evans hanya mengangguk lantas menyalakan televisi.

"Pa? Papa tahu kan kalau rumah sakit itu—" belum selesai Jesse berbicara, suara perempuan yang sangat familiar di telinganya mengalihkan perhatiannya.

"Nah itu! Itu Pa orangnya! Jesse gak mau kerjasama sama dia." Jesse menunjuk layar televisi yang menampilkan sosok perempuan yang tadi menabraknya.

"Pa! Dengerin Jesse gak sih?" Jesse berdecak namun, Evans masih mengabaikan celotehan putranya. Rasanya mendengar Jesse mengeluh seperti ini membuat ingatannya kembali ke beberapa tahun lalu. Di mana Jesse masih berusia anak-anak.

"Kamu seperti anak kecil. Cerewet," tukas Evans yang membuat Jesse menganga dibuatnya.

"Kamu ngatain orang lain banyak bicara, tapi kamunya sendiri juga kayak gak ngaca." Sebuah nasihat yang seharusnya menjadi tamparan bagi Jesse namun, membuat pria itu lantas meninggalkan rumah dan segera bergegas menuju rumah sakit.

"Menyebalkan!"

***

"Kak? Kamu masih mau di sini?"

Mega mengalihkan pandangannya pada sosok pria jangkung bernama Cakrawala.

"Iya. Mau nunggu walinya datang."

"Kalau gitu, Awa duluan ya."

Mega mengangguk mempersilakan juniornya untuk pergi.

"Pulang aja duluan. Toh jam kerja kita udah habis juga."

"Oke, Kak! Awa pulang duluan, ya! Kalau ada apa-apa kasih tau Awa."

Mega mengacungkan ibu jarinya seraya mengucapkan kata 'siap'.

Kepergian Cakrawala membuat Mega termenung sendiri di depan ruang UGD. Ia sedari tadi gusar tak menentu. Bukan hanya karena banyaknya korban yang berjatuhan namun, tragedi sapu tangan itu masih bersarang di kepalanya.

Ada penyesalan dalam benaknya dan bagaimana nasib karirnya ke depan. Sudah tidak terhitung detik dan menit Mega habiskan hanya untuk membuat pernyataan kata maaf untuk pria itu.

"Insiden luwak sialan! Gara-gara tuh LV gue jadi kayak orang norak." Mega mengacak-acak rambutnya seperti orang gila.

Dia sudah terlanjur frustrasi memikirkan bagaimana caranya meminta maaf kepada pria bernama Jesse.

"Kalau karir gue berhenti di sini, siap-siap aja Babeh bakalan deportasi gue ke desa," keluhnya putus asa.

"Ya udah. Lebih baik ke desa aja," celetuk seseorang yang sudah berdiri di depan Mega tanpa seizinnya.

Saat Mega mengangkat kepalanya dan menatap sosok itu, ia menganga lebar. Dirinya terkejut dan sontak membuat tubuhnya hampir terjatuh jika saja Jesse tak menahannya.

"Biasa aja kali. Saya bukan setan."

Mega langsung menepis tangan yang hinggap di lengannya.

"Jangan sentuh saya! Kita haram!"

Sosok itu mengernyit heran. "Haram? Kamu pikir saya apaan?"

Bodoh!

Mega menepuk mulutnya. "Eng... anu maksud saya tuh—"

"Mbak, saya wali dari Mbak Ila. Adik saya ada di mana ya?" tanya seorang perempuan yang ditaksir sudah berusia 40 tahun.

Sontak saja membuat Mega langsung berdiri dan menunjukkan letak bangsal Ila berada kepada walinya.

"Mari, Bu. Saya antar."

Sosok pria itu seolah-olah tak kasat mata dan dianggap hantu oleh Mega. Bahkan tak segan-segan Mega menabrakkan bahunya pada lengan besar sosok itu.

"Aduh."

Mega mengaduh kesakitan akibat bahunya yang bersinggungan dengan lengan sosok itu.

"Bodoh!"

Mega langsung menolehkan wajahnya dan matanya melotot ke arah sosok itu.

"Saya, kamu, end!" ancam Mega yang membuat sosok itu berdecih tak suka.

"Orang gila," gumamnya lalu meninggalkan rumah sakit tanpa peduli pada Mega.

***
"Eh Kak Jesse! Tumben ke sini? Udah lama ya gak berkunjung ke rumah sakit," sapa salah satu perawat yang Jesse kenali.

Jesse memberikan senyuman tipisnya. "Dokter Catur ada?"

Perawat itu mengangguk dan segera mengantar Jesse ke ruangan tepat di sebelah Jesse berdiri.

"Ada. Yuk saya antar."

Saat memegang kenop pintu, Jesse membeku. Ingatannya kembali pada kejadian naas beberapa tahun silam.

Dirinya mendadak pusing dan berkeringat dingin. Seluruh tubuhnya mendadak kaku.

"Kak? Baik-baik aja kan?"

"Kak?"

"Ya?"

"Sa-saya titip ini saja ya. Makanan untuk Dokter Catur."

Jesse segera berbalik dan melangkah dengan cepat. Ia masih merasakan sesak kala ingatan itu menyerbu pikiran dan hatinya.

Gemuruh sesak dan patah terasa kembali di relung hatinya.

Hantaman puing-puing yang berserakan membuat Jesse hampir menabrak seorang pria paruh baya.

Kesadarannya hampir direnggut oleh mimpi buruk yang terus menghantui Jesse selama ini.








"Aku bersumpah tidak akan datang ke rumah sakit lagi."

***

Salam,

Hanaaa.








Dostali jste se na konec publikovaných kapitol.

⏰ Poslední aktualizace: Jan 29 ⏰

Přidej si tento příběh do své knihovny, abys byl/a informován/a o nových kapitolách!

Gelora Asmara Kde žijí příběhy. Začni objevovat