07. Anger

216 57 3
                                    

Chika memandangi gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Jujur saja, saat ini tubuhnya benar-benar membutuhkan istirahat. Namun, karena lagi-lagi memikirkan keadaan putra semata wayangnya, ia harus membuang keinginannya tersebut.

Wanita ber-gummy smile itu menghela napas sebelum masuke ke dalam area rumah sakit. Langkahnya dibawa ke arah resepsionis berada.

"Permisi." Ujar Chika dengan membenarkan letak masker yang menutupi sebagian wajahnya. Walaupun rumah sakit ini milik sang mama, ia tetap harus menjaga etika dengan semestinya.

"Iya. Ada yang bisa saya bantu?" Pegawai itu segera berdiri dari duduknya, tak lupa memberikan senyuman kecil.

"Saya ingin bertanya, dimana ruangan atas nama Zahra Khaulah?"

Pegawai itu mengerutkan dahinya. Ia menatap lawan bicaranya saat ini dengan lekat. Sebab, yang ditanya oleh Chika adalah ruang rawat cucu dari pemilik rumah sakit tempatnya bekerja ini.

"Maaf sebelumnya. Apa keperluan kamu untuk bertemu dengan cucu dari pemilik rumah sakit ini? Karena untuk saat ini beliau tidak menerima kunjungan dari siapapun."

Mendengar kalimat itu membuat Chika meringis. Setelah diperhatikan lebih lama, pegawai ini sepertinya anak baru, sehingga dia tidak mengenal Chika yang notabenya anak pemilik rumah sakit tempatnya mencari rezeki.

"Apa kamu tidak bisa langsung memberitahu dimana ruangannya berada?" Tanya Chika sedikit kesal. Sebenarnya pegawai itu tidak salah, karena sudah dipastikan mamanya memberikan pesan tersebut.

"Maaf ta-"

"Loh? Chika!"

"Ah, Om Hasby!" Seru Chika mendekati orang tersebut tanpa peduli pegawai itu menatap bingung dengan interaksi keduanya.

"Kenapa kamu tidak langsung ke atas saja?" Tanya pria itu setelah Chika berdiri di depannya.

"Chika tidak tahu ruangan Ara dimana," jawab Chika dengan cengiran kecil.

"Padahal kalau keluarga kalian sakit ruangannya tidak pernah berubah, Chik,"

"Hehehe, Chika tahu. Tapi karena sudah lama tidak kesini jadi sudah lupa,"

"Ck, ada-ada saja. Ingin Om antar ke ruangannya?"

Chika menggeleng. "Om kasih tahu saja ruangannya ada dimana?"

"Baiklah. Kamu naik ke lantai 8 dan ruangannya ada di sebelah kanan. Tanpa Om kasih tahu detailnya kamu pasti sudah tahu." Penjelasan dari pria itu membuat Chika mengangguk paham.

"Terima kasih, Om. Kalau begitu Chika ke atas dulu." Setelah mendapatkan anggukan kepala dari lawan bicaranya, Chika berlalu dari sana.

"Dokter kenal sama anak tadi?" Tanya pegawai yang sejak tadi memperhatikan keduanya.

"Kenal. Dia anak pemilik rumah sakit ini, yang berarti dia juga keponakan saya."

Fakta yang diberikan oleh Hasby membuat tubuh pegawai tersebut menegang. Ia benar-benar merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia tidak mengenali remaja tadi, padahal sudah jelas remaja itu sangat mirip dengan atasannya.

***

Sudah tiga puluh menit Ranti berusaha menenangkan sang cucu yang terus menangis. Segala usaha telah dilakukan, tapi tetap saja tangisan Ara tidak berhenti.

"Engh ... hiks ... hiks"

"Chup .. chup, sayang. Ini Oma, Nak," ujar Ranti mengusap punggung belakang Ara dengan lembut.

Wanita paruh baya itu sedang duduk di sisi tempat tidur. Ranti tidak mungkin mengambil posisi berdiri karena Ara masih menggunakan selang oksigen.

"Kamu benar-benar sudah menghubungi Chika, kan?" Tanya Angga yang berdiri di hadapan sang istri sembari mengusap kepala cucunya.

SaturnusWhere stories live. Discover now