Dua Belas: Bersama Orang Lain

100 11 5
                                    

"Kas, bangun dong, nanti Gege keburu berangkat." Tubuh lelah Kastara yang baru saja menyentuh tempat tidur hotel satu jam lalu kini diguncang-guncang Radika. Pria itu memang sedikit panik karena tidak menemukan di mana Magenta.

Tidak ada akses komunikasi sama sekali yang membuat dirinya tenang. Semuanya bikin was was dan resah karena kesulitan menghubungi orang yang melarikan diri. Bukan, bukan lari, lebih tepatnya memulihkan hati.

"Ini jam berapa, Bang, kok masih gelap," tanya Kastara.

"Jam 3, ayolah Kas, jangan bikin perjalanan kita ke sini sia-sia, gimana caranya Gege kudu ketemu."

"Babi!" umpat Kastara. "Pesawatnya aja baru berangkat jam 8, ini baru jam 3. Mau ngapain pagi buta begini? Bersihin Bandara?"

Frustasi membuat Radika mengacak rambutnya. Dia berjalan mondar mandir persis seorang suami yang sedang menunggu istrinya lahiran.

"Ya maksud gue bisa gak sih cari tahu dulu Gege di mana? Di hotel, di rumah si Yuki-Yuki itu atau di mana. Kalau bisa ketemu sekarang biar Gege berubah pikiran dan gak pergi ninggalin gue."

Kastara mengelus dada, seharusnya dia berguru pada Magenta bagaimana caranya memiliki stok sabar banyak-banyak agar tidak gila menghadapi makhluk cerewet yang luar biasa menjengkelkan ini.

"Palingan juga sekarang mereka di hotel, kaya kita sekarang ini. Bang udah Bang, gue suka makan orang kalau kelewat ngantuk. Diem aja jangan cerewet kaya cewek, pokoknya jam 6 nanti kita udah stay di Bandara. Puas?"

Meski kakak beradik, Kastara dan Magenta sangat berbeda sifatnya. Magenta mana berani bicara kasar dan mengumpat pada Radika.

"Di hotel?"

"Stop! Gue bilang berenti. Tuhan, tolong hambamu ini mengantuk." Kastara menutup kepalanya dengan bantal yang empuk. Mengabaikan pertanyaan Radika dan kekhawatiran konyolnya mengingat kenyataan bahwa Magenta dan Yuki sedang berduaan di kamar hotel saat ini.

Radika bahkan tidak tahu bagaimana caranya menghibur hidupnya yang sedang tidak baik-baik saja. Pada akhirnya pilihan untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya dia pilih juga. Dibaringkannya diri yang lelah itu bersebelahan dengan Kastara.

Ge, bagaimana caranya gue bisa bertahan di tengah kesendirian?

Saking pulasnya Radika dan Kastara tidur, mereka bahkan tidak terbangun saat alarm pada gawai masing-masing berteriak nyaring. Buaian selimut hotel yang empuk, bantal dengan aroma khas dan kamar ber-AC menjadi perpaduan yang pas sampai-sampai tujuan penting menemui Magenta terlupakan begitu saja.

Mereka kesiangan!

Waktu menunjukkan pukul 06.15, Kastara yang menyadari keterlambatan ini buru-buru membangunkan Radika.

Sepanjang perjalanan menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta Radika terus mengomel.

"Kan, gue bilang jangan tidur. Lu sih make tidur, jadinya kesiangan."

"Sekali lagi nyalahin gue, gue pergi. Bodo amat Lo gak ketemu Kakak gue plus gue gak akan pernah restuin kalian buat bersama."

Kan, bangsat banget ancamannya. Radika langsung mingkem, dia hanya berjalan tergesa menuju terminal keberangkatan.

Pernah melihat adegan yang sama dalam film? AADC misalnya, atau film-film yang ada adegan bandara-nya. Semua terlihat begitu indah di sana. Dramatis. Namun kenyataannya tidak seindah dan sedramatis itu. Radika hanya merasa ngenes, dia harus berjuang menemukan Magenta di tengah lautan manusia.

Sosok tinggi dengan rambut agak panjang dan pakai Hoodie jadi salah satu incarannya. Sayangnya, tak satu pun dari orang yang dia lihat adalah orang yang benar.

Ketika semua upaya sudah dia lakukan, maka selanjutnya hanya bisa pasrah dengan keadaan. Hukuman bagi dia yang tidak pernah peka teramat berat dan menyedihkan. Keajaiban yang terjadi pun diperkirakan hanya akan terjadi walau kemungkinannya hanya 2% saja. Dan 2% itu benar-benar menjadi miliknya saat melihat Magenta berjalan bersisian dengan seorang lelaki berkulit putih. Yuki, dia adalah pria yang diceritakan Kastara, Pria yang katanya sudah menyimpan rasa cinta pada Magenta selama bertahun-tahun.

Radika membeku, tidak sanggup berbuat lebih jauh lagi.

Lebih baik hidup dengan orang yang mencintai kita daripada hidup dengan orang yang kita cintai.

Petuah Kastara kemarin terngiang dalam ingatan. Manakala melihat Magenta berjalan bersisian dengan aura yang berbeda. Bibir yang terlihat jarang menampilkan senyum di hadapan Radika kini melengkung bak bulan sabit di atas langit yang suram. Bersinar.

Kakinya tak bisa dia gerakkan, ada rasa ngilu yang berdenyut di sekujur tubuhnya. Sosok Yuki yang terlihat begitu cantik dan tampan di saat bersamaan. Lelaki itu juga tersenyum dan leluasa merangkul bahu Magenta.

Radika terpana sampai-sampai dia membiarkan dua orang itu terus berjalan sampai menuju ruangan check in.

Kastara menyusul Radika, dia juga sepertinya sudah melihat sang kakak. Namun, Radika meraih tangan lelaki itu dan menggeleng.

"Woylah, itu Ka Genta keburu masuk dan kita gak boleh ke sana anjir."

Radika menggeleng lemah, apalagi sosok Magenta tersenyum bahagia saat Yuki mendekatkan wajahnya tepat depan telinga Magenta. Radika tahu dia hanya berbisik. Namun, senyum itu tidak pernah dia dapatkan dalam hidupnya.

Radika terkesiap saat tiba-tiba Yuki melihat ke arahnya dan tersenyum licik. Lelaki itu seolah mengejek dan mengatakan bahwa Magenta bisa lebih bahagia tanpa harus berada di sisi Radika.

"Kas, udah kita pulang aja," ajak Radika.

Kastara makin bingung. Bagaimana tidak, jauh-jauh dari Bandung ngebut ke sini. Dengan semua yang terjadi kemarin tiba-tiba Radika ngajak pulang saat Magenta terlihat di Bandara, kan Asu!

"Anjirlah, kalau gini ngapain jauh-jauh ke sini, Sulaiman! Keburu Check in dan naik ke pesawat nanti, kita udah gak boleh masuk ke sana. Ih astaga, si Kunti bogel awas aja kalau sampe rumah nanti nangis-nangis."

"Ayo balik aja, kakak Lo terlihat lebih bahagia sama orang lain dibandingkan ada di sisi gue."

Radika berbalik dan berjalan menjauh, Kastara sempat melihat kakaknya dan Yuki terus berjalan dan menghilang dari pandangan.

"Bang Dika, Woy!" Kastara lari, orang-orang di sekitarnya memperhatikan karena adegan kejar mengejar itu sama dramatisnya dengan adegan ngejar kekasih yang lagi ngambek.

"Lu bego atau gimana anjir!" bentak Kastara begitu berhasil meraih tangan Radika. Namun alangkah terkejutnya Kastara saat melihat wajah Radika penuh dengan air mata.

"Bang?"

Tanpa aba-aba Radika menumbruk tubuh Kastara yang jelas lebih kecil darinya. Radika memeluk Kastara dan menangis sesegukan dalam pelukan Kastara.

"Ternyata gue bener-bener gak siap liat Gege sama orang lain, Kas. Tapi gue juga gak mau egois lagi buat menghalangi kebahagiaan Gege. Gege udah sangat sakit berada di sisi gue selama ini." Ucapannya sedikit tidak jelas karena dikatakan sambil menangis.

Kastara menepuk-nepuk punggung Radika dan mengeluarkan suara ssstttt, persis seperti seorang ayah yang menenangkan anaknya menangis.

"Bang Dika, udah Bang, gue malu banget diliatin orang-orang." Kastara berbisik, tapi Radika menangis lebih kencang.

Capek banget jadi Kastara ya. Jengkel mungkin iya hahaha. Selamat pagi Minna San. Selamat menikmati long weekend. Kalian gak penasaran soal Yuki? Chapter depan, ya. Udah mulai aku bahas.

Uncrush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang