9. Cerai?

2.7K 133 25
                                    

Jam 9 malam. Dani tersenyum hangat melihat Fana terlelap di ranjang nyaman. Begitu pula kakak-kakaknya yang ada di kamar berbeda.

Setelah lama membeli baju dan perlengkapan lainnya. Mereka langsung pergi untuk menempati rumah baru. Sungguh Dani ingin sekali membantu mereka. Sampai-sampai ia membelikan mereka semua perlengkapan sekolah. Meski harus berdebat sedikit lagi dengan Tion, hingga akhirnya Tion kembali mengalah.

Dani keluar kamar Fana dan menghampiri Tion yang tengah sibuk dengan game dan rokok ditangannya. Ia ambruk begitu saja di sofa karena jujur badannya sangat lemas entah kenapa. Padahal ia baru makan bersama tadi.

"Kenapa Lo?" Tanya Tion.

"Ga papa."

Tion abai. Memilih fokus pada game nya. Sementara Dani sudah diujung kesadarannya. Semua badannya layaknya lumpuh dan kepalanya seperti ditumbuk beton.

15 menit hening.

Hingga Tion rasa ada yang janggal lalu pupil matanya melihat kearah sang istri dan detik berikutnya ia refleks mendekati Dani.

Tangan besarnya mengusap darah yang mengalir dari hidung dan mengotori pipinya karena Dani terbaring miring.

Tion langsung menghubungi dokter dan mencoba menyadarkan dani yang pingsan.

Tak lama dokter datang. Dokter kepercayaan keluarga Dani. Dani langsung diperiksa. Tion agaknya panik melihat pria berjas itu memasangkan tabung oksigen pada Dani dan selang infus. Dan sekarang tengah memeriksa kaki Dani yang masih terbalut perban.

Dokter itu mengganti perbannya dan mengobatinya dengan obat yang lebih banyak sebelum menghela napasnya dan duduk disamping.

"Kakinya infeksi. Kalau boleh tau itu karena apa?"

"Kena beling."

"Pantas saja. Dani punya asam lambung. Mungkin efek lemas nya karena dia tak sarapan. Dan perlu kamu tau, sedari kecil Dani punya riwayat penyakit paru-paru. Saya tau persis Dani karena saya yang menanganinya setiap kambuh sakitnya. Dan saya tau bahwa Dani adalah tipikal orang anti obat. Makanya ini saya bawa tabung oksigen dan infus an untuk penyembuhannya. Pastikan jangan buat ia terlalu banyak pikiran. Baiklah. Saya masih ada kerjaan. Jika nanti infusnya habis, kamu bisa melepas jarumnya perlahan. Kalau tabungnya biarkan saja sampai pagi. Nanti saya kesini lagi pagi."

Pria itu membereskan alat-alatnya dan pergi dari sana. Menyisakan Tion yang terpaku bak patung ditempatnya. Mata tajamnya menatap intens sang istri yang terbaring pucat.

Info sepenting itu tak ada yang memberitahunya?? Keterlaluan.

***

Tepat pukul 3 dini hari, Dani terbangun. Ia tak banyak bergerak karena sadar ia tak sendirian di ruangan itu.

Kepalanya menoleh sedikit dan seketika remuk redam hati dan kepalanya.

Oh tuhan. Ini masih pagi bahkan ia belum sempurna mengumpulkan nyawanya dan harus melihat hal bejad yang dilakukan suaminya bersama wanita lain diatas sofa yang seruangan. Dani tak mengenalnya. Yang pasti wanita yang berbeda lagi.

Air matanya merembes deras. Ia menggigit kuat bibirnya agar suaranya meredam. Tangannya kuat meremas habis selimut yang menutupi sampai dadanya.

Meski dibantu tabung oksigen, rasanya pasokannya sudah tersedot habis oleh alam. Dani berusaha menutup pendengarannya. Tapi suara-suara laknat itu membuatnya semakin jatuh dan tertekan semakin dalam.

Ia memiringkan tubuhnya dengan perlahan dan menggigit kencang selimut itu. Berusaha tidur kembali di kebisingan malam yang membuat hatinya hancur.

***

Jam 6 pagi. Dani akhirnya memutuskan bangkit dari keterpurukannya pagi itu. Ia mandi. Dan berganti baju dengan yang ia beli sore kemarin bersama anak-anak.

Setelahnya ia keluar. Berusaha tak peduli pada 2 manusia yang masih terlelap sambil berpelukan di sofa.

Ia menghela napasnya sebelum menuruni tangga itu.

"Pagi kakak cantik." Sapa mereka bersamaan membuat Dani tersenyum hangat. Anak-anak itu nampak segar dan begitu tampan. Apalagi Fana ditengah mereka yang terlihat cantik dengan rambut tertata rapi. Ke5nya jauh lebih baik dari kemarin ia lihat pertama kali.

"Pagi kesayangan, kakak."

Dani berlutut dan Fana langsung menubruknya. Mengecup pipi gembilnya sekilas.

"Kakak habis nangis ya?" Tanya Rehan memperhatikan mata bulat itu yang membengkak dan nampak merah.

"H-haha? Nggak kok. Tadi kakak beres-beres kamar malah kelilipan. Banyak debu ih hehe..."

"Ouh gitu."

"Kakak bikin sarapan dulu ya. Habis itu kita pergi buat ketemu ibu. Oke?"

"Oke, kakak!"

Atensi mereka semua teralih pada makhluk yang baru turun. Dani berdiri.

"Kalian pergi dan ga usah nginjak rumah ini lagi." Usirnya tiba-tiba membuat Tion mengernyit.

"Ken..."

"Lo mikir ga sih disini banyak anak kecil dan dengan brengseknya Lo bawa cewek dan ngelakuin hal ga senonoh!! Punya otak ga lu njing?!" Marahnya. Fana nampak takut dan memeluk paha Dani.

"Rumah ini punya..."

"Punya gw!! Gw beli 2 kali lipat ke Lo! Dan silahkan pergi!"

"Ga bisa gitu, dong!"

Tion nampak terpancing emosinya. Kini ia menghadap Dani yang menatapnya penuh kebencian.

"APA?!"

"Rumah ini atas nama gw dan ini punya gw."

"Oh gitu? Its oke. Gw bakal nyari rumah sendiri." Tangan Tion bergerak cepat mencegat Dani yang akan menuntun Fana agar ikut dengannya.

"Ga bisa. Lo harus tetap tinggal sama gw."

"Lo pikir gw mau ngeliat hal menjijikkan yang Lo perbuat setiap hari tanpa malu?! Lo pikir gw ga sakit hati?! Lo pikir gw ga ilfil?! Heh bangsat! Punya otak tuh dipake! Lo udah punya istri! Lo punya tanggung jawab! Murahan banget Lo mau diporotin banyak cewek! Bangga banget punya banyak uang?! Heh... Lo lebih menjijikkan dari sampah..."

Plak!

"Hidup gw, urusan gw. Hidup Lo, urusan gw. Lo pikir gw mau hidup sama manusia penyakitan kek Lo?!"

Deg.

"Mau Lo apa, bangsat?! Gw minta cerai, Lo ga mau! Dan sekarang Lo bilang ga mau hidup sama manusia penyakitan kek gw?! Otak Lo mati kah?! Gw bakal buat surat cerai hari ini. Kalo dah sampe langsung tanda tangani aja dan jangan berani-berani nya Lo nampakin batang hidung lu depan gw lagi!"

Dani mengajak ke5 anak itu menuju dapur agar cepat ia siapkan makanan.

"Dan! Dani!! Arghh bangsat!!" Umpat Tion keras sebelum minggat dari sana. Itu benar diluar kendalinya.

***

DANIEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang