🦊🐰
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!
***
Brian mengendarai mobilnya untuk menuju kampusnya. Tetapi sebelumnya, ia akan menjenguk winata terlebih dahulu ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Brian segera menuju keruangan winata. Namun ia hanya melihatnya melalui kaca kecil yang ada di pintu ruangan. Rupanya winata sama saja tidak ada perubahan.
Masih banyak alat medis yang menempel pada tubuhnya. Untuk memastikan, Brian kini menuju keruangan dokter yang menanganinya.
"Permisi dok" Sapa Brian didepan pintu ruangan dokter yang terbuka. Dokter tersebut meminta Brian untuk masuk.
"Iya ada keperluan apa tuan? "
"Saya mau menanyakan perkembangan winata dok"
"Pasien winata untuk saat ini belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kondisinya masih sama saja seperti saat selesai dioperasi. Kami sudah mengontrolnya tadi pagi tetapi pasien belum menunjukkan tanda-tanda apapun" Jelas dokter dan membuat Brian sedih mendengarnya.
"Kalau boleh saya tahu, Kira-kira kapan ya dok winata bisa sadar?"
Dokter kini mengambil hasil rontgen winata dan menunjukkannya kepada Brian.
"Ini hasil X-ray nya kemarin. Luka robek di lambungnya cukup lebar dan hatinya sebagian hancur jadi kemarin kami melakukan tindakan menjahit lambungnya dan juga membuang sedikit bagian hati yang sudah hancur karena jika dibiarkan itu akan membahayakan pasien apalagi adanya virus yang kemungkinan dari benda yang menusuk perut pasien. Maka dari itu dengan berat hati, kami tim medis yang menangani pasien tidak dapat memastikan kapan pasien dapat tersadar dari komanya. "
Hati Brian seperti tertindih batu besar saat ini. Sungguh rasanya sesak sekali. Mendengar penjelasan dokter tentang seberapa parah kondisi winata membuat rasa bersalah itu kembali didalam dirinya.
Seandainya sore itu Brian tak berniat ingin mengakhiri hidupnya, mungkin winata tak akan pernah menjadi korban seperti saat ini.
"Benar kata mama, gue cuma anak pembawa sial. Kakak meninggal saat gue lahir. Sekarang gue penyebab winata terbaring koma di rumah sakit. Gue harus apa kalau sampai winata meninggal. Gue bahkan belum minta maaf sama dia. Gue pasti akan dihantui rasa bersalah seumur hidup gue."
Tangan Brian bergetar ketika dokter menjelaskan semuanya. Ia menautkan jemarinya sendiri dan menggigit bibirnya untuk mencoba menenangkan dirinya.
"Kalau begitu, apakah saya bisa menjenguk winata dok?" Tanya Brian.
"Iya boleh, silahkan. Asal jangan menganggu istirahat pasien. Kalau bisa Anda terus ajak pasien untuk berkomunikasi supaya merangsang sistem kerja otaknya."
"Baik dok, saya permisi"
Dengan langkah gontai, Brian membawa langkah kakinya menuju ruangan winata. Rasa bersalah kembali menyerang pikirannya.
Bayangan bagaimana Brian melihat winata yang sudah tak bernafas dengan darah yang terus mengalir dari perutnya di pinggir sungai kini berputar di otaknya.
Brian mendudukkan dirinya di kursi samping brangkar winata. Tanpa dia sadari sosok kakaknya sedang memperhatikan mereka berdua dari sofa ruangan. Mata brian kini mulai terlihat berkaca-kaca.
"Win.. Gue datang lagi. Maaf ya gue kemarin gak bisa jagain lo disini. Gue gak enak badan. Lo jangan marah ya win"
"Jangan bohong adik, kakak tau pasti mama sama ayah kan yang melarang kamu pergi. Kamu gak dipukuli kan sama mereka dik?" Tanya Bian kepada adiknya yang sedang menatap dalam Winata.
"Win gue minta maaf win. Gue memang selalu melarang lo buat temanan sama gue karena ya ini win akibatnya. Gue gak mau lo berurusan sama anak pembawa sial kayak gue win. Bahkan kata mama, kakak gue meninggal karena gue win"
"Enggak dik, kakak meninggal karena takdir dik. Adik gak boleh bicara seperti itu" Bian menjawab dengan menggelengkan kepalanya.
"Oh iya win, bangun dong win. Gue masih penasaran win soal ucapan lo waktu itu. Kenapa lo bisa manggil nama kakak gue win. Lo sebenarnya siapa win? Gue sama lo lebih tua gue dan kakak gue meninggal saat gue lahir tetapi kenapa lo bisa tau kakak gue win."
"Karena kakak yang menemani nata mulai dari nata kecil dik. Karena cuma nata yang bisa lihat kakak"
"Win bangun dong win, gue gak papa kok kalau mau lo gangguin lagi. Lo gak papa kok kalau mau temenan sama si anak pembawa sial ini win. Tapi ayo win bangun dulu. Gue janji gue mau kok jadi temen lo"
Masih sama tak ada jawaban apapun dari winata. Hanya suara mesin EKG yang seolah menjawab semua pertanyaan Brian.
"Win lo gak mau kuliah bareng gue win. Lo gak pengen main sama gue win. Gue tau gue salah win. Jangan hukum gue dengan cara ini win" Ucapan Brian diselingi air mata yang kini mengalir membasahi pipinya.
"Adik jangan nangis dik"
"Gue berangkat kuliah dulu ya win, gue janji bakal sering jengukin lo di sini. Lo kesepian ya win selama ini. Gue janji sebentar lagi lo gak akan kesepian lagi. Selamat beristirahat win, tapi jangan lama-lama"
Setelah berpamitan dengan winata. Brian segera bergegas menuju ke kampusnya karena sepertinya dia sudah terlambat.
TBC

BINABASA MO ANG
Bad Romance [Brightwin]✔️
RandomKarena cinta tak lagi soal dunia yang sama, love is love but i love him dan you. Kisah winata yang terjebak 2 saudara namun mereka berbeda.Entah siapa yang akan bersamanya nanti diakhir ceritanya. Dengan Brian atau Bian, dia akan terima takdirnya...