Extra Part -2

3.7K 243 9
                                    

~Next

Setelah kepergian anak anaknya, Edgar meraup wajahnya kasar. Rasa sakit di tubuhnya yang sudah berjalan dua hari itu tak membuatnya gusar, malah perasaan dan pikirannya yang terus terusan terbayang Sean membuatnya tak bisa berhenti untuk merasa khawatir.

Sudah dua hari, dan Sean sama sekali belum membalas pesannya ataupun mengangkat panggilannya. Anak anaknya menanyakan asal luka yang di dapat Edgar, dan dia hanya bisa berusaha menutupi itu semua dengan berbagai kebohongan.

Di dalam pikiran yang tertutupi oleh wajah datar itu, ia terus menanyakan kondisi Sean sekarang. Apa yang terjadi setelah hari itu, dia tau Sean pasti kecewa padanya.

Katakanlah Edgar egois, tetapi dia masih tidak mau menerima kenyataan bahwa ucapan Sean puluhan tahun silam akan terjadi, pernyataan bahwa Sean akan membencinya jika melakukan hal itu.

Edgar menyenderkan punggungnya pada sandaran sofa ruang tamu, entah sudah berapa kali ia menghela nafas memikirkan Sean sekarang. Sebenarnya luka seperti itu tidak terlalu berpengaruh padanya, karena ia sendiri sudah pernah mendapatkan luka luar yang jauh lebih parah.

Bermenit menit Edgar memejamkan matanya, ia langsung berdiri lantaran kaget dengan apa yang ia lihat begitu membuka mata. "SEAN!" kagetnya kala melihat Sean yang sudah berdiri disana dengan raut wajahnya yang tidak bisa Edgar artikan.

Sean membalas senyuman Edgar dengan tatapan datar, Edgar berjalan mendekat. Namun seiring dengan langkah kaki Edgar, Sean juga melangkah mundur membuat raut wajah Edgar berubah seketika.

"An, maaf" ujarnya tulus.

Hening beberapa saat sampai suara jarum jam bisa terdengar, tiba tiba Sean berjalan mendekat menbuat jantung Edgar berdetak tidak karuan. Detak jantungnya makin menjadi jadi saat tangan Sena menyentuh pundaknya.

Dapat Edgar lihat, raut wajah Sean berubah seiring detik jarum jam, "Bercanda" ucap Sean dengan senyumn manis. Dia segera duduk di tempat yang Edgar duduki sebelumnya membuat sang empu bertanya tanya.

Edgar masih menatap Sean dengan tatapan bingung dan tidak percaya, aplagi setelah melihat Sean dengan santainya memakan cemilan yang ada disana.

"Ngapain berdiri disana? duduk. Kaya gembel tau ga"

"Ini bukan mimpi?" tanya Edgar masih tidak percaya melihat keberadaan Sean disana.

"Iya mimpi, merem lagi gih"

Edgar mendudukkan dirinya di depan Sean dengan raut tak terbaca, orang yang dua hari lalu bersikap demikian kini bersikap seolah tidak terjadi apa apa, bertahun-tahun dia mengenal Sean, dia masih tidak bisa beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat itu.

Hanya ada keheningan beberapa saat, ah tidak. Lebih tepatnya hanya ada suara Sean saat mengunyah keripik yang ada dimeja dengan Edgar yang masih setia menatap wajah itu.

"Apa? gue gamau minta maaf?" ketus Sean saat menyadari Edgar terus menatapnya.

Edgat menggeleng, kedatangan Sean sudah membuatnya sedikit lega. Setidaknya Sean baik baik saja. "Lo udah maafin gue?" tanya Edgar hati hati.

Keripik singkong yang ada ditangannya ia lemparkan begitu saja kearah Edgar, "Mati dulu baru gue maafin" ucapnya tanpa beban.

"Becanda~" lanjut Sean karena menyadari wajah Edgar begitu serius saat mendengarkan tuturanya.

"Gue benci lo Ed"

Edgar tersenyum miris, bukankah itu sudah pasti? "Gue tau" ujarnya lirih.

Sean kembali memasukan keripik ke mulutnya, mengabaikan pembicaraan mereka yang sebenarnya sangat serius, "Tapi gue sadar, apa gunanya kebencian? Rasa benci ga bakal buat gue dapet banyak duit, mending akusisi saham Alexnder"

Aseano Samudra [End]Where stories live. Discover now