5

11 3 0
                                    

"Nggak usah dikembalikan uangnya, Dan. Anggap saja uang jajan buat Putri." Hanya itu yang bisa terdengar oleh Gina dari ujung pintu kamarnya.

"Nggak bisa gitu, Mbak Salma. Gina nggak pernah bilang kalo ada pinjam uang sama, Mbak. Saya sebagai suaminya harus tanggung jawab," lanjut Danu sambil mengeluarkan dompet dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan.

Gina menahan napas karena terkejut. Ternyata Salma datang ke rumah kontrakan ini karena mau menagih hutang. Gina tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada uang saat itu. Ia butuh uang karena Putri harus segera berobat.

"Bukan gitu, Dan. Maksudku, pakai saja uangku itu. Toh, anggap saja rezekinya Putri. Mungkin Gina nggak ada pegang uang pas mau bawa anak kalian berobat," kata Salma menolak uang pemberian dari Danu.

Napas Gina  terengah menahan amarah. Ia tidak bisa lagi terus di dalam kamar. Uang itu masih tersisa separuhnya. Astaga! Kenapa hal ini membuat emosi.

"Bu Salma, maaf, kalo saya pinjam uang terlalu lama. Ini saya ada seratus ribu. Separuhnya akan saya kembalikan lusa." Ucapan Gina membuat Salma dan Danu terkejut.

Danu mengira jika Gina menidurkan Putri, ternyata tidak. Anak mereka ada dalam gendongan Gina. Putri tampak lapar karena sejak tadi menggigit jari-jemarinya. Gina pun kembali masuk ke dalam kamar dan membuka amplop cokelat berisi uang sumbangan dari warga.

Gina mengambil uang lembaran seratus ribu lalu segera keluar dari kamar. Salma merasa tidak enak hati karena membahas utang Gina. Parahnya, Gina mendengar sendiri obrolan itu. Salma merasa canggung ketika berdua dengan Danu.

"Tidak jadi lusa. Aku kembalikan sekarang saja. Utangku lunas, jangan lagi ditagih atau bahkan digosipkan dengan banyak tetangga." Gina menatap tajam ke arah Salma. "Oh, ya, sudah malam, saya dan Putri harus tidur," usir Gina sambil menatap ke arah pintu.

"Oh, ya, maaf, sebenarnya bukan itu maksudku. Aku tidak ada maksud buat nagih uang itu sama Danu. Kamu salah sangka, Gin," kata Salma yang kini beranjak dari duduknya. 

'Salah paham gimana? Orang jelas nagih masih dibilang salah paham.' Gina menggerutu di dalam hati saat ini.

Orang yang dianggap tulus ternyata sangat jahat. Lantas orang seperti apa yang benar-benar bisa dipercaya Gina? Entahlah, Salma bisa tampak sangat baik, tetapi setelahnya sangat jahat. Gina tidak habis pikir dengan cara kotor yang dipakai oleh Salma 

"Saya pamit pulang dulu, ya, Danu dan Gina. Semoga Putri lekas sembuh," kata Salma yang saat ini sudah berada di depan pintu.

Salma pun meninggalkan rumah kontrakan Danu. Ia segera melajukan motornya menuju ke rumah. Entahlah, ada rasa senang ketika bisa menjatuhkan Gina di depan Danu. Setelah ini sudah bisa dipastikan pasangan suami dan istri itu akan bertengkar.

"Kamu kenapa malah pinjam uang sama Mbak Salma? Bikin malu aja!" Danu mengomel setelah Salma pulang.

Gina mengembuskan napas panjang. Rasanya sangat lelah berdebat dengan Danu. Perdebatan itu akan panjang jika Gina menjawab setiap ucapan sang suami. Tanpa pikir panjang, Gina kembali ke kamar untuk mengambil uang.

"Kamu mau ke mana?" tanya Danu saat melihat Gina keluar sambil menggendong Putri. 

Gina tidak menjawab karena malas. Ia pun berjalan menuju salah satu warung sembako untuk membeli beras dan telur. Tidak banyak yang dibeli oleh Gina saat ini, hanya beras satu kilo dan seperempat telur. 

Pemandangan tidak menyenangkan saat Gina baru saja pulang ke rumah; Danu tampak sedang makan. Ia makan makanan yang diberikan oleh Salma. Gina hanya bisa mengelus dada. Danu seolah merasa tidak bersalah sama sekali. Danu menatap ke arah anak dan istrinya.

"Kamu nggak makan? Itu bungkusan lauk dan nasi banyak sekali. Nggak usah masak. Nasinya udah aku pindahin ke magic com," kata Danu dengan enteng.

Gina hanya melirik sekilas dan segera ke belakang. Tak lama Putri merengek karena lapar. Terpaksa, Gina ikut mengambil nasi pemberian wanita ular itu. Ada nasi, sop daging, ayam goreng, tempe goreng, dan sambal; semua masakan itu adalah kesukaan Danu.

"Putri mau makan sama, Bapak? Biar Ibu istirahat dulu," kata Danu yang baru saja selesai makan.

Perubahan sikap Danu yang mendadak membuat Gina mengerjab beberapa kali. Danu tampak asyik dengan ponselnya. Saat Gina datang bersama Putri, benda pipih itu langsung diletakkan di meja. Entahlah, Gina tidak paham dengan sikap Danu.

Gina pun menyerahkan Putri pada Danu. Ia tidak langsung makan, tetapi membersihkan diri terlebih dahulu. Mandi di rumah sakit itu hanya dengan sedikit air dan rasanya tubuh masih kurang bersih. Air di rumah sakit sangat terbatas karena kebetulan sedang ada perbaikan selama beberapa hari ini.

Pagi datang dengan cepat, seperti biasa, Gina akan menyiapkan sarapan untuk sang suami dan juga anaknya. Danu sibuk bersiap menata semua buah-buahan yang ada di gerobaknya. Gina sesekali melirik ke arah Danu. Sekarang tidak hanya mangga saja yang dijual oleh Danu.

"Mas, kamu jualan banyak buah sekarang?" Entah pertanyaan atau sebuah kecurigaan dari Gina saat ini.

"Ya, mumpung ada rezeki aku coba aja ambil beberapa macam buah. Ada pepaya, melon, semangka, mangga, manggis, dan ini nanas. Kemarin juga hasil jualannya lumayan." Danu mengatakannya tanpa beban sama sekali pada sang istri.

"Emang dapat modal dari mana? Beli kulakan semua itu butuh banyak modal loh." Gina kali ini sedikit memancing sang suami.

"Ya, aku kemarin emang uang pokok modal dan keuntungan aku belikan semua buah ini. Aku kemas sendiri. Nggak satu kilo penuh ini, tapi hanya delapan ons saja. Jadi masih ada untung dari dua ons. Kalo jualannya di sekitar perkantoran dan pabrik lumayan cepat habis," jawab Danu tanpa curiga sedang dipancing oleh sang istri.

"Jualan di pabrik?" Gina mengernyitkan dahi sambil memindahkan sayur sop yang baru saja dipanaskan ke dalam wadah besar.

"Ya, tempat Mbak Salma bekerja. Karyawati pabrik sepatu itu lumayan banyak yang beli. Lumayanlah, bisa balik modal. Kalo hanya keliling perumahan dan kampung kaya biasanya juga nggak akan dapat banyak. Buah juga banyak yang busuk," jawab Danu sambil meletakkan beberapa kantung plastik di dekat tempat buah.

Ada rasa sesak di dalam dada Gina saat mendengar nama Salma disebut. Bukan rasa cemburu, tetapi lebih pada rasa kesal yang luar biasa karena kejadian semalam. Sengaja atau tidak, Salma seperti sedang menjatuhkan Gina di depan Danu. Danu kali ini gantian menatap Gina yang sedang terdiam.

"Kamu kemarin kenapa pinjam uang sama Mbak Salma?" Masih pagi mengapa harus pertanyaan itu yang keluar. "Dia semalam minta balik uang itu karena ada kebutuhan mendadak," lanjut Danu dengan nada lembut tetapi sukses membuat Gina meradang.


Di KBMAPPS SUDAH BAB 10 TIDAK DIKUNCI YA. SILAKAN BAGI YANG MAU BACA MARATON DI SANA. JANGAN LUPA SUBRIBE YA BIAR NGGAK KETINGGALAN PAS UPDATE

Rujuk; Harga Diri yang TergadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang