Iseng dengan Borgol

1K 5 0
                                    

Dita melangkah perlahan melewati gerbang sekolah, wajahnya masih berseri meski tubuhnya basah oleh keringat. Jilbabnya tergantung longgar di lehernya, sementara kacamata bundarnya sedikit berembun. "Ah, hari yang panas sekali," gumamnya sambil mengusap keringat di dahinya.

Setelah menyelesaikan jam olahraga, Dita merasa begitu lega bisa pulang ke rumah. Namun, begitu tiba di rumah, ada tugas lain yang menunggunya: membersihkan gudang kamarnya yang berantakan. Dita menghela napas, tugas membersihkan gudang tampaknya tak terhindarkan.

Dengan langkah hati-hati, Dita memasuki gudang kamarnya. Berbagai barang berserakan di sana, menambah pekerjaannya semakin banyak. Namun, di antara tumpukan barang-barang itu, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Sebuah borgol besi tergeletak di sudut gudang, tersembunyi di balik tumpukan barang. Dita menatapnya dengan penasaran. "Borgol milik ayah?" gumamnya.

Tanpa berpikir panjang, Dita mengambil borgol tersebut dan membawanya ke kamar. "Apa ya rasanya diborgol?" gumamnya sambil tersenyum nakal. Dia pun mengenakan seragam olahraga sekolahnya, lengkap dengan kaos kaki dan hijab sport. "Mungkin akan seru mencoba."

Dita duduk di atas tempat tidur dengan wajah yang penuh antusiasme. Dia memegang borgol itu dengan hati-hati seolah sedang memegang benda ajaib. "Bagaimana ya cara menggunakan ini?" gumamnya sambil memutar-mutar borgol di tangannya.

Akhirnya, dengan hati berdebar, Dita memutuskan untuk mencoba memborgol dirinya sendiri. Sebelum memborgol tangannya, Dita memasukkan kaos kaki ke dalam mulutnya dan menutupnya dengan lakban. Lalu, mengikat kakinya dengan tali pramuka

Dia menempatkan borgol di tangan kiri dan kanannya dan dengan cermat menekan pengunci borgol tersebut. "Tada!" serunya dengan senyum kemenangan saat borgol tersebut terkunci rapat di tangannya.

Rasanya aneh. Tubuhnya terasa terikat oleh borgol itu, membuat gerakannya menjadi terbatas. Dita mencoba berjalan menuju pintu, tapi kakinya terhenti dalam gerakan. "Hmm, sepertinya tidak mudah seperti yang kubayangkan," gumamnya sambil mencoba mengatur posisi tubuhnya.

"Mmmpphh!" Dita mencoba berteriak minta tolong, tapi suaranya hanya terdengar samar-samar di balik lakban yang menutupi mulutnya. Dia mencoba mencari-cari cara untuk melepaskan diri dari borgol tersebut, tapi tanpa kunci yang tepat, semua usahanya sia-sia.

Kunci untuk membuka borgol itu? Tentu saja, di laci kamar ruang tengah. Dita menyesali keputusannya yang gegabah. Dia berusaha berjalan dengan kaki terikat, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya berkeringat deras, dan seragam olahraganya mulai terasa lengket karena basah oleh keringat.

Dengan upaya terakhir, Dita melompat-lompat ke ruang tengah dengan kakinya yang terbelenggu. Dia merasa lelah dan kepanasan, tubuhnya mulai tercium bau keringat yang tak sedap. "Aduh, kok jadi begini ya," gumamnya sambil mencoba mencari kunci.

Setelah beberapa saat yang panjang, Dita merasa semakin lemah. Matanya terasa berat, dan dia akhirnya tertidur di lantai ruang tengah, dalam keadaan terborgol.

Beberapa jam kemudian, Dita terbangun dengan kaget. "Huh, apa yang terjadi?" gumamnya, masih terasa terborgol. Tubuhnya terasa pegal dan bau keringatnya semakin tidak tertahankan.

Tiba-tiba, kakaknya muncul di pintu ruang tengah. "Dita, apa yang terjadi padamu?" tanyanya heran.

Dita menceritakan semua yang terjadi dengan malu-malu. Kakaknya tersenyum dan dengan cepat melepaskan borgol dari tangannya. "Dasar adik nakal, beruntung aku datang tepat waktu," ujarnya sambil tertawa.

Dita merasa lega bisa bebas dari borgol itu. "Aku janji tidak akan main-main dengan barang-barang yang bukan milikku lagi," ucapnya sambil tersenyum. Sebuah pelajaran berharga tentang keputusan yang ceroboh dan tanggung jawab telah ia dapatkan dari pengalaman itu.

Short Story: Dita dan DianNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ