Bab 6

1.9K 128 0
                                    

Selamat membaca
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seorang laki-laki paruh baya terlihat mondar-mandir didepan sebuah ruangan berdinding kaca. Sesekali berhenti, Kemudian, menatap jauh kedalam ruangan. Dilihatnya seorang wanita terbaring koma, wajahnya menunjukkan ketenangan yang tak berujung.

Laki-laki itu baru saja dibuat berlari dari kantornya yang berjarak 10 mill dari tempat ini. Tentu saja sebagai besar jarak dipangkas oleh kendaraan beroda empatnya.

Lantaran ia mendapat sebuah telepon masuk yang mengabarkan jika sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya yang sudah lama terbaring koma. Kejadian satu minggu yang lalu menjadi penyebab putrinya terbaring lemah saat ini.

"Dad! is she okey?" Tak lama, seorang laki-laki yang lebih muda darinya datang terengah-engah dari lorong selatan.

"Huft, nope. But that fucking doctor said, she already okey," kata yang lebih tua setengah hati. Bagaimana bisa dokter mengatakan jika putrinya baik-baik saja? Padahal jelas-jelas putrinya kejang-kejang didepan matanya. Bagaimanapun Ia sebagai orang tua hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kesembuhan anaknya.

"I hope so," kata pria dengan jas abu-abu yang melingkupi tubuh, terkesan berwibawa. Ukuran jas yang pas di badannya membuat punggung lebarnya tercetak apik. Pikirannya sedang kacau saat ini. Lebih kacau dari hari-hari biasanya, ketika ia teringat dengan anaknya yang menghilang.

Istri yang sangat dicintainya terbaring lemah, dan tak berniat untuk bangun sampai saat ini. Sebelum ini, ia hampir saja kehilangan istrinya dua minggu yang lalu. Saat dokter dengan lancang memvonis istrinya, mati otak. Bukan hanya memvonis istrinya demikian, dokter juga memberinya pertimbangan untuk berhenti memperjuangkan istrinya. Dengan alasan sudah tidak ada harapan.

Ia tentu terkejut mendengarnya. Istrinya itu pasti akan bertahan. Setahunya dia wanita yang kuat. Menahan sabar, menahan sakit selama lebih dari lima belas tahun setelah anak bungsunya hilang.

Pandangannya kembali beralih ke tempat tubuh wanitanya terbaring. Matanya berair, semakin lama semakin menumpuk. Dan berakhir tumpah, melepas pedih yang tertahan.

Perasaan bersalah memenuhi dirinya. Seandainya saat itu ia lebih berhati-hati, anaknya akan tumbuh besar dengan baik bersama ayah dan ibunya. Entah apa nasib anaknya saat ini. Apakah ia masih hidup atau kah tidak, apakah ia hidup dengan baik atau buruk. Ia tak pernah tahu.

Seandainya tuhan berbaik hati padanya tahun ini, hanya satu harapannya. Tolong pertemukan ia dengan anaknya. Dalam keadaan apapun.

Selama lima belas tahun ini, anaknya pasti sudah tumbuh besar. Menjadi sesosok remaja yang seharusnya, sedang menikmati masa-masa sekolahnya. Dia pasti membutuhkan banyak hal, mulai dari kebutuhan finansial yang tercukupi, teman, dan pastinya kasih sayang juga dukungan dari orang tuanya.

Sayangnya ia tidak tahu apakah anaknya mendapatkan itu semua? Apakah anaknya tumbuh dengan baik?

Rasa bersalah memenuhinya saat ini. Sesaknya penyesalan membuatnya tak dapat lagi menahan kesedihannya. Setitik air mata semakin lama menjadi aliran yang semakin deras membanjiri wajahnya. Isakannya mengeras tak terkendali, hingga menuntun tangannya untuk membungkam isakan berikutnya. Perasaan yang tertahan semakin menyakitkan.

Persetanan dengan harga dirinya sebagai laki-laki berjas yang berwibawa. Kali ini, tolong biarkan ia mengurangi sesaknya. Untuk kali ini saja biarkan dia menangisi hal berharga didalam hidupnya tanpa ada yang ditutupi atau ditahan lagi.

Pria paruh baya yang menjabat sebagai ayah mertuanya hanya bisa berdiam diri, membiarkan menantunya meluapkan yang selama ini berusaha ia tahan didepan istrinya. Mungkin sudah cukup menantunya berpura-pura kuat selama ini. Sudah saatnya dia menjadi sosok ayah yang telah lama kehilangan anaknya.

Tak ada yang salah jika seorang lelaki menangis untuk meluapkan rasa sedihnya. Bukannya terus-terusan mengokohkan bahunya dan menegakkan tubuhnya saat ujian menerpa kehidupannya seperti badai besar. Laki-laki juga butuh menangis dan butuh obat saat terluka. Semua itu hal wajar, dan manusiawi.

Sosok yang lebih tua melangkah pergi dari titik dimana menantunya berada. Ia akan memberi ruang seluas mungkin untuk menantunya.

"Tuhan, tolong bawa putraku kembali, kumohon,"

_________________________________

~EZIO~

__________________________________


hola!
update kali ini sangat pendek, karena memang sengaja begitu 🙂
Sebenarnya karena otak author yang pas-pasan. Jadi tolong dipahami.

Seperti biasa jangan lupa vote kalau suka❤️
Babayy..

EZIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang