14. Rasa Yang Semakin Menjadi

21 6 0
                                    

Siang ini kunjungan di kedai milik Ervin meningkat drastis dari biasanya. Terlihat banyak sekali pelajar, mahasiswa, maupun pekerja yang menyelesaikan pekerjaannya di sini. Hal ini membuat Ilona turun tangan membantu barista lain di bar. Begitu pula dengan Ervin yang hari ini juga memunculkan batang hidungnya di bar turut membantu anak buahnya melayani pesanan.

Setelah dirasa pesanan sudah tidak ada yang keluar dan pelanggan sudah tidak ada yang datang, satu persatu dari mereka pun istirahat bergantian. Ervin terlebih dahulu menarik dirinya dari bar. Sementara yang lain menunggu giliran begitu juga dengan Ilona yang juga memutuskan untuk istirahat sejenak setelah memastikan Rio dan Gisel—yang hari itu shift bersamanya—sudah selesai beristirahat makan siang.

"Ada pesanan baru ngga, Mbak?" Tanya Rio yang baru saja datang dari luar bersama Gisel.

"Aman, Mas. Makan apa kalian jadinya?"

"Nasi padang belakang kedai. Duh ... sori lupa ngga nawarin aku," jawab Rio sambil menepuk jidatnya.

"Santai ajaaa ... tak ke outdoor, ya? Butuh sebat nih."

"Monggo," Gisel dan Rio mempersilakan Ilona. Perempuan itu pun langsung mengarah ke area outdoor.

Sesampainya Ilona di area outdoor, dirinya mendapati Ervin juga sedang membakar sebatang rokok di tangannya. Ervin yang menyadari kehadiran Ilona langsung meminta Ilona bergabung dengannya.

"Kenapa, Pak?" Pancing Ilona yang sebenarnya masih penasaran dengan apa yang sedang dihadapi oleh Ervin. Terlebih raut wajah Ervin terlihat sangat jelas kalau dirinya sedang menghadapi masalah.

"Temenin sebat juga sini."

Ilona pun duduk di sebelah Ervin. "Gak kerasa, ya?"

"Apa?"

"Jangan pura-pura lupa," jawab Ilona, "aku ingetin lagi semisal kamu lupa, kalau aku ..."

"Iya, aku inget," potong Ervin, "tapi, bisa ngga jangan dibahas dulu?"

Ilona bingung, "kenapa?"

"Belum siap menerima kenyataan kalau aku ngga bisa lihat kamu lagi setiap hari di kedai."

Ilona berdecak sebal, "gayamu, Pak."

"Aku beneran, Na ...."

Ilona menyalakan korek dan mulai membakar rokoknya. "Tapi, kamu kan harus nepatin janjimu."

"Kamu segitu pengin lepasnya dari saya ya, Na?"

Ilona menengok membalas tatapan Ervin. "Saya ralat ... lepas dari posisi ini."

Ervin menunduk, entah mengapa Ilona sendiri pun tidak tahu. Ilona mencoba tidak terlalu memusingkan dan memilih menikmati rokoknya yang belum habis terbakar.

"Nanti kamu mau keluar sama saya ngga, Na?" Tanya Ervin tiba-tiba.

"Ngga ada masalah," jawab Ilona, "asalkan urusan kita dikerjaan tetap profesional, saya ngga masalah kalau setelah kerjaan kelar terus saya kerluar sama kamu."

"Oke."

"Kenapa kamu tiba-tiba ngajak saya keluar?"

"Sebelum seminggu ini berakhir, saya mau banyak menghabiskan waktu sama kamu."

"Kenapa gitu?"

"Takut aja."

"Takut apa?"

Ervin menatap Ilona dalam. "Takut setelah itu kamu hilang dari pandangan saya. Saya harus mempersiapkan itu semua."

"Kamu ngapain takut sih, Vin? Orang kaya saya bisa kamu cari. Banyak yang lebih ..."

Ervin langsung memotong perkataan Ilona, "ini soal perasaan saya ke kamu. Masih ada ... dan sepertinya akan terus begini."

JembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang