4. Eli, Eli, Lama Sabakhthani

17 4 8
                                    

Kita telah tiba pada suatu masa, di mana manusia berjalan menuju Hari Penghakimannya.

Kita telah sampai pada masa, di mana manusia telah lupa dengan dunia dirinya berada. Hingga kita telah tiba pada suatu masa, di mana manusia telah meninggalkan tugasnya sebagai hamba-Nya. Hingga dunia telah tiba di suatu masa, di mana dunia telah muak dengan kuasa manusia.

Maka tunggulah saatnya.

Tunggulah saatnya hingga hari penghakiman itu tiba.

Selama ini manusia telah lalai akan ikrar yang telah mereka janjikan ketika mereka lahir ke dunia. Tuhan telah membuktikan Kemahakuasaan-Nya. Sebuah wahyu maha besar turun diperuntukan bagi khilafah-khilafah dunia, dengan membukakan pikiran dan indera kita.. Tuhan telah membuka mata semua manusia, bahwa Astral benar adanya dan 'hantu' adalah tipu daya dari segala tipu daya. Namun, manusia sepertinya lupa, bahwa wahyu itu diperuntukan untuk kemaslahatan umat manusia. Mukjizat-Mu, telah ternoda oleh para pendosa yang menamakan diri mereka sebagai penguasa dunia.

Tuhan ... Tuhan, ampunilah Hamba.

Tuhan ... Tuhan, sudah tertutupkah pertaubatan atas dosa?

Lalu hamba-Mu ini telah melihat pertanda. Di mana umat manusia tiada lagi yang dapat mengelaknya. Engkau buat langit dunia menjadi merah, membuat sungai-sungai penuh dengan darah pendosa. Engkau turunkan tentara untuk mengadili mereka, yang angkuh dan lalai akan tujuan mereka di dunia. Apakah ini adalah hukumanmu, Yang Mulia Semesta? Hukuman karena kami telah mempertanyakan cahaya yang Engkau berikan, meragukan suara yang telah Engkau tanamkan kepada tiap-tiap nyawa? Pertanda kemurkaan-Mu yang begitu berkuasa. Inikah yang kita dapatkan atas dosa-dosa kami, Yang Mulia Semesta?

Tuhan ... Tuhan, ampunilah Hamba.

Tuhan ... Tuhan, apakah kau telah mencampakan kami atas perbuatan kami yang lebih hina dari dosa?

****

Tuhan ... Tuhan, ampunilah Hamba.

Hari itu, aku mengira Tuhan telah menurunkan Hari Penghakimannya. Tiga bulan setelah Tuhan memberikan Wahyu Mahakuasa-Nya dalam bentuk mimpi dalam setiap tidur umat manusia.

Pada waktu itu, Tuhan telah bersabda, bahwa carilah kebenaran di balik shaytan-shaytan dan hantu-hantu yang penuh tipu daya. Sungguh, bahwa manusia adalah pusat dari segala tipu daya. Mereka yang tunduk kepada Tuhan, hendaklah mencari kebenaran dari tipu daya. Semua manusia mendapatkan mimpi yang sama. Tentu saja, bagi mereka yang tertidur untuk sementara. Dari ujung Semenanjung Alaska, kemudian memutari dunia hingga sampai ujung Kamchatka. Wahyu itu mengarungi seluruh dunia, untuk sampai kepada mimpi-mimpi manusia.

Entah mengapa, aku dan keluargaku divonis telah mempertanyakan Kemahakuasaan Tuhan. Padahal, kami juga ber-Tuhan. Kami menghamba pada Tuhan, tetapi kami tetap mendapatkan Hari Penghakiman. Guru agamaku bercerita, bahwa mereka yang lebih rendah dari dosa-lah yang mendapatkan Hari Penghakiman.

Tuhan ... Tuhan ... ampunilah Hamba.

Bukankah kami telah beriman kepada Tuhan? Kami tidak melangkahi aturan-aturan mutlak spiritual kami kepada Tuhan. Sejenak aku berpikir, apakah kita telah melangkahi Tuhan? Namun, kita hanya melakukan pemberontakan. Pemberontakan atas nama keadilan, bahwa selama ini dunia telah dikuasai oleh setan. Aku masih ingat, sabda yang guru agamaku katakan. Tuhan telah memperingatkan manusia, bahwa tipu daya yang paling berbahaya adalah tipu daya setan.

Lantas, mengapa dunia kini dikuasai setan? Kami mencoba memperingatkan manusia-manusia lain akan tipu daya setan, kenapa kami malah diburu seperti setan? Kami disamakan dengan setan, kami terklasifikasikan sebagai setan. Seakan ujaran dan perangai kami adalah tipu daya setan seperti yang dikatakan Tuhan? Apakah ini juga tipu daya setan? Ataukah ini keadilan yang berketidakadilan? Oke, mungkin beberapa dari kami berbeda pandangan. Namun, satu pemimpin berkata, bahwa kami melakukan di bawah Nama Tuhan untuk menyebarkan keadilan. Untuk menyebarkan kebenaran di antara tipu daya yang diciptakan oleh setan. Lalu mengapa kami disambut oleh Hari Penghakiman? Apabila ini adalah tipu daya setan, maka ini adalah tipu daya paling menipu dari segala tipu daya setan.

Tuhan, kau telah dipersekutukan! Setan telah berikrar di awal Penciptaan!

Tuhan ... Tuhan, selamatkanlah Hamba.

Tiga bulan kemudian, Hari Penghakiman tiba. Tidak seperti yang tersabda dalam cerita, aku berpikir ini adalah pertanda. Seperti yang diajarkan pada eskatologi berbagai kepercayaan umat manusia. Pertanda sebelum Hari itu tiba. Aku mendengar aliran Solo Balapan telah berubah merah menyala. Langit subuh merah menyala dan matahari bersinar hitam warnanya. Suara-suara burung kadang-kadang menusuk-nusuk hingga darah keluar dari telinga. Bila tidak tahan, akan menjadi gila. Kami tidak bisa lari, karena mereka telah tiba. Makhluk pemburu para pendosa.

Tuhan telah membisikkan Wahyu Besarnya di mimpi-mimpi tiap manusia. Setelah itu, dunia melihat Astral, Barzakh, gaib, dengan cara yang tidak sama. Mungkinkah ini pertanda?

Makhluk-makhluk mengerikan turun untuk mencari para pendosa. Bertubuh tinggi menjulang seperti pohon kelapa. Kulit mereka terkadang hijau seperti daun tua, terkadang cokelat seperti cokelat muda. Panjang seperti penggaris kayu, tangan-tangan mereka. Tangan-tangan mereka dapat menembakkan sinar yang membuat kami buta. Tangan mereka dapat menembak sinar yang dapat melayangkan nyawa. Menggelegar sampai rumah bergetar, suara-suara mereka. Terkadang berkaki empat, terkadang berkaki dua. Mereka mampu menghilangkan eksistensi para pendosa. Secara definisi kasar, mereka mengirim kami kembali kepada Yang Mulia Semesta.

Ayahku dibawa oleh makhluk itu pada hari pertama. Kemudian giliran ibu dan abangku yang dibawa oleh makhluk itu pada hari kedua dan ketiga. Pada hari keempat, tetanggaku Pak Rojali beserta anak-anaknya dibawa dengan paksa. Anak keduanya terkena sinar makhluk itu, melayang nyawanya, terbang melesat ke angkasa. Aku baru tahu, ketika orang telah tiada hidupnya, nyawa mereka akan melesat ke angkasa. Lalu, Bu Sukma, tetangga seberangku yang dibawa pada hari kelima. Hari keenam, teman-teman satu kuliahku digerebek oleh makhluk itu, kemudian dilayangkan nyawanya. Sekarang hari ketujuh, tinggal aku sendiri belum dibawa.

Ajaibnya, ada pula yang berhasil terhindar dari mereka. Kebanyakan dari mereka berusaha lari ke negeri-negeri di Eropa, Cina, atau Kuba. Sayangnya aku dan keluargaku tidak beruntung daripada mereka. Ayah pernah berkata bahwa kami sekeluarga akan diterbangkan ke Cina.

Mereka tidak pernah kembali. Ayah, ibu, abang, semua tidak pernah kembali. Apalagi Bu Sukma dan Pak Rojali, mereka juga tidak kembali. Seisi desa seperti lenyap ditelan bumi. Hanya aku sendiri. Apa salah kami? Hari penghakiman hadir di tengah-tengah kami, apa salah kami? Ya Tuhan .... Ya Tuhan ... Pak Rojali hanya seorang petani. Bu Sukma adalah seorang guru, seorang pegawai negeri. Pekerjaan semulia itu dan mereka tetap membawanya pergi. Ayah hanyalah seorang buruh dan ibu seorang penari. Aku masih ingat, baru dua minggu lalu abangku diangkat jadi pegawai negeri, betapa senangnya kami.

Hari itu tiba. Pada hari ketujuh, aku bertemu dengan makhluk-makhluk pemburu pendosa. Tidak karuan dan macam-macam wajah mereka. Mata mereka berbentuk spiral yang menyala-nyala. Berbentuk corong seperti pelantang mulut mereka. Mereka memiliki rambut yang berbeda. Kotak, bulat, trapesium, atau bahkan botak kepala mereka. Mereka memegangi tubuhku, seperti kriminal yang akan dipenjara. Mendadak, amarah dari dalam tubuhku membara.

Lantang aku menghina mereka. "Kepada Tuhan kalian telah lupa, hingga pada setan kalian menghamba. Tujuh setan desa, tiga setan kota."

Mereka berteriak murka. Aku pun berkata, "Kau mau melayangkan nyawaku, izinkan aku melantunkan kata terakhirku sebagai manusia."

Aku menengadah ke langit berwarna merah yang menyala.

Eli, Eli, Lama Sabakhthani?

*****

Aku menutup telepon antik itu.

Udara di bilik wartel ini benar-benar membuatku ingin muntah. Kudobrak pintu bilik, tetapi aku sudah menyerah duluan. Seluruh isi sarapanku keluar semua. Rinan bergegas keluar untuk meredakan pesakitanku.

Seusai pekerjaan kami telah selesai, Mas Danang menawariku untuk mencoba fitur lain dari antek ini. Salah satu fiturnya bernama, "Satu jam sebelum nyawa tiada." Ketika manusia mati, maka mereka juga meninggalkan memori dan pikiran mereka di dunia. Dari memori dan pemikiran mereka yang telah mati, terciptalah Astral. Secara kasar, aku menelepon arwah seseorang untuk mengekstrak memori dan pikiran mereka sebelum mereka mati.

Kukira semua sudah selesai hanya dengan satu bab. Ternyata tidak. Oke, aku tidak ingin lagi. Semuanya terlalu terimaji dengan nyata.

Semoga Tuhan menerangi jalan gelap kami.

*****


NiskalayudhaWhere stories live. Discover now