Tujuh

2 0 0
                                    

Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras.


"Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma.


"Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma.


"Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah.


Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara.


"Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa keluar dan membuka pintu rumah kontrakannya.


Danu pun kalang kabut saat melihat siapa yang ada di luar. Ia pun segera berjalan ke belakang rumah Salma. Danu diam-diam keluar dari rumah Salma. Ia tidak mau kepergok sedang bersama dengan Salma.


"Aku nggak lama, Sal. Aku pengen kita rujuk." Ucapan Guntara sangat enteng.


Napas Salma kembang kempis mendengar ucapan Guntara. Mereka bercerai karena Salma dianggap mandul. Bahkan Guntara sudah menikah lagi dua tahun yang lalu. Apa kabar istri kedua Guntara jika tahu suaminya melamar mantan istrinya.


Danu terpaksa tidak memakai sandal saat meninggalkan rumah kontrakan Salma. Beruntung, nasi yang dimakannya sudah habis dan piring sudah berada di wastafel. Danu juga tidak mendengar obrolan antara mantan suami dan istri itu. Andai Danu mendengar, mungkin hatinya akan panas. 


"Mas, aku harus kerja. Sudah sangat terlambat saat ini. Untuk bahasan ini, maaf, aku tidak bisa." Salma langsung menolak tegas lamaran mendadak dari sang mantan suami itu. 


Guntara mengepalkan tangan karena menahan amarah. Ia yang tidak sabar dan memilih menceraikan Salma karena belum ada momongan di antara mereka. Hasutan sang ibu juga adiknya membuat ia mantap menceraikan Salma. Dari pernikahan keduanya juga, Guntara belum mendapatkan momongan.


"Aku antar sampai ke pabrik?" tawar Guntara sambil beranjak dari duduknya.


Helaan napas panjang keluar dari mulut Salma. Ia sulit memberikan pengertian pada mantan suaminya itu. Tanpa mereka sadar, ada sosok wanita yang diam-diam mendengarkan obrolan mereka. Aliyah--istri kedua Guntara yang kini mengusap air mata di pipi.


"Ada istri kamu, Mas." Salma menunjuk dengan dagu ke arah pintu di mana wanita itu berdiri.

Rujuk; Harga Diri yang TergadaiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora