Chapter 02.

43.8K 3.9K 44
                                    

"Mas, sini." Sebuah suara kembali mengalihkan perhatian Lendra membuat pria itu menoleh ke arah kamar, tempat di mana suara istrinya terdengar. Entah sejak kapan perempuan itu ada di sana.

"Mas? Apa itu?" batin Lendra. Ia melangkah masuk ke dalam kamar dengan kepala yang dipenuhi tanda tanya, karena baginya, ini semua benar-benar terasa aneh.

Selain karena panggilan aneh itu, suara istrinya yang tempo lalu kerap berbicara dengan nada ketus sekarang terdengar sangat lembut. Lendra bukannya tidak suka. Justru ia sangat menyukai perubahan ini. Hanya saja, ia takut jika ini semua hanyalah sebuah permainan yang istrinya buat untuk semakin menghancurkan perasaannya.

Lendra menatap istrinya yang tampak sibuk merapikan sebuah bantal serta guling. Sama seperti ruangan bagian luar, kamar mereka telah rapi. Bantal-bantal sudah disusun bertumpuk, begitupun dengan seprai meskipun warnanya tampang lusuh.

"Baringkan Enzi di sini!" pinta Alera membuat Lendra segera membaringkan sang anak di atas bantal yang telah disiapkan istrinya.

"Buka bajumu!" titah Alera setelah Enzi sudah terbaring nyaman.

"A-apa? Buka baju?" tanya Lendra terkejut saat mendengar titah ambigu dari sang istri.

"Iya, cepat buka! Lihat, tubuhmu dipenuhi keringat, mau aku lap menggunakan handuk," ucap Alera memperjelas maksud dari perkataannya.

Wajah Lendra seketika memerah karena pemikirannya yang tidak sesuai dengan realita yang Alera maksud. Dengan kaku, Lendra membuka kaos kucek penuh keringat miliknya membuat tubuh atletis dengan kulit berwarna eksotis terpampang.

Seketika Alera tak berkedip bahkan melototkan matanya. Tubuh suaminya benar-benar sesuai dengan tipe idealnya. Meski wajah pria itu terlihat kusam, tapi tak mampu menutup ketampanannya. "Benar-benar sesuai tipeku!" seru Alera membatin.

"Alera!" panggil Lendra cukup kencang membuat fokus Alera terpecah. "Jangan memandangku seperti itu," lanjutnya.

Alera mendongak, menatap wajah suaminya yang semakin memerah. Ah, Alera tahu, saat ini suaminya pasti sedang malu. Senyum perlahan terbit di wajah perempuan itu. Ia mendekat kemudian tanpa membuang waktu lama, mulai mengelap bulir-bulir keringat yang membasahi tubuh atletis itu.

"Aku bersihkan sebentar, ya?" Walau tangannya sudah bergerak menyeka keringat itu, Alera masih meminta izin sebagai bentuk formalitas.

Lendra hanya diam tak menjawab. Ia membiarkan sang istri, sembari memperhatikan wajah cantik yang tampak sedang fokus. Hingga beberapa saat kemudian, Alera menarik kembali handuknya sembari tersenyum.

"Nah, sudah selesai. Tunggu sebentar, biar aku ambil bajumu." Setelah mengatakan itu, Alera berjalan menuju lemari kecil kemudian meraih sebuah baju kaos yang tampak lusu. Hati Alera sedikit mencelos melihatnya. Sepertinya ia memang harus turun tangan untuk membelikan pakaian baru. Kebetulan Alera Aleondra sebelumnya memiliki tabungan, jadi dia akan menggunakannya.

Alera kembali berjalan menuju suaminya. Ia meraih tangan kanan pria itu kemudian meletakkan baju yang telah ia ambil di telapak tangan sang suami. "Ini, pakai. Setelah itu langsung ke dapur ya. Aku tunggu," ujarnya seraya melangkah meninggalkan Lendra yang menatap dalam punggung sang istri.

~o0o~

Alera menyiapkan dua mangkuk nasi dan sup, tak lupa menaburkan kentang goreng di bagian atas sup. Rumah ini memang memiliki beras namun hanya sedikit, karena memang pada zaman ini beras atau nasi masih belum menjadi makanan pokok.

Berdasarkan ingatannya, zaman ini masih mengonsumsi gandum sebagai makanan pokok tetapi bagi Alera, itu tidaklah cukup. Menurutnya nasi masih tetap menjadi makanan pokok yang paling mengenyangkan. Mungkin jika mereka memiliki cukup uang, ia akan membeli beras.

Beberapa saat kemudian, Lendra keluar dari kamar dengan kaos polos dan celana pendek. Ia terdiam menatap senyuman yang Alera tampilkan untuknya. Jelas ia dapat melihat itu bukan senyum paksaan. Matanya pun memancarkan kejujuran.

"Sini, makan dulu. Aku sudah memasak untuk kita," ucap Alera.

Lendra hanya diam, seraya mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi. Matanya sedari tadi tak lepas dari wajah cantik itu. Ya, istrinya memang selalu cantik. Dahulu sifatnya juga sangat lembut namun setelah menikah dengannya karena insiden itu, entah kemana sikap lembut yang dulu berhasil membuatnya jatuh hati.

"Ini, makan dulu." Alera menyodorkan makanan yang sudah ia siapkan.

"Buat aku?" tanya Lendra tak yakin.

Alera mengangguk seraya tersenyum. "Iya, aku tahu kamu lapar. Jadi makanlah," ujarnya yang sebenarnya hanya menebak-nebak saja.

Karena memang merasa sudah lapar, Lendra menerima mangkuk itu. Ia mulai memakan makanan itu dengan lahap tak peduli jika di dalamnya terdapat racun. Toh kalau ia keracunan dan mati, itu berarti ia mati di tangan wanita yang ia cintai, bukan?

Alera menggeleng pelan dengan senyum tipis ketika melihat cara makan suaminya. "Pelan-pelan saja. Itu semua milikmu. Tidak perlu terburu-buru."

Mendengar ucapan sang istri, Lendra lantas memelankan suapannya. Cukup malu sebenarnya, namun ia tidak bisa melewatkan makanan ini karena sudah sangat lapar. Ditambah lagi masakan buatan istrinya sangat cocok di lidah.

Selanjutnya, Alera mulai menyantap makanan miliknya. Suap demi suap meluncur ke dalam tenggorokan, namun mata indah wanita itu sesekali melihat ke arah sang suami. Saat sedang asyik menikmati makanannya, mata Alera tidak sengaja menangkap beberapa bintik merah yang terlihat samar. Memang bintik-bintik itu tidak terlalu terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama, itulah sebabnya Alera baru menyadari hal tersebut sekarang.

"Mas, itu kenapa dengan tubuhmu?" tanya perempuan itu membuat Lendra mendongak.

Dahi pria berusia tiga puluh tahun itu kembali mengernyit. Lagi lagi sang istri memanggilnya dengan kata 'mas' yang tidak Lendra mengerti. "Kenapa?" Jawabnya.

"Itu, bintik-bintik merah yang ada di tangan sama wajah kamu," balas Alera seraya menunjuk tangan sang suami.

Lendra memandang arah yang ditunjuk sang istri. Selanjutnya pria itu menggeleng. "Tidak tahu."

"Apakah itu sudah lama?" tanya Alera lagi.

"Belum lama. Sekitar dua hari yang lalu," jawab Lendra.

Alera mengangguk seraya menopang dagunya di atas meja. "Apakah ada gejala lain? Misalnya sakit kepala, Demam ringan atau gatal-gatal?"

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Lendra bingung.

"Hanya menebak." Senyum tipis tersungging di bibir gadis itu. Menurut kesimpulannya, sang suami saat ini sedang terkena penyakit yang sering menjangkiti anak-anak.

Penyakit dengan ciri-ciri gatal disertai panas dan bintik kemerahan yang biasa menghiasi wajah dan tangan bahkan terkadang bintik kemerahan itu ada di bagian tubuh. Biasanya penyakit yang tak lain adalah cacar ini sangat jarang menjangkiti orang dewasa.

Di samping karena imun tubuh orang dewasa yang tebal, tapi juga biasanya di zaman modern orang-orang sudah melakukan vaksin di usia dini. Alera tahu penyebab sang suami terkena penyakit ini. Pasti karena jarangnya memakan makanan sehat sehingga imun tubuhnya tidak kuat. Ya, lagi-lagi semuanya bersumber dari Alera Aleondra.

"Alera," panggil Lendra membuyarkan lamunan sang pemilik nama.

"Kenapa? Ada yang bisa dibantu, suamiku?" ujar Alera menggoda.

"I-iya," ucap Lendra dengan jantung berdegup kencang. "Ke-kenapa kamu memanggil aku dengan sebutan 'mas'? Apa arti kata tersebut?" lanjutnya bertanya.

"Oh. Aku memanggil kamu menggunakan kata 'mas' karena kamu suami aku. Biasanya 'mas' itu digunakan sebagai bentuk hubungan dengan yang lebih tua. Jika di dalam pernikahan bisa diperuntukan panggilan kesayangan. Jika untuk saudara, 'mas' bisa digunakan untuk memanggil kakak laki-laki," jelas Alera.

Wajah Lendra seketika merah padam. Berdasarkan penjelasan dari sang istri, berarti kata 'mas' itu dirujuk untuk panggilan kesayangan 'kan?

TBC.

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang