Prolog

173 17 0
                                    

"Nanti datang lagi ya, aku tunggu di sini" Laki-laki yang lebih pendek dariku saat ini berdiri di depan rumah sebelum aku meninggalkan negara ini.

"Pasti, aku tunggu janjimu ya, awas kalau bohong"

Aku rindu pertemuan itu, aku lupa siapa orang yang ada berbicara padaku saat itu, aku harap aku bertemu dengannya lagi.
---

Plak!!

Suara tamparan bergema di dalam ruangan latihan memanah, "Dasar tidak berguna, membidik saja tidak tepat sasaran, membuang waktu saja," Aku ditampar oleh ayahku karena aku tidak bisa membidik tepat sasaran, ayahku pergi dari ruangan dengan perasaan yang marah.

Ayahku memang menuntutku jadi sempurna, dalam hal akademik dan non-akademik, jika aku gagal dalam hal akademik ibuku pasti akan memukulku lalu berbicara, "Jawab soal mudha begini saja tidak bisa, dasar bodoh." dan ayahku juga seperti itu dalam hal non-akademik.

Sebentar aku mempunyai satu keahlian di teknologi, tapi ayahku bilanb itu tidak akan berguna. Aku iri dengan adikku dia bisa semua hal sehingga dia di pandang lebih dariku. Aku memiliki nilai yang cukup bagus, tapi aku tidak paham kenapa kedua orang tuaku tidak puas dengan itu. Jika bisa menyerah pasti aku akan menyerah, jujur dari lubuk hatiku, aku ingin pergi dari rumah ini tapi itu tidak akan bisa, jika aku nekat mungkin aku tidak akan muncul lagi di hadapan semua orang.

Di sekolah, keadaan tidak jauh berbeda, aku sendiri di kelas, karena mereka tidak ingin berurusan dengan orangtua ku tentunya. Kelasku selalu berisik jika tidak ada guru yang mengajar, aku hanya melihat kegiatan apa yang dilakukan teman sekelasku, hingga guru masuk ke dalam kelas dan mulai mengajar, "Anak-anak kalian buat kelompok, lalu kerjakan halaman 47, dikumpulkan besok."

Sial, aku benci mendengarkan kalimat itu, pasti aku akan bekerja sendiri lagi, lagi dan lagi, aku lelah dalam keadaan yang seperti ini. Aku memutuskan untuk berbicara dengan teman sekelasku, dengan niat menjadi anggota kelompok mereka, tapi jawaban mereka tidak sesuai dengan harapan, "Maaf ya, kami tidak bermaksud menolak, tapi kami takut dengan keluargamu, kami tidak mau berurusan, " itu hal yang aku dengar dari mulut mereka, aku paham dan hanya menganggukkan kepala saja.

Pada akhirnya aku hanya melakukan tugas yang seharusnya berkelompok ini sendiri, aku tidak masalah sih, tapi aku lelah saja jika terus begini. Aku ingin pergi, bersekolah di negara lain, tinggal dan hidup di sana. Seandainya aku sudah cukup umur, pasti aku sudah memilih berpisah dengan orangtuaku yang kejam dan selalu main tangan ini.

Hingga suatu saat aku mendengar ucapan yang selalu aku tunggu, "Kamu akan kami titipkan ke nenek di Malaysia saat sudah lulus, semoga dengan begitu kemampuanmu bertambah dan tidak hanya menjadi beban saja, kami akan datang tapi tidak akan pasti kapan kami berangkat," Kalimat itu keluar dari mulut ibuku, aku senang, sangat senang, akhirnya aku tidak bersama keluargaku lagi, melainkan dengan nenekku yang aku anggap sebagai rumah kedua.

Aku senang tidak karuan, aku terlihat seperti seseorang yang sedang tidak terjadi sesuatu, aku menuju ke kamar, di sana aku membuka laptop ku lalu melihat tempat wisata yang mau aku datangi, dengan Nenek yang paling aku sayangi tentunya.

Boboiboy Galaxy × ReadersWhere stories live. Discover now