Bab 15

1.7K 110 11
                                    

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Darimana kau, bodoh!" Miguel mengeram marah saat tidak menemukan adiknya dimanapun. Padahal dia sudah berusaha membicarakan hal ini dengan adiknya. Dan sekarang tanpa merasa bersalah, dia berdiri didepannya dengan wajah angkuh.

Sebenarnya adiknya cukup berbakat mengelola perusahaan jadi dia cukup tenang menyerahkan salah satu anak perusahaannya. Tapi adiknya ini tipe yang keras kepala. Padahal produk usulannya dapat bersaing dan berhasil diterima baik oleh khalayak luas. Tapi gara-gara masalah pribadi, si bodoh itu malah menolak tawaran kerjasama dengan perusahaan lain yang posisinya lumayan berpengaruh. Benar-benar tidak profesional.

"Bukannya Stay untuk meeting malah kelayapan tidak jelas. Aku sudah bilang kan, ini sangat penting. Atau jangan-jangan kau tidak mendengarkan ku ya, tadi malam?! Aku tahu pacarmu sangat cantik. Tapi bisa tidak sehari saja kau tunda berkencan nya?"

"Berhenti mengoceh dasar cerewet! Aku tidak berkencan kok. Dan lagi aku sudah bilang kan, tidak akan menerima tawaran itu. Kemampuan berbisnis orang itu terlalu overrated menurutku."

"Ah sudahlah, bilang saja kau menolaknya karena masalah pribadimu?"

"Terserah, aku bosan berdebat denganmu. Tidak akan ada habisnya."

"Hei, tapi ini bukan masalah kemampuannya. Dia itu putra dari teman Ayah tahu. Ayah tidak tega menolak anak manja itu." ucap Miguel sedikit memelankan suaranya.

"Apa-apaan omong kosong itu. Ayah tidak tega? Kau tahu kan Ayah bukan tipe seperti itu. Jika itu benar, aku benar-benar tidak habis pikir, Ayah bahkan tega menjadikanku karyawan di perusahaan permen selama 5 Minggu sebagai hukuman. Tapi, hanya karena anak sahabatnya, ia tidak tega?" ucap Merqeen berapi-api, dengan alis saling bertaut, "keterlaluan. Miguel, katakan pada Ayah aku ingin bicara."

Miguel melotot saat mendengar panggilan tidak sopan dari adiknya, ia langsung bangkit dari menikmati kursi pijat, "Heh bajingan, aku kakakmu ya. Panggil aku dengan semestinya." dia memalingkan wajahnya dengan tangan bersedekap dada.

"Tidak." Merqeen ikut memalingkan wajahnya mengikuti tingkah kekanakan sang kakak.

Sementara itu, sekertaris Merqeen sudah jengah berdiri dipojok ruangan seperti pajangan. Sebenarnya ia hanya tinggal melempar sepatunya untuk menyadarkan kedua laki-laki lupa umur didepannya. Sungguh, ia sudah sangat bosan mengahadapi kelakuan keduanya setiap saat. Benar, sudah seringggg sekali dua orang itu terlibat percekcokan seperti ini. Apalagi selalu berakhir seperti ini juga. Jika tidak, kalau beruntung, direktur utama yang akan turun tangan menjewer kedua telinga anak bandelnya itu.

"Bapak, meeting nya bagaimana?" tanya Lila yang tidak tahan lagi menyaksikan adu tatap kedua atasannya. Ya, mereka hanya saling melirik tajam satu sama lain setelah tidak ada yang mau mengalah dari perdebatan.

"Dicancel!"

"Tidak ada!"

Ucap keduanya bersamaan seraya menatapnya nyalang. Mereka berdua benar-benar (memijat kepalanya). Tidak perlu tes DNA lagi.

Lila menghela napas lelah, dengan menyungging senyuman tersiksa. Untung saja ia sempat meminta nomor yang dapat menghubungkannya dengan pawang dua makhluk ini. Ia meneguk ludahnya sejenak lalu mulai mencari salah satu kontak bernama Tn. Steven.

EZIO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang